Search This Blog

Sunday, March 25, 2018

Makalah Tahsinul Quran tentang Ghorib dan Musykilat Ayat

MAKALAH
TAHSINUL QUR’AN
Tentang
Ghorib dan Musykilat Ayat


Kelompok  14 :
          Muhammad Imam Ashari Rambe             1614040023
                   Ayatul Azma                                               1614040008
                  

Dosen Pembimbing:
Ihsan Nuzula, S.Pd.I, M.Pd.I



JURUSAN TADRIS MATEMATIKA A
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
TAHUN AJARAN 2016/2017 M



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an berisi ilmu pengetahuan, hokum-hukum, kisah-kisah, falsafah, akhlak, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tat acara hidup manusia baik sebagai makhluk individual maupun sosial, serta menjadi petunjuk bagi penghuni langit dan bumi. Mengingat begitu pentingnya Al-Qur’an dalam kehidupan manusia, maka belajar membaca, memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari adalah sebuah kewajiban bagi seorang muslim. Firman Allah dalam QS. Al MUzzammil (73):4, “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil”. Membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sebagaimana Al-Qur’an diturunkan adalah kewajiban setiap muslim.

Akan tetapi kenyataannya masih banyak anak-anak, orang dewasa, bahkan orang tua yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan benar. Beberapa faktor penyebabnya antara lain metode kurang tepat, media pembelajaran yang kurang mendukung atau pribadi itu sendiri yang kurang menyadari pentingnya belajar Al-Qur’an. Perkembangan ilmu pengetahuan mempunyai dampak positif terhadap berbagai bidang kehidupan, bagaimana membaca Al-Qur’an yang baik dan benar, tidak cukup hanya dengan mempelajari ilmu tajwid yang contoh bacaannya sudah banyak ditemukan dimasyarakat, tetapi juga harus mengerti bacaan penting lainnya dalam Al-Qur’an  yaitu ghorib dan musykilat. Dalam materi ghorib dan musykilat dijelaskan tentang bacaan-bacaan Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan tulisannya dan bacaan-bacaan yang harusti-hati ketika membacanya. Banyak lafal dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang aneh bacaannya. Maksudnya aneh adalah ada beberapa bacaan tulisan didalam Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan kaidah aturan membaca yang umum atau yang biasa berlaku dalam kaidah bacaan bahasa arab.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu adanya sebuah pembelajaran yang menarik untuk mempermudah mempelajari bacaan-bacaan ghorib dan musykilat dalam Al-Qur’an serta mengetahui bagaimana cara membacanya dengan baik dan benar.





B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian dari ghorib dan musykilat ?

2.      Bagaimana cara pengajaran ilmu ghorib dan musykilat ?

3.      Apakah macam-macam bacaan ghorib ?

4.      Apakah macam-macam bacaan musykilat ?



C.    Tujuan

1.      Dapat mengetahui makna dari ghorib dan musykilat.

2.      Dapat mengetahui cara pembacaan Al-Qur’an menurut metode ghorib dan musykilat.

3.      Dapat mengetahui macam-macam ghorib dan musykilat.








BAB II

PEMBAHASAN

A.    GHORIB


       Gharib menurut bahasa artinya tersembunyi atau samar, sedangkan menurut istilah Ulama qurra’, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan samarnya pembahasan atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf, lafadz, arti maupun pemahaman yang terdapat dalam Al-Quran. Adapun bacaan-bacaan yang dianggap gharib (tersembunyi/samar) dalam qira’ah Imam Ashim riwayat Hafs diantaranya adalah : Imalah, Isymam, Saktah, Tashil, Naql, Badal dan Shilah.

       Ghorib artinya asing. Bacaan ghorib adalah bacaan asing.Yaitu bacaan yang tidak sebagaimana biasanya sehingga dikhawatirkan salah dalam membacanya. Agar tidak turut latah dan membiarkan terjadinya kesalahan,alangkah baiknya apabila kita mencatat ayat-ayat yang mengandung bacaan ghorib.

Lafal gharib berasal dari bahasa Arab, yakni bentuk jamak dari gharibah yang berarti asing atau sulit pengertiannya apabila dihubungkan dengan al-Qur‟an maka yang dimaksudkan adalah ayat-ayat al-Qur‟an yang sukar pemahamannya sehingga hampir-hampir tidak dimengerti. Banyak lafal dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang aneh bacaannya. Maksud aneh adalah ada beberapa bacaan tulisan al-Qur‟an yang tidak sesuai dengan kaidah aturan membaca yang umum atau yang biasa berlaku dalam kaidah bacaan bahasa arab. Hal ini menunjukkan adanya keistimewaan al-Qur‟an yang mengandung kemukjizatan yang sangat tinggi, disinilah letak kehebatannya sehingga kaum sastrawan tidak mampu menandinginya. Dari segi tulisan, mushaf yang kita terima ini tidak ada masalah karena telah dipersatukan tulisannya oleh khalifah Usman.[1]



2.      Macam- macam ghorib

a.       Saktah

Menurut Imam Hafs saktah yaitu berhenti sebentar tanpa bernafas dengan niat melanjutkan bacaan. Tanda saktah dalam al-Qur‟an biasanya dengan سىث سىح dan juga kadang-kadang dengan س saja. Di dalam al-Qur‟an ada 4 yaitu:

1)      Surah Kahfi: 1-2

Saktah pada QS. Al-Kahfi: 1, menurut segi kebahasaan susunan kalimatnya sudah sempurna. Dengan kata lain, jika seorang qari’ membaca waqaf pada lafadz عِوَجًا, sebenarnya sudah tepat karena sudah termasuk waqaf tamm. Namun apabila dilihat dari kalimat sesudahnya, ternyata ada lafadz قَيِّمَا sehingga arti kalimatnya menjadi rancu atau kurang sempurna.

Lafadz قَيِّمَا bukanlah menjadi sifat/na’at dari lafadz عِوَجًا, melainkan menjadi halatau maf’ul bihnya lafadz lafadz عِوَجًا. Apabila lafadz قَيِّمَا menjadi na’atnya lafadzعِوَجًا akan mempunyai arti : “Allah tidak menjadikan al-Quran sebagai ajaran yangbengkok serta lurus”. Sedangkan apabila menjadi hal atau maf’ul bih akan menjadi : “Allah tidak menjadikan al-Quran sebagai ajaran yang bengkok, melainkan menjadikannya sebagai ajaran yang lurus “. Menurut Ad-Darwisy, kataقَيِّمًا dinashabkan sebagai hal (penjelas) dari kalimat وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا  , sedang Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa kata tersebut dinashabkan lantaran menyimpan fi’il berupa ” جَعَلَهُ “. Berbeda juga dengan pendapat Abu Hayyan, menurutnya kata قَيِّمًا itu badal mufrad dari badal jumlah “وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا  “.  Tidak mungkin seorang qari’ memulai bacaan (ibtida’) dari قَيِّمًا, sebagaimana juga tidak dibenarkan meneruskan bacaan (washal) dari ayat sebelumnya. Dengan pertimbangan alasan-alasan diatas, baik diwaqafkan maupun diwashalkan sama-sama kurang tepat, maka diberikanlah tanda saktah.



2)      Pada saktah  QS. Yaasiin: 52 di dalam kalimat:

 مِنْ مَرْقَدِنَا سكتة هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ.  Menurut Ad-Darwisy lafadz هٰذَا itu mubtada’ dan khabarnya adalah lafadz مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ . Berbeda halnya dengan pendapat Az-Zamakhsyari yang menjadikan lafadz هٰذَا itu na’at dari مَرْقَدِ, sedangkan مَا sebagai mubtada’ yang khabarnya tersimpan, yaitu lafadz حق atau هٰذَا. Dari segi makna, kedua alasan penempatansaktah tersebut sama-sama tepat. Pertama, orang yang dibangkitkan dari kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang membangkitkan dari tempat tidur kami (yang) ini. Apa yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar”. Kedua, orang yang dibangkitkan dari kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami. Inilah yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar”. Dengan membaca saktah, kedua makna yang sama-sama benar tersebut bisa diserasikan, sekaligus juga untuk memisahkan antara ucapan malaikat dan orang kafir. 

3)      Adapun lafadz مَنْ dalam QS. Al-Qiyamah: 27 pada kalimat مَنْ سكتة رَاقٍ dan lafadzبَلْ dalam QS. Al-Muthafifin: 14 pada kalimat بَلْ سكتة رَانَ adalah untuk menjelaskan fungsi مَنْ sebagai kata tanya dan fungsi بَلْ sebagai penegas dan juga untuk memperjelas idharnya lam dan nun, sebab apabila lam dan nun bertemu denganra’ seharusnya dibaca idgham, namun karena lafadz مَنْ dan بَلْ dalamkalimat مَنْسكتة رَاقٍ dan بَلْ سكتة رَانَ mempunyai makna yang berbeda, maka perlu dipisahkan (diidharkan) dengan waqaf saktah

Di samping itu, Imam Ashim juga menganjurkan membaca saktah, pertama, pada akhir QS. Al-Anfaal:75 dan permulaan QS. At-Taubah. Alasannya secara bahasa dipakai untuk memilah dua surat yang berbeda yang mana permulaan surat At-Taubah tidak terdapat atau diawali dengan basmalah. Kedua, pada QS. Al-Haqqah: 28-29 dimaksudkan untuk membedakan dua ha’ yakni ha’ saktah   مَالِيَهْdan ha’ fi’il هَّلَكَ.[2]

b.      Imalah

Imalah adalah pembacaan fathah yang miring kekasroh. Contoh pada surat Hud (11) ﻣﺠﺮﻫﺎ Bunyi RO dibaca RE (seperti bunyi REmot) sehingga menjadi majREha.

c.        Isymam

Isymam adalah menampakkan dhommah yang terbuang dengan isyarat bibir ketika membaca kata ‘LAATA’MANNA’ pada surat Yusuf (12) ayat 11.

cara bacanya “laa ta’manna” Nah, karena ini termasuk bacaan isymam, cara membacanya yaitu “laa ta’mannuna”, namun kata “nuu” yang menjadi tambahan hanya diisyaratkan dengan gerakan bibir ditambah mencucu tanpa suara. Jadi suara yang kedengaran hanya sebatas “laa ta’manna”.

d.       Naql

Naql adalah memindahkan simbol/baris kasroh pada huruf HAMZAH ke huruf LAM, yaitu pada surat Al-Hujuroot ayat 11 .

Naql, yaitu memindahkan harakat suatu huruf ke huruf sukun sebelumnya. Menurut imam Hafs, bacaan ini juga hanya ada dalam surat al Hujurat ayat 11 بئس الاسم. Alasan bacaan naql pada kata الاسم yaitu terdapatnya dua hamzah washal (hamzah yang tidak terbaca di tengah kalimat), yakni hamzah pada al ta’rif daismu (salah satu dari sepuluh kata benda yang berhamzah washal), yang mengapit lam sehingga menjadi tidak terbaca di kala sambung dengan kata sebelumnya. Di antara manfaat bacaan naql ini adalah untuk memudahkan umat Islam membacanya.

e.        Tashil

Tashil yaitu meringankan hamzah kedua (dari dua hamzah yang beriringan) dengan bunyi leburan hamzah dengan alif.Terdapat dalam surat Fushilat 44yang berbunyi ﻋﺄﺟﻤﻲ

Dilihat dari tulisannya, bacaannya seharusnya aa’jamiyyuwa ‘arabiyy. Tapi untuk bacaan ini, hamzah pertama dan kedua cara bacanya agak diringankan.

Ketika bertemu dua hamzah qatha’ yang berurutan pada satu kata maka melafadzkan kata semacam ini bagi orang Arab terasaberat, sehingga bacaan seperti ini bisa meringankan.



B.     MUSYKILAT

1.      Pengertian Musykilat

Musykilat adalah bacaan-bacaan yang antara tulisan dengan cara membacanya berbeda. Hal ini bertujuan agar kita dalam membacanya lebih berhati-hati dan terhindar dari kesalahan membaca.

Beberapa sebab terjadinya perbedaan :

v  Ada huruf yang tertulis  tapi dibaca dengan suara atau bunyi lain.

v  Ada huruf dalam kata tertulis tapi tidak dibaca.

v  Ada taudan shifir (bulatan kecil di atas alif) ada 2 yaitu:

ü  Shifir Mustadhir : bulatan kecil di atas huruf alif yang berada di tengah kata sehingga huruf alif tersebut tidak berfungsi dan dibaca pendek.

ü  Shifir Mustahil : bulatan lonjong kecil di atasalif yang berada di akhir kata yang memiliki fungsi jika waqaf maka dibaca Panjang dan jika wasol dibaca pendek.



2.      Jenis-jenis Musykilat

a)      Perubahan suara

Yaitu suara huruf ص di ganti dengan suara huruf س, ini berada di 3 tempat : QS.Al-Baqarah ayat 245, QS.Al-A’raf ayat 69, dan QS.Ath-thur ayat 37 (yang ini boleh dibaca tetap ص atau di ganti dengan س).

b)      Huruf ro’ di baca tebal

Biasanya jika ada Ro’ Sukun didahului dengan harakat kasrah, maka Ro’ tersebut dibaca tipis, tetapi pada kata-kata tertentu justru harus dibaca tebal.

c)      Huruf wawu tidak dibaca
Yaitu terdapat huruf wawu dalam sebuah kata, tapi tidak dibaca.

d)      Huruf “ وا” dibaca pendek
Yaitu terdapat
وا dlam sebuah kata, tapi dibaca pendek, Misal : kata اﻧﺒﻮًا.

e)      Harakat “
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kata yang membacanya tidak sesuai dengan kaidah penulisannya. Misal :
ﻓﻴﻪ, ﻋﻠﻴﻪ dan lainnya.

f)       Nun washol/ nun iwadl
Adalah jika ada tanwin yang bertemu dengan hamzah washol, maka cara membacanya suara tanwin harus di ganti dengan nun kasrah. Misal :
ﺧﻴﺮن اﻟﻮﺻﻴﻪ.

g)      Hamzah sukun saat waqaf dan washol
Dalam Al-Qur’an terdapat hamzah sukun yang jika dibaca setelah waqaf
(ibtida’), maka suara hamzah sukun menjadi suara Ya’ sukun (panjang), namun jika dibaca washol, maka hamzah sukun tidak berubah. Missal : اﻳﺘﻮﻧﻲ  menjadi اﯨًﺘﻮﻧﻲ  saat washol tidak berubah/tetap اﻳﺘﻮﻧﻲ.

h)      ” dibaca pendek
Yaitu terdapatnya
dalam sebuah kata,tapi dibaca pendek. Misal: kata ﺘﻟﻘﺎ ﺊ ,    ﻭﺭﺍ ﺊ dan sebagainya.

i)       ﺃﻭ” dibaca pendek
Yaitu terdapat nya dalam sebuah kata,tapi dibaca pendek. Misal: kata
ﺃﻭﻟﻭﺍ,  ﺃﻭﻟﺌﻙ dan sebagainya.[3]

j)       Huruf alif tidak dibaca

Yaitu terdapatnya huruf alif dalam sebuah kata,tetapi tidak dibaca. Misal: kata ﺠﺎﻱﺀ ,ﺘﺎﻴﺌﺴﻭﺍ

k)      “……” dibaca pendek

Terdapat “……” dalam sebuah kata, tapi dibaca pendek. Misal : kata,  ملانه

افانن dan sebagainya.

l)       “… dibaca pendek

Terdapat “… dalam sebuah kata, tapi dibaca pendek. Misal : kata ثمودوا , ندعوا

dan sebagainya.

m)   “… saat waqof

Terdapat “… dalam sebuah kata, saat waqof dibaca panjang. Misal : السبيلا , الرسولا dan sebagainya.
n)      “… saat washal

Terdapat “… dalam sebuah kata, saat washal dibaca pendek. Misal : السبيلا , الرسولا dan sebagainya.

 






BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Gharib menurut bahasa artinya tersembunyi atau samar, sedangkan menurut istilah Ulama qurra’, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan samarnya pembahasan atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf, lafadz, arti maupun pemahaman yang terdapat dalam Al-Quran. Adapun bacaan-bacaan yang dianggap gharib (tersembunyi/samar) dalam qira’ah Imam Ashim riwayat Hafs diantaranya adalah : Imalah, Isymam, Saktah, Tashil, Naql, Badal dan Shilah. Sedangkan.

Musykilat adalah bacaan-bacaan yang antara tulisan dengan cara membacanya berbeda. Hal ini bertujuan agar kita dalam membacanya lebih berhati-hati dan terhindar dari kesalahan membaca.

B.     Kritik dan Saran

Dengan telah dipaparkannya materi tentang Ghorib dan Musykilat. Diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembelajaran serta bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis. Oleh sebab itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA

M Khan. 2008.  Praktikum Qira’at, cet. 1.Jakarta: Amzah.

Misbachul Munir. 2005. Ilmu dan Seni Qiro’atil Qur’an. Semarang: Binawan.

Dewan Qiro’ati. 1996. Rangkuman Bacaan Ghorib dan Musykilat. Magelang:ponpes.
http//ghorib dan musykilat.html. Di akses pada tanggal 17 Desember 2017 pukul 14.00 WIB.

http://eprints.walisongo.ac.id/2135/3/63111120-Bab2.pdf.







[1] A. M Khan, Praktikum Qira’at, cet. 1, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 94
.


[2] Misbachul Munir, Ilmu dan Seni Qiro’atil Qur’an, (Semarang: Binawan, 2005), hlm. 173
[3] http://eprints.walisongo.ac.id/2135/3/63111120-Bab2.pdf




2 comments:

Entri yang Diunggulkan

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Evaluasi Kurikulum