MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
“HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN
ISLAM ”
Disusun Oleh
VITRI RIDHA
WAHYULI : 1614040014
FADHILAH : 1614040002
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Zulmuqim, MA
Rahmi, MA
JURUSAN TADRIS
MATEMATIKA (A)
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ( UIN )
IMAM BONJOL PADANG
TAHUN AJARAN
2018 M /1439 H
KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$#
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh puji syukur kita ucapkan
atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan taufik hidayahnyalah serta
nikmat sehat sehingga penyunsun makalah “Filsafat Pendidikan Islam”guna
memenuhi tugas sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat beserta salam selalu
tercurahkan kepada baginda nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang
teguh pada sunahnya Aamiin... Kami mengucapakan terima kasih kepada semua pihak
yang telah menbantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada
waktunya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi
mahasiswa pada umumnya, dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun dalam isi dari
keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan
kami untuk kedepannya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pendidik (guru) merupakan salah satu hal terpenting dalam proses
pendidikan. Tugas pendidik sebagai pendidik merupakan hal yang sangat mulia di
sisi Allah SWT dam mendapatkan penghargaan yang tinggi.tapi penghargaan yang
tinggi tersebut diberikan kepada guru yang bekerja secara tulus dan ikhlas
dalam mengajar peserta didiknya, atau bisa disebut juga guru tersebut bekerja
secara profesional.
Guru bukan hanya
mengajarkan materi saja kepada anak didiknya. Tapi juga membimbing mereka
menjadi murid yang memunyai akhlak mulia. Serta guru juga menjadi motivator
bagi peserta didiknya. Motivasi sangat diperlukan sabagi respon terhadap tugas
dan tanggung jawab guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih dalam mencapai
tujuan pendidikan.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa Landasan Al- Qur’an tentang Pendidik dan Peserta Didik ?
2. Apa Saja Tugas Pendidik ?
3. Apa Saja Kompetensi Pendidik ?
4. Apa Pengertian dari Peserta Didik ?
5. Apa Saja Potensi Peserta Didik dan Sikap Peserta Didik dalam Pembelajaran ?
C. Tujuan .
1. Mengetahui Landasan Al- Qur’an tentang
Pendidik dan Peserta Didik.
2. Mengetahui Saja Tugas Pendidik.
3. Mengetahui Saja Kompetensi Pendidik.
4. Mengetahui Pengertian dari Peserta Didik.
5. Mengetahui Potensi Peserta Didik dan Sikap Peserta Didik dalam Pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSEPTIF FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Landasan Al- Qur’an tentang Pendidik dan Peserta Didik
Secara umum, pendidik adalah orang
yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik
dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang- orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.
Berdasarkan pengertian diatas, maka
dapat dipahami bahwa pendidik dalam perseptif pendidikan Islam ialah orang yang
bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga mampu menunaikan tugs- tugas
kemanusiaanny (baik sebagai khalifahfial- ardi maupun ‘abd)sesuai
dengan nilai- nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini
bukan hanya terbatas pada orang- orang
yang bertugas di sekolah tetapi semua yang terlibat dalam proses pendidikan
anak mulai sejak alam kandungan sehingga ia dewas, bahkan sampai meninggal
dunia.
Islam mengajarkan bahwa pendidik
pertama dan utama yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani
dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua
orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, teruma anak- anaknya, agar merek
terhindar dari azab yang pedih. Firman Allah dalam Al-qur’an artinya:
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.[1]
Dalam konteks pendidikan Islam,
pendiddik disebut dengan murabbi, muallim, muaddib. Kata murabbi
bersal dari bahas rabba, yurabbi. Kata muallimisimfail
dari allama, yuallimu sebagiman ditemukan dalam Al- Qur’an (Q.S.
2 :31), sedangakan kata muaddib, berasal dari addaba, yuaddibu,
seperti sabda rasul: ” Allah mendidikku, maka ia memberikan kepadaku
sebaik-baik pendiidikan “.
Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang
orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani dan
rohani,, pemeliharaan ini terlihat dalam
proses orang tua membesarkan anak. Sedangkan istilah “mu’allim, pada
umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian
atau pemidahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada orang yang tidak
tahu. Adapun istilah muaddib, menurut al- Attas, lebih
luas dari istilah muallim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan
Islam.[2]
Di dalam Undang- Undang Sostem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dibedakan antara pendidik dengan tenaga
pendidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota msyarakat yang megabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagi guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widya iswara, tutor, istruktur, fasilitator, dan sebutan
lainnya yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.[3]
B.
Tugas Pendidik.
Secara umum, tugas pendidik adalah
mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses
mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan,
dan lain seba sebagainya. Batasan ini memberikan arti bahwa tugas pendidik
bukan hanya sekedar mengajar sebagaiman pendapat kebayakan orang. Disamping
itu, pendidik juga bertuas sebagai motifator dan fasilitator dalam proses
belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat terakualisasi
secara baik dan dinamis.
Di dalam Islam tugas utama yang
harus diemban pendidik pada dasarnya adalah mengenalkan dan meneguhkan kembali
“perjanjian suci” manusia terhadap Allah. Untuk itu, seorang pendidik harus
berupaya mengantarkan peserta didiknya kearah pengenalan kembali syahadah
kepada Allah yang telah diikrarkan ketika individu manusia berada di alam ruh.
Agar tujuan itu tercapai, maka pendidik harus berusaha mensuciakan diri dari
jiwa peserta didiknya, sebab hanya jiwa dan diri yang suci sajalah yang dapat menuju
dekat dengan Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Suci. Karenanya, sebagaimana dikemukakan oleh An- Nahlawi, selain bertugas
mengalihkan berbagai pengetahuan dan ketermpilan kepada peserta didik, tugad
utama pendidik adalah Tazkiyah al- nafs , yaitu mengembangkan,
menbersihkan dan mengangkat jiwa peserta didik agar sampai pada penciptanya,
menjauhkannya dari kejahatan, dan menjaga agar mereka tetap berada pada
fitrahnya[4]
Menurut Ahad D.Mariba, tugas
pendidik dalam pendidika Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau
kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi
berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang
dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, serta senangtiasa membuka
diri terhadap seluruh kelemahan atau kekuranganya. Sementara dalam batasan
lain, tgas pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran, yaitu;
1.
Sebagi
pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajarn,
melaksanakan program yang disusun, dan akhirnya dengan melaksanakan penilain
setelah program tersebu dilaksanakan.
2.
Sebagi
pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan
kepribadian sempurna (insankamil), seiring dengan tujuan penciptaan-Nya.
3.
Sebagi
pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri,
peserta didik, maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakuakan. [5]
Selain itu tugas pendidik yang paling
utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, hati manusia untuk ber-
tagarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al- Rahman al Nahlawi
menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucisn, yakni berfungsi
pengembang fitrah manusia. pembersih,
pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni
menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama
kepada manusia.[6]
C.
Kompetensi Pendidik.
Dalam persepektif kebijakan
nasional, pemerintahan telah merumusksn empat jenis kompetensi guru, sebagaiman
tercantum dalam penjelasan Peraturan Pemerintah NO.19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagigis, kepribadian, sosial
dan profesional.
1.
Kompetensi
Pedagogis.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 88), yang dimaksud
dengan kompetensi padagigis adalah:
a.
Pemahaman
wawasan atau landasan pendidikan.
Seorang guru harus memahami hakikat pendidikan dan konsep yang
terkait dengan pendidikan. Pemahaman yang benar tentang konsep pendidikan
tersebut akan membuat guru sadar posisi strategisnya di tengah masyarakat dan
perannya yang besar bagi upaya pencerdaskan genersi bangsa.
b.
Pemahaman
tentang peserta didik.
Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami tahap
perkembanagn yang telah dicapainya, kemampuannya, keungglan dan kekuranganya,
hambatan yang dihadapi serta faktor dominan yang mempengaruhinya.
c.
Pengembangan
kurikulum/silabus
Setiap guru banyak menggunakan buku sebagai bahan ajar. Meskipun
demikian guru harus memperhatikan proses pengembangan kurikulum, menurut Miller
dan Seller mencakup tiga hal yaitu: menysun tujuan umum dan khusus,
mengidentifikasi materi yang tepat, dan pemilihan stategi belajr mengajar.
d.
Perancangan
pembelajaran
Menurut Naegie (2002: 8), “ guru efektif mengatur kelas mereka
dengan prosedur- dan mereka menyiapkannya. Perancangan pembelajaran berdampak
positif berikut ini : siswa akan selalu mendapatkan pengetahuan dari guru,
menumbuhkan kepercayaan siswa kepada guru, belajar akan menjadi aktivitas yang
menyenangkan dan ditunggu-tunggu oleh dan bagi siswa.
e.
Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis
Harowitz, et al. Menjelaskan bahwa “ guru yang memahami
perkembangan anak dan belajar akan efektif dikelas, yaitu dalam proses belajar
mengajar. Mengajar adalah proses dua arah, yaitu dimana siswa dapat
mengklasifikasikan hal-hal yang belum dipahaminya dari apa saja yang sedang
disampaikan oleh guru di dalam kelas.
f.
Evaluasi
hasil belajar.
Kesuksesan seorang guru sebagai pendidik profesional tergantung
pada pemahamannya dan pengolahan terhadap niali pendidikan, dan kemampuannya
bekerja efektif dalam penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
g.
Pengembangan
peserta didik untuk mengatualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Belajar merupaka proses dimana penegtahuan, konsep, keterampilan
dan perilaku diperoleh, dipahami, diterapkan, dan dikembangkan. Maka belajar
merupakan peoses kognitif, sosial, dan perilaku. Pendidikan harus memilki
kualita dan kompetensi agen pembelajaran. Yang maksudnya “peran pendidik antara
lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan memberi inspirasi belajar bagi
peserta didik.” (BSNP, 2006: 87)[7]
2.
Kompetensi
Kepribadian.
a.
Berakhlak
mulia.
Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk mengemangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri,
dan menjadi warga negara yang demokrasi serta tanggungjawab. Esensi pendidikan
mengubah prilaku. Guru akan mampu mengubah perilaku peserta didik jika dirinya
telah menjadi manusia baik.
b.
Mantap,
stabil, dan dewasa.
Guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang
mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Minimal ada tiga ciri
kedewasaan antara lain: orang dewasa telah memiliki tujuan dan pedoman hidup,
orang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu secara objektif, orang
yang telah bisa bertanggung jawab.
c.
Arif
dan bijaksana.
Guru bukan hanya munusia pembelajar tetap menjadi manuia yang
bijak, seorang saleh yang dapt mempengaruhi pikiran generasi muda. Seorang guru
tidak boleh sombong dengan ilmunya, karena mereka lebih mengetahui dan termpil
di bandingkan guru lainya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan
sejawatnya.
d.
Menjadi
teladan.
Secar teoritis, menjadi teladan merupakan integral dari seorang
guru, sehingga guru berarti menerima
tanggungjawab menjadi teladan. Ini patut dimaklumi bahwa manusia adalah makhluk
yang suku mencontoh.
e.
Mengevaluasi
kinerja sendiri.
Tujuannya adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran dimasa
mendatang. Guru dapat mengetahui muu dan respon dan atau umpan balik yang
diberikan para siswa saat pembelajaran berlangsung atau setelahnya, baik dalam
kelas maupun di luar.
f.
Mengembangkan
diri.
Diantara difat yang harus dimiliki guru ialah pembelajarn yang baik
atau pembelajran mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu.
Berkembang dan tumbuh hanya dapat
terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajan sendiri, yang verdas
memanfaatkan pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungan.[8]
3.
Kompetensi
Sosial.
Artinya kompetensi sosial terkait denagn kemampuan guru sebagai
makhluk sosial dalam berinteraksi denagn orang lain. Sebagi makhluk sosial guru
berprilaku sopan, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungansecar
efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Sentuhan sosial
menunjukan sesorang profesional dalam melaksanakan harus dilandasi nilai-nilai
kemanusiaan, dan kesadaran akan dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya,
serta mempunyai nilai ekonomi bagi kemaslahatan masyarkat secara luas.
Kompetensi menurut SlametPH (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi
yaitu :
a.
Memahami
dan menghargai perbedaan ( respek) serta memiliki kemampuan mengelolah konflik
dan benturan.
b.
Melaksanakan
kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakilnya,
dan pihak-pihak terkait lainnya.
c.
Membangun
kerja im yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah.
d.
Melaksanakan
komunikasi secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang
tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memilik
peran dan anggungjawab terhadap kemajuan pembeljaran
e.
Memahami
kemampuan untuk memahami dan menginternalissikan perubahan lingungan yang
berpengaruh terhadap tugas.
f.
Mempunyai
kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat
sekitarnya.
g.
Melaksanakan
prinsip-prinsip tata kelolah yang baik.[9]
4.
Kompetensi
Profesional.
Kompetensi
profesional berkaitan dengan bidang studi menurut Slamet Ph (2006) terdiri dari
Sub-Kompetensi yaitu;
a.
Memahami
mata pembelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar.
b.
Memahami
standar kompetensi dan standar isi mata pembelajaran yang tertera dalam Peraturan
Manteri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
c.
Memahami
struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menugi materi ajar.
d.
Memahami
hubungan konsep antarmata pelajaran terkait.
e.
Menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.[10]
D.
Pengertian Peserta Didik.
Dalam perspektif pendidikan Islam,
peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh kareanya, aktivitas kependidikan
tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik di dalamnya. Dalam
pradigma pedidikan Islam, peserta didik merupakan orang dewasa yang belum
dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih erlu
dikembangakan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah
jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukran,
maupun perimbangan pada bagian- bagian lainnya.
Melalui paradigma diatas menjelaskan
bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan
bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarhkannya mengembangkan
potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.[11]
Peserta didik secara formal adalah
orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan baik fisik
maupu psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta
didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik,
perkembangan menyangkut psikis.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota
msyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada
jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Samsul Nizar mendeskripsikan enam
kriteria peserta didik yaitu:
1.
Peserta
didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunuanya sendiri.
2.
Peserta
didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.
Peserta
didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan
oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4.
Peserta
didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, jasmani memiliki daya fisik
dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.
5.
Peserta
didik adalah manusia yang memiliki potensi atu fitrah yang dapt dikembangkan
dan berkembang secara dinamis.
6.
Peserta
didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan
jasmani maupun rohani yang harus di penuhi.[12]
E.
Potensi Peserta Didik dan Sikap Peserta Didik dalam Pembelajaran.
Dalam fitrah terkandung beberapa
komponen potensial yang siap dikembangkan, yaitu :
1.
Kemampuan
dasar untuk beragama Islam seperti yang digambarkan dalam Al- Quran dialog
antara janin dan Tuhan ketika janin masih berada di dalam rahim seorang ibu, di
mana Allah menanyakan “alasTu bi Robbikum?” Janin menjawabnya dengan “Balaa,
syahidna.”
2.
Mawahib
(bakat) yang memuat kemampuan dasar yang lebih dominan dibandingkan dengan yang
dimiliki orang lain, dan “Qabliyyat” (tendensi atau kecendrungan) yang mengacu
kepada keimanan kepada Allah.
3.
Naluri
dan kewahyuan (revilation).
4.
Kemampuan
dasar untuk beragama secara umum.
5.
Dalam
fitrah terdapat komponen psikologis apapun, yaitu bakat, instink atau gharizah,
nafsu dan dorongan-dorongannya, karakter atau watak tabi`at manusia, hereditas
atau keturunan, serta intuisi atau ilham.
Ada enam potensi dasar yang dimiliki anak yang baru dilahirkan yang
tercakup dalam konsep fitrah, yaitu:
1. Bakat dan
kecerdasan
2. Hereditas (keturunan)
3. Nafsu
(drivers)
4. Karakter
(watak asli)
5. Intuisi
(ilham)
6. Instink
(naluri).
Seorang anak yang dilahirkan telah memiliki bekal bakat dan
kecerdasan yang akan memberikan peluang bagi anak tersebut untuk berhasil dalam
kehidupannya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang ia miliki.[13]
Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik dalam
proses pembelajaran yaitu:
1.
Religius
: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
2.
Jujur
: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi
: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.
Disiplin
: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan.
5.
Kerja
Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6.
Kreatif
: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7.
Mandiri
: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas
8.
Rasa
Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
9.
Semangat
Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
10.
Cinta
Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Dalam Islam,
orang yang pertama bertanggung jawab adalah ayah dan ibu (orang tua), tapi
seiring berkembangnya dan kemajuanzaman tugas itu diserahkan kepada pihak
lembaga pendidikan yang bertugas sebagai pendidik kedua setelah orang tua, dan
pada intinya baik orang tua, maupun tenaga pendidik adalah memebimbing anak
didik dalam perkembagan jasmani dan rohaninya agar mencapai tujuan pendidikan
yang sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yakni menjadi insan kamil.
Dalam
paradigma Jawa, pendidikan diidentikan dengan guru (gu dan ru) yang berarti
“digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memilki seperangkat ilmu yang memadai yang
karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan
dunia ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang
utuh, yang karenanya segala tindak
tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
B. Saran.
Dalam penyusunan makalah ini,
pemakalah menyarankan agar para pembaca tidak hanya berpegang pada makalah ini,
karena pemakalah menyadari masih ada kekurangan baik dalam isi, maupun dalam
bahasanya. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritikan dari pembaca, yang
dapat memberikan masukan tentang menulis makalah lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Nizar, Samsul. (2002). Filsafat Pendidikan Islam. Jakatra:
Ciputat Pers.
Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia.
Rasyidin, Al (2008) Falsafah Pendidikan Islam. Bandung:
Citapusaka Media Perintis.
Musfah, Jejen.(2011). Peningkatan
Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana Prena Media Grup.
Sagala, Syaiful. (2011) Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Hartono. (2014) Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif
Filsafat Pendidikan Islam.
[7]
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Jakarta: Kencana Prena Media
Grup, 2011), hlm. 30-41
[8]Ibid.,
hlm. 43-49
[9]Syaiful
Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, ( Bandung:
Alfabeta, 2011), hlm. 38
[10]
Ibid.,hlm. 39
[11]Op.,
cit., Samsul Nizar, hlm. 47
[13]Hartono,
Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam,
Jurnal Potensia vol.13 Edisi 1 Januari-Juni 2014
No comments:
Post a Comment