TAHSINUL QUR’AN
Tentang
“Ghorib dan Musykilat
Ayat”
Kelompok 14 :
Muhammad Imam
Ashari Rambe 1614040023
Ayatul Azma 1614040008
Dosen Pembimbing:
Ihsan Nuzula, S.Pd.I, M.Pd.I
JURUSAN TADRIS
MATEMATIKA A
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
TAHUN
AJARAN 2016/2017 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara mutawatir
serta membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an berisi ilmu pengetahuan, hokum-hukum,
kisah-kisah, falsafah, akhlak, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku
dan tat acara hidup manusia baik sebagai makhluk individual maupun sosial,
serta menjadi petunjuk bagi penghuni langit dan bumi. Mengingat begitu
pentingnya Al-Qur’an dalam kehidupan manusia, maka belajar membaca, memahami,
menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebuah kewajiban bagi seorang muslim. Firman Allah dalam QS. Al
MUzzammil (73):4, “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil”. Membaca Al-Qur’an
dengan baik dan benar sebagaimana Al-Qur’an diturunkan adalah kewajiban setiap
muslim.
Akan tetapi kenyataannya masih
banyak anak-anak, orang dewasa, bahkan orang tua yang belum bisa membaca Al-Qur’an
dengan benar. Beberapa faktor penyebabnya antara lain metode kurang tepat,
media pembelajaran yang kurang mendukung atau pribadi itu sendiri yang kurang
menyadari pentingnya belajar Al-Qur’an. Perkembangan ilmu pengetahuan mempunyai
dampak positif terhadap berbagai bidang kehidupan, bagaimana membaca Al-Qur’an
yang baik dan benar, tidak cukup hanya dengan mempelajari ilmu tajwid yang
contoh bacaannya sudah banyak ditemukan dimasyarakat, tetapi juga harus
mengerti bacaan penting lainnya dalam Al-Qur’an
yaitu ghorib dan musykilat. Dalam materi ghorib dan musykilat dijelaskan
tentang bacaan-bacaan Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan tulisannya dan
bacaan-bacaan yang harusti-hati ketika membacanya. Banyak lafal dalam ayat-ayat
Al-Qur’an yang aneh bacaannya. Maksudnya aneh adalah ada beberapa bacaan
tulisan didalam Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan kaidah aturan membaca yang
umum atau yang biasa berlaku dalam kaidah bacaan bahasa arab.
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka perlu adanya sebuah pembelajaran yang menarik untuk mempermudah
mempelajari bacaan-bacaan ghorib dan musykilat dalam Al-Qur’an serta mengetahui
bagaimana cara membacanya dengan baik dan benar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari ghorib dan musykilat ?
2.
Bagaimana cara pengajaran ilmu ghorib dan musykilat ?
3.
Apakah macam-macam bacaan ghorib ?
4.
Apakah macam-macam bacaan musykilat ?
C.
Tujuan
1.
Dapat mengetahui makna dari ghorib dan musykilat.
2.
Dapat mengetahui cara pembacaan Al-Qur’an menurut metode ghorib dan
musykilat.
3.
Dapat mengetahui macam-macam ghorib dan musykilat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
GHORIB
Gharib
menurut bahasa artinya tersembunyi atau samar, sedangkan menurut istilah Ulama
qurra’, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan
samarnya pembahasan atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf,
lafadz, arti maupun pemahaman yang terdapat dalam Al-Quran. Adapun
bacaan-bacaan yang dianggap gharib (tersembunyi/samar) dalam qira’ah Imam Ashim
riwayat Hafs diantaranya adalah : Imalah, Isymam, Saktah, Tashil, Naql, Badal
dan Shilah.
Ghorib artinya asing. Bacaan ghorib
adalah bacaan asing.Yaitu bacaan yang tidak sebagaimana biasanya
sehingga dikhawatirkan salah dalam membacanya. Agar tidak
turut latah dan membiarkan terjadinya kesalahan,alangkah baiknya apabila kita
mencatat ayat-ayat yang mengandung bacaan ghorib.
Lafal gharib berasal dari bahasa Arab, yakni
bentuk jamak dari gharibah yang berarti asing atau sulit pengertiannya apabila
dihubungkan dengan al-Qur‟an maka yang dimaksudkan adalah ayat-ayat al-Qur‟an
yang sukar pemahamannya sehingga hampir-hampir tidak dimengerti. Banyak lafal dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang aneh bacaannya. Maksud
aneh adalah ada beberapa bacaan tulisan al-Qur‟an yang tidak sesuai dengan
kaidah aturan membaca yang umum atau yang biasa berlaku dalam kaidah bacaan
bahasa arab. Hal ini menunjukkan adanya keistimewaan al-Qur‟an yang mengandung
kemukjizatan yang sangat tinggi, disinilah letak kehebatannya sehingga kaum
sastrawan tidak mampu menandinginya. Dari segi tulisan, mushaf yang kita terima
ini tidak ada masalah karena telah dipersatukan tulisannya oleh khalifah Usman.[1]
2. Macam- macam
ghorib
a.
Saktah
Menurut Imam
Hafs saktah yaitu berhenti sebentar tanpa bernafas dengan niat melanjutkan
bacaan. Tanda saktah dalam al-Qur‟an biasanya dengan سىث سىح dan juga
kadang-kadang dengan س saja. Di dalam al-Qur‟an ada 4 yaitu:
1)
Surah Kahfi: 1-2
Saktah pada QS. Al-Kahfi:
1, menurut segi kebahasaan susunan kalimatnya sudah sempurna. Dengan kata lain,
jika seorang qari’ membaca waqaf pada lafadz عِوَجًا,
sebenarnya sudah tepat karena sudah termasuk waqaf tamm. Namun
apabila dilihat dari kalimat sesudahnya, ternyata ada lafadz قَيِّمَا sehingga arti
kalimatnya menjadi rancu atau kurang sempurna.
Lafadz قَيِّمَا bukanlah menjadi
sifat/na’at dari lafadz عِوَجًا,
melainkan menjadi halatau maf’ul bihnya lafadz
lafadz عِوَجًا.
Apabila lafadz قَيِّمَا menjadi na’atnya
lafadzعِوَجًا akan mempunyai arti :
“Allah tidak menjadikan al-Quran sebagai ajaran yangbengkok serta lurus”.
Sedangkan apabila menjadi hal atau maf’ul bih akan
menjadi : “Allah tidak menjadikan al-Quran sebagai ajaran yang bengkok,
melainkan menjadikannya sebagai ajaran yang lurus “. Menurut Ad-Darwisy,
kataقَيِّمًا dinashabkan
sebagai hal (penjelas) dari kalimat وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ
عِوَجًا , sedang Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa kata tersebut
dinashabkan lantaran menyimpan fi’il berupa ” جَعَلَهُ “. Berbeda
juga dengan pendapat Abu Hayyan, menurutnya kata قَيِّمًا itu badal
mufrad dari badal jumlah “وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ
عِوَجًا “. Tidak mungkin seorang qari’ memulai
bacaan (ibtida’) dari قَيِّمًا,
sebagaimana juga tidak dibenarkan meneruskan bacaan (washal) dari ayat
sebelumnya. Dengan pertimbangan alasan-alasan diatas, baik diwaqafkan maupun
diwashalkan sama-sama kurang tepat, maka diberikanlah tanda saktah.
2)
Pada saktah QS.
Yaasiin: 52 di dalam kalimat:
مِنْ مَرْقَدِنَا سكتة هَذَا
مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ. Menurut Ad-Darwisy lafadz هٰذَا itu mubtada’ dan khabarnya
adalah lafadz مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ .
Berbeda halnya dengan pendapat Az-Zamakhsyari yang menjadikan lafadz هٰذَا itu na’at dari مَرْقَدِ,
sedangkan مَا sebagai mubtada’ yang khabarnya
tersimpan, yaitu lafadz حق atau هٰذَا. Dari
segi makna, kedua alasan penempatansaktah tersebut sama-sama tepat.
Pertama, orang yang dibangkitkan dari kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang
membangkitkan dari tempat tidur kami (yang) ini. Apa yang dijanjikan Allah dan
dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar”. Kedua, orang yang dibangkitkan
dari kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat
tidur kami. Inilah yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini
pasti benar”. Dengan membaca saktah, kedua makna yang
sama-sama benar tersebut bisa diserasikan, sekaligus juga untuk memisahkan
antara ucapan malaikat dan orang kafir.
3)
Adapun lafadz مَنْ dalam QS. Al-Qiyamah:
27 pada kalimat مَنْ سكتة رَاقٍ dan lafadzبَلْ dalam QS.
Al-Muthafifin: 14 pada kalimat بَلْ سكتة رَانَ adalah untuk
menjelaskan fungsi مَنْ sebagai kata tanya dan
fungsi بَلْ sebagai penegas dan
juga untuk memperjelas idharnya lam dan nun, sebab
apabila lam dan nun bertemu denganra’ seharusnya
dibaca idgham, namun karena lafadz مَنْ dan بَلْ dalamkalimat مَنْسكتة رَاقٍ dan بَلْ سكتة رَانَ mempunyai makna yang
berbeda, maka perlu dipisahkan (diidharkan) dengan waqaf saktah.
Di samping itu, Imam Ashim juga menganjurkan
membaca saktah, pertama, pada akhir QS. Al-Anfaal:75 dan permulaan QS.
At-Taubah. Alasannya secara bahasa dipakai untuk memilah dua surat yang berbeda
yang mana permulaan surat At-Taubah tidak terdapat atau diawali dengan
basmalah. Kedua, pada QS. Al-Haqqah: 28-29 dimaksudkan untuk membedakan
dua ha’ yakni ha’ saktah مَالِيَهْdan ha’ fi’il هَّلَكَ.[2]
b. Imalah
Imalah adalah pembacaan fathah yang miring
kekasroh. Contoh pada surat Hud (11) ﻣﺠﺮﻫﺎ Bunyi RO dibaca
RE (seperti bunyi REmot) sehingga menjadi majREha.
c. Isymam
Isymam adalah menampakkan
dhommah yang terbuang dengan isyarat bibir ketika membaca kata ‘LAATA’MANNA’
pada surat Yusuf (12) ayat 11.
cara bacanya “laa ta’manna”
Nah, karena ini termasuk bacaan isymam, cara membacanya yaitu “laa ta’mannuna”,
namun kata “nuu” yang menjadi tambahan hanya diisyaratkan dengan gerakan bibir
ditambah mencucu tanpa suara. Jadi suara yang kedengaran hanya sebatas “laa
ta’manna”.
d. Naql
Naql adalah memindahkan simbol/baris kasroh pada
huruf HAMZAH ke huruf LAM, yaitu pada surat Al-Hujuroot ayat 11 .
Naql, yaitu memindahkan harakat suatu huruf ke
huruf sukun sebelumnya. Menurut imam Hafs, bacaan ini juga hanya ada dalam
surat al Hujurat ayat 11 بئس الاسم. Alasan
bacaan naql pada kata الاسم yaitu terdapatnya dua hamzah washal (hamzah yang
tidak terbaca di tengah kalimat), yakni hamzah pada al ta’rif daismu (salah
satu dari sepuluh kata benda yang berhamzah washal), yang mengapit lam sehingga
menjadi tidak terbaca di kala sambung dengan kata sebelumnya. Di antara manfaat
bacaan naql ini adalah untuk memudahkan umat Islam membacanya.
e. Tashil
Tashil yaitu meringankan
hamzah kedua (dari dua hamzah yang beriringan) dengan bunyi leburan hamzah
dengan alif.Terdapat dalam surat Fushilat 44yang berbunyi ﻋﺄﺟﻤﻲ
Dilihat dari tulisannya,
bacaannya seharusnya aa’jamiyyuwa ‘arabiyy. Tapi untuk
bacaan ini, hamzah pertama dan kedua cara bacanya agak diringankan.
Ketika bertemu dua hamzah
qatha’ yang berurutan pada satu kata maka melafadzkan kata semacam ini bagi
orang Arab terasaberat, sehingga bacaan seperti ini bisa meringankan.
B.
MUSYKILAT
1.
Pengertian
Musykilat
Musykilat
adalah bacaan-bacaan yang antara tulisan dengan cara membacanya berbeda. Hal
ini bertujuan agar kita dalam membacanya lebih berhati-hati dan terhindar dari
kesalahan membaca.
Beberapa sebab
terjadinya perbedaan :
v Ada
huruf yang tertulis tapi dibaca dengan
suara atau bunyi lain.
v Ada
huruf dalam kata tertulis tapi tidak dibaca.
v Ada
taudan shifir (bulatan kecil di atas alif) ada 2 yaitu:
ü Shifir
Mustadhir : bulatan kecil di atas huruf alif yang berada di tengah kata
sehingga huruf alif tersebut tidak berfungsi dan dibaca pendek.
ü Shifir
Mustahil : bulatan lonjong kecil di atasalif yang berada di akhir kata yang
memiliki fungsi jika waqaf maka dibaca Panjang dan jika wasol dibaca pendek.
2.
Jenis-jenis
Musykilat
a) Perubahan suara
Yaitu suara huruf ص di ganti dengan suara huruf س, ini berada di 3 tempat : QS.Al-Baqarah ayat
245, QS.Al-A’raf ayat 69, dan QS.Ath-thur ayat 37 (yang ini
boleh dibaca tetap ص atau di ganti dengan س).
b) Huruf ro’ di baca tebal
Biasanya jika ada Ro’ Sukun didahului dengan harakat kasrah, maka Ro’ tersebut
dibaca tipis, tetapi pada kata-kata tertentu justru harus dibaca tebal.
c) Huruf
wawu tidak dibaca
Yaitu terdapat huruf wawu dalam sebuah kata, tapi tidak dibaca.
Yaitu terdapat huruf wawu dalam sebuah kata, tapi tidak dibaca.
d) Huruf
“ وا” dibaca pendek
Yaitu terdapat وا dlam sebuah kata, tapi dibaca pendek, Misal : kata اﻧﺒﻮًا.
Yaitu terdapat وا dlam sebuah kata, tapi dibaca pendek, Misal : kata اﻧﺒﻮًا.
e) Harakat
“ ﻪ ”
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kata yang membacanya tidak sesuai dengan kaidah penulisannya. Misal : ﻓﻴﻪ, ﻋﻠﻴﻪ dan lainnya.
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kata yang membacanya tidak sesuai dengan kaidah penulisannya. Misal : ﻓﻴﻪ, ﻋﻠﻴﻪ dan lainnya.
f) Nun
washol/ nun iwadl
Adalah jika ada tanwin yang bertemu dengan hamzah washol, maka cara membacanya suara tanwin harus di ganti dengan nun kasrah. Misal : ﺧﻴﺮن اﻟﻮﺻﻴﻪ.
Adalah jika ada tanwin yang bertemu dengan hamzah washol, maka cara membacanya suara tanwin harus di ganti dengan nun kasrah. Misal : ﺧﻴﺮن اﻟﻮﺻﻴﻪ.
g) Hamzah
sukun saat waqaf dan washol
Dalam Al-Qur’an terdapat hamzah sukun yang jika dibaca setelah waqaf (ibtida’), maka suara hamzah sukun menjadi suara Ya’ sukun (panjang), namun jika dibaca washol, maka hamzah sukun tidak berubah. Missal : اﻳﺘﻮﻧﻲ menjadi اﯨًﺘﻮﻧﻲ saat washol tidak berubah/tetap اﻳﺘﻮﻧﻲ.
Dalam Al-Qur’an terdapat hamzah sukun yang jika dibaca setelah waqaf (ibtida’), maka suara hamzah sukun menjadi suara Ya’ sukun (panjang), namun jika dibaca washol, maka hamzah sukun tidak berubah. Missal : اﻳﺘﻮﻧﻲ menjadi اﯨًﺘﻮﻧﻲ saat washol tidak berubah/tetap اﻳﺘﻮﻧﻲ.
h) “ﺊ ” dibaca
pendek
Yaitu terdapatnya ﺊ dalam sebuah kata,tapi dibaca pendek. Misal: kata ﺘﻟﻘﺎ ﺊ , ﻭﺭﺍ ﺊ dan sebagainya.
Yaitu terdapatnya ﺊ dalam sebuah kata,tapi dibaca pendek. Misal: kata ﺘﻟﻘﺎ ﺊ , ﻭﺭﺍ ﺊ dan sebagainya.
i) “ﺃﻭ” dibaca
pendek
Yaitu terdapat nya dalam sebuah kata,tapi dibaca pendek. Misal: kata ﺃﻭﻟﻭﺍ, ﺃﻭﻟﺌﻙ dan sebagainya.[3]
Yaitu terdapat nya dalam sebuah kata,tapi dibaca pendek. Misal: kata ﺃﻭﻟﻭﺍ, ﺃﻭﻟﺌﻙ dan sebagainya.[3]
j) Huruf
alif tidak dibaca
Yaitu terdapatnya huruf alif dalam sebuah
kata,tetapi tidak dibaca. Misal: kata ﺠﺎﻱﺀ ,ﺘﺎﻴﺌﺴﻭﺍ
k) “…ﺍ…”
dibaca pendek
Terdapat “…ﺍ…” dalam
sebuah kata, tapi dibaca pendek. Misal : kata,
ملانه
افانن dan sebagainya.
l) “…ﺍ dibaca
pendek
Terdapat “…ﺍ dalam sebuah kata, tapi dibaca
pendek. Misal : kata ثمودوا , ندعوا
dan sebagainya.
m) “…ﺍ saat waqof
Terdapat “…ﺍ dalam sebuah kata, saat waqof
dibaca panjang. Misal : السبيلا , الرسولا dan sebagainya.
n) “…ﺍ saat washal
Terdapat “…ﺍ dalam sebuah kata, saat washal dibaca pendek. Misal : السبيلا , الرسولا
dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gharib menurut bahasa artinya tersembunyi atau
samar, sedangkan menurut istilah Ulama qurra’, gharib artinya sesuatu yang
perlu penjelasan khusus dikarenakan samarnya pembahasan atau karena peliknya
permasalahan baik dari segi huruf, lafadz, arti maupun pemahaman yang terdapat
dalam Al-Quran. Adapun bacaan-bacaan yang dianggap gharib (tersembunyi/samar) dalam
qira’ah Imam Ashim riwayat Hafs diantaranya adalah : Imalah, Isymam, Saktah,
Tashil, Naql, Badal dan Shilah. Sedangkan.
Musykilat
adalah bacaan-bacaan yang antara tulisan dengan cara membacanya berbeda. Hal
ini bertujuan agar kita dalam membacanya lebih berhati-hati dan terhindar dari
kesalahan membaca.
B. Kritik
dan Saran
Dengan telah dipaparkannya materi
tentang Ghorib dan Musykilat. Diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembelajaran serta
bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis. Oleh sebab
itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
M Khan.
2008. Praktikum Qira’at, cet. 1.Jakarta:
Amzah.
Misbachul Munir. 2005. Ilmu dan Seni Qiro’atil Qur’an.
Semarang: Binawan.
Dewan Qiro’ati. 1996. Rangkuman
Bacaan Ghorib dan Musykilat. Magelang:ponpes.
http//ghorib dan musykilat.html. Di akses pada tanggal 17 Desember 2017 pukul 14.00 WIB.
http//ghorib dan musykilat.html. Di akses pada tanggal 17 Desember 2017 pukul 14.00 WIB.
http://eprints.walisongo.ac.id/2135/3/63111120-Bab2.pdf.
izin save min
ReplyDeletebagus
ReplyDelete