Search This Blog

Tuesday, September 11, 2018

Makalah Filsafat Pendidikan Islam HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

“HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM ”


Disusun Oleh

VITRI RIDHA WAHYULI    :                                 1614040014

FADHILAH                             :                                 1614040002





                 Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Zulmuqim, MA

Rahmi, MA





JURUSAN TADRIS MATEMATIKA (A)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )

 IMAM BONJOL PADANG

TAHUN AJARAN 2018 M /1439 H

KATA PENGANTAR

ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan taufik hidayahnyalah serta nikmat sehat sehingga penyunsun makalah “Filsafat Pendidikan Islam”guna memenuhi tugas sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada baginda nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunahnya Aamiin... Kami mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah menbantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi mahasiswa pada umumnya, dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun dalam isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.



BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang.

Pendidik (guru) merupakan salah satu hal terpenting dalam proses pendidikan. Tugas pendidik sebagai pendidik merupakan hal yang sangat mulia di sisi Allah SWT dam mendapatkan penghargaan yang tinggi.tapi penghargaan yang tinggi tersebut diberikan kepada guru yang bekerja secara tulus dan ikhlas dalam mengajar peserta didiknya, atau bisa disebut juga guru tersebut bekerja secara profesional.

            Guru bukan hanya mengajarkan materi saja kepada anak didiknya. Tapi juga membimbing mereka menjadi murid yang memunyai akhlak mulia. Serta guru juga menjadi motivator bagi peserta didiknya. Motivasi sangat diperlukan sabagi respon terhadap tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih dalam mencapai tujuan pendidikan.

B.     Rumusan Masalah.

1.      Apa Landasan Al- Qur’an tentang Pendidik dan Peserta Didik ?

2.       Apa Saja Tugas Pendidik ?

3.      Apa Saja Kompetensi Pendidik ?

4.      Apa Pengertian dari Peserta Didik ?

5.      Apa Saja Potensi Peserta Didik dan Sikap Peserta Didik dalam Pembelajaran ?

C.    Tujuan .

1.      Mengetahui  Landasan Al- Qur’an tentang Pendidik dan Peserta Didik.

2.      Mengetahui Saja Tugas Pendidik.

3.      Mengetahui Saja Kompetensi Pendidik.

4.      Mengetahui Pengertian dari Peserta Didik.

5.      Mengetahui Potensi Peserta Didik dan Sikap Peserta Didik dalam Pembelajaran



BAB II

PEMBAHASAN

HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSEPTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

A.    Landasan Al- Qur’an tentang Pendidik dan Peserta Didik

Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang- orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perseptif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga mampu menunaikan tugs- tugas kemanusiaanny (baik sebagai khalifahfial- ardi maupun ‘abd)sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya  terbatas pada orang- orang yang bertugas di sekolah tetapi semua yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan sehingga ia dewas, bahkan sampai meninggal dunia.

Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, teruma anak- anaknya, agar merek terhindar dari azab yang pedih. Firman Allah dalam Al-qur’an artinya:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.[1]

Dalam konteks pendidikan Islam, pendiddik disebut dengan murabbi, muallim, muaddib. Kata murabbi bersal dari bahas rabba, yurabbi. Kata muallimisimfail dari allama, yuallimu sebagiman ditemukan dalam Al- Qur’an (Q.S. 2 :31), sedangakan kata muaddib, berasal dari addaba, yuaddibu, seperti sabda rasul: ” Allah mendidikku, maka ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendiidikan “.

Kata atau istilah “murabbi  misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani dan rohani,, pemeliharaan ini terlihat  dalam proses orang tua membesarkan anak. Sedangkan istilah “mu’allim, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemidahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah muaddib, menurut al- Attas, lebih luas dari istilah muallim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.[2]

Di dalam Undang- Undang Sostem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dibedakan antara pendidik dengan tenaga pendidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota msyarakat yang megabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagi guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya iswara, tutor, istruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.[3]

B.     Tugas Pendidik.

Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain seba sebagainya. Batasan ini memberikan arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaiman pendapat kebayakan orang. Disamping itu, pendidik juga bertuas sebagai motifator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat terakualisasi secara baik dan dinamis.

Di dalam Islam tugas utama yang harus diemban pendidik pada dasarnya adalah mengenalkan dan meneguhkan kembali “perjanjian suci” manusia terhadap Allah. Untuk itu, seorang pendidik harus berupaya mengantarkan peserta didiknya kearah pengenalan kembali syahadah kepada Allah yang telah diikrarkan ketika individu manusia berada di alam ruh. Agar tujuan itu tercapai, maka pendidik harus berusaha mensuciakan diri dari jiwa peserta didiknya, sebab hanya jiwa dan diri yang suci sajalah yang dapat menuju dekat dengan  Allah SWT, Tuhan Yang Maha Suci. Karenanya, sebagaimana dikemukakan oleh An- Nahlawi, selain bertugas mengalihkan berbagai pengetahuan dan ketermpilan kepada peserta didik, tugad utama pendidik adalah Tazkiyah al- nafs , yaitu mengembangkan, menbersihkan dan mengangkat jiwa peserta didik agar sampai pada penciptanya, menjauhkannya dari kejahatan, dan menjaga agar mereka tetap berada pada fitrahnya[4]

Menurut Ahad D.Mariba, tugas pendidik dalam pendidika Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, serta senangtiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan atau kekuranganya. Sementara dalam batasan lain, tgas pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran, yaitu;

1.      Sebagi pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajarn, melaksanakan program yang disusun, dan akhirnya dengan melaksanakan penilain setelah program tersebu dilaksanakan.

2.      Sebagi pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian sempurna (insankamil), seiring dengan tujuan penciptaan-Nya.

3.      Sebagi pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri, peserta didik, maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakuakan. [5]

Selain itu tugas pendidik yang paling utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, hati manusia untuk ber- tagarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al- Rahman al Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucisn, yakni berfungsi pengembang fitrah manusia.  pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.[6]

C.    Kompetensi Pendidik.

Dalam persepektif kebijakan nasional, pemerintahan telah merumusksn empat jenis kompetensi guru, sebagaiman tercantum dalam penjelasan Peraturan Pemerintah NO.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagigis, kepribadian, sosial dan profesional.

1.      Kompetensi Pedagogis.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 88), yang dimaksud dengan kompetensi padagigis adalah:

a.       Pemahaman wawasan atau landasan pendidikan.

Seorang guru harus memahami hakikat pendidikan dan konsep yang terkait dengan pendidikan. Pemahaman yang benar tentang konsep pendidikan tersebut akan membuat guru sadar posisi strategisnya di tengah masyarakat dan perannya yang besar bagi upaya pencerdaskan genersi bangsa.

b.      Pemahaman tentang peserta didik.

Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami tahap perkembanagn yang telah dicapainya, kemampuannya, keungglan dan kekuranganya, hambatan yang dihadapi serta faktor dominan yang mempengaruhinya.

c.       Pengembangan kurikulum/silabus

Setiap guru banyak menggunakan buku sebagai bahan ajar. Meskipun demikian guru harus memperhatikan proses pengembangan kurikulum, menurut Miller dan Seller mencakup tiga hal yaitu: menysun tujuan umum dan khusus, mengidentifikasi materi yang tepat, dan pemilihan stategi belajr mengajar.

d.      Perancangan pembelajaran

Menurut Naegie (2002: 8), “ guru efektif mengatur kelas mereka dengan prosedur- dan mereka menyiapkannya. Perancangan pembelajaran berdampak positif berikut ini : siswa akan selalu mendapatkan pengetahuan dari guru, menumbuhkan kepercayaan siswa kepada guru, belajar akan menjadi aktivitas yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu oleh dan bagi siswa. 

e.       Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

Harowitz, et al. Menjelaskan bahwa “ guru yang memahami perkembangan anak dan belajar akan efektif dikelas, yaitu dalam proses belajar mengajar. Mengajar adalah proses dua arah, yaitu dimana siswa dapat mengklasifikasikan hal-hal yang belum dipahaminya dari apa saja yang sedang disampaikan oleh guru di dalam kelas.

f.        Evaluasi hasil belajar.

Kesuksesan seorang guru sebagai pendidik profesional tergantung pada pemahamannya dan pengolahan terhadap niali pendidikan, dan kemampuannya bekerja efektif dalam penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

g.      Pengembangan peserta didik untuk mengatualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Belajar merupaka proses dimana penegtahuan, konsep, keterampilan dan perilaku diperoleh, dipahami, diterapkan, dan dikembangkan. Maka belajar merupakan peoses kognitif, sosial, dan perilaku. Pendidikan harus memilki kualita dan kompetensi agen pembelajaran. Yang maksudnya “peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan memberi inspirasi belajar bagi peserta didik.” (BSNP, 2006: 87)[7]

2.      Kompetensi Kepribadian.

a.       Berakhlak mulia.

Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk mengemangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta tanggungjawab. Esensi pendidikan mengubah prilaku. Guru akan mampu mengubah perilaku peserta didik jika dirinya telah menjadi manusia baik.

b.      Mantap, stabil, dan dewasa.

Guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Minimal ada tiga ciri kedewasaan antara lain: orang dewasa telah memiliki tujuan dan pedoman hidup, orang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu secara objektif, orang yang telah bisa bertanggung jawab.

c.       Arif dan bijaksana.

Guru bukan hanya munusia pembelajar tetap menjadi manuia yang bijak, seorang saleh yang dapt mempengaruhi pikiran generasi muda. Seorang guru tidak boleh sombong dengan ilmunya, karena mereka lebih mengetahui dan termpil di bandingkan guru lainya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya.

d.      Menjadi teladan.

Secar teoritis, menjadi teladan merupakan integral dari seorang guru, sehingga guru berarti  menerima tanggungjawab menjadi teladan. Ini patut dimaklumi bahwa manusia adalah makhluk yang suku mencontoh.

e.       Mengevaluasi kinerja sendiri.

Tujuannya adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran dimasa mendatang. Guru dapat mengetahui muu dan respon dan atau umpan balik yang diberikan para siswa saat pembelajaran berlangsung atau setelahnya, baik dalam kelas maupun di luar.

f.        Mengembangkan diri.

Diantara difat yang harus dimiliki guru ialah pembelajarn yang baik atau pembelajran mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Berkembang dan tumbuh  hanya dapat terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajan sendiri, yang verdas memanfaatkan pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungan.[8]

3.      Kompetensi Sosial.

Artinya kompetensi sosial terkait denagn kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi denagn orang lain. Sebagi makhluk sosial guru berprilaku sopan, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungansecar efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Sentuhan sosial menunjukan sesorang profesional dalam melaksanakan harus dilandasi nilai-nilai kemanusiaan, dan kesadaran akan dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya, serta mempunyai nilai ekonomi bagi kemaslahatan masyarkat secara luas.

Kompetensi menurut SlametPH (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi yaitu :

a.       Memahami dan menghargai perbedaan ( respek) serta memiliki kemampuan mengelolah konflik dan benturan.

b.      Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakilnya, dan pihak-pihak terkait lainnya.

c.       Membangun kerja im yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah.

d.      Melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memilik peran dan anggungjawab terhadap kemajuan pembeljaran

e.       Memahami kemampuan untuk memahami dan menginternalissikan perubahan lingungan yang berpengaruh terhadap tugas.

f.        Mempunyai kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya.

g.      Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelolah yang baik.[9]

4.      Kompetensi Profesional.

Kompetensi profesional berkaitan dengan bidang studi menurut Slamet Ph (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi yaitu;

a.       Memahami mata pembelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar.

b.      Memahami standar kompetensi dan standar isi mata pembelajaran yang tertera dalam Peraturan Manteri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.

c.       Memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menugi materi ajar.

d.      Memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait.

e.       Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.[10]

D.    Pengertian Peserta Didik.

Dalam perspektif pendidikan Islam, peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh kareanya, aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik di dalamnya. Dalam pradigma pedidikan Islam, peserta didik merupakan orang dewasa yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih erlu dikembangakan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukran, maupun perimbangan pada bagian- bagian lainnya.

Melalui paradigma diatas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarhkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.[11]

Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupu psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.

Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota msyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Samsul Nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik yaitu:

1.      Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunuanya sendiri.

2.      Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.

3.      Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.

4.      Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.

5.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atu fitrah yang dapt dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

6.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus di penuhi.[12]

E.     Potensi Peserta Didik dan Sikap Peserta Didik dalam Pembelajaran.

Dalam fitrah terkandung beberapa komponen potensial yang siap dikembangkan, yaitu :

1.      Kemampuan dasar untuk beragama Islam seperti yang digambarkan dalam Al- Quran dialog antara janin dan Tuhan ketika janin masih berada di dalam rahim seorang ibu, di mana Allah menanyakan “alasTu bi Robbikum?” Janin menjawabnya dengan “Balaa, syahidna.”

2.      Mawahib (bakat) yang memuat kemampuan dasar yang lebih dominan dibandingkan dengan yang dimiliki orang lain, dan “Qabliyyat” (tendensi atau kecendrungan) yang mengacu kepada keimanan kepada Allah.

3.      Naluri dan kewahyuan (revilation).

4.      Kemampuan dasar untuk beragama secara umum.

5.      Dalam fitrah terdapat komponen psikologis apapun, yaitu bakat, instink atau gharizah, nafsu dan dorongan-dorongannya, karakter atau watak tabi`at manusia, hereditas atau keturunan, serta intuisi atau ilham.

Ada enam potensi dasar yang dimiliki anak yang baru dilahirkan yang tercakup dalam konsep fitrah,  yaitu:

1. Bakat dan kecerdasan

2. Hereditas (keturunan)

3. Nafsu (drivers)

4. Karakter (watak asli)

5. Intuisi (ilham)

6. Instink (naluri).

Seorang anak yang dilahirkan telah memiliki bekal bakat dan kecerdasan yang akan memberikan peluang bagi anak tersebut untuk berhasil dalam kehidupannya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang ia miliki.[13]

Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu:

1.      Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2.      Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3.      Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4.      Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5.      Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6.      Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7.      Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

8.      Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

9.      Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

10.  Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan.

Dalam Islam, orang yang pertama bertanggung jawab adalah ayah dan ibu (orang tua), tapi seiring berkembangnya dan kemajuanzaman tugas itu diserahkan kepada pihak lembaga pendidikan yang bertugas sebagai pendidik kedua setelah orang tua, dan pada intinya baik orang tua, maupun tenaga pendidik adalah memebimbing anak didik dalam perkembagan jasmani dan rohaninya agar mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yakni menjadi insan kamil.

Dalam paradigma Jawa, pendidikan diidentikan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru  memilki seperangkat ilmu yang memadai yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan dunia ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang  karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.

B.     Saran.

Dalam penyusunan makalah ini, pemakalah menyarankan agar para pembaca tidak hanya berpegang pada makalah ini, karena pemakalah menyadari masih ada kekurangan baik dalam isi, maupun dalam bahasanya. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritikan dari pembaca, yang dapat memberikan masukan tentang menulis makalah lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA
Nizar, Samsul. (2002). Filsafat Pendidikan Islam. Jakatra: Ciputat Pers.
Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rasyidin, Al (2008) Falsafah Pendidikan Islam. Bandung: Citapusaka Media Perintis.
Musfah, Jejen.(2011). Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana Prena Media Grup.
Sagala, Syaiful. (2011) Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.  Bandung: Alfabeta.
Hartono. (2014) Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam.



















[1] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakatra; Ciputat Pers, 2002), hlm. 41-42
[2] Ramayulis, IlmuPendidikanIslam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hlm. 56-57
[3]Ibid., hlm. 58
[4] Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, ( Bandung: 2008), hlm. 142
[5]Op., cit., SamsulNizar, hlm.43-44
[6]Op., cit., Ramayulis, hlm. 63
[7] Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Jakarta: Kencana Prena Media Grup, 2011), hlm. 30-41
[8]Ibid., hlm. 43-49
[9]Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, ( Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 38
[10] Ibid.,hlm. 39
[11]Op., cit., Samsul Nizar, hlm. 47
[12]Op.,cit., Ramayulis., hlm. 77-78
[13]Hartono, Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, Jurnal Potensia vol.13 Edisi 1 Januari-Juni 2014

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Evaluasi Kurikulum