MAKALAH
FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
Tentang
Fitrah
(Potensi) Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Disusun oleh
1.
NORA SUSANTI (1614040015)
2.
SUCI CAHYATI
(1614040009)
Dosen pembimbing
Irwan, S.Pd.I,M.Pd
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA (A)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1439 H/ 2018
M
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang...................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.......................................................................................
1
C.
Tujuan.........................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ ...... 2
A. Fitrah
(potensi) Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam ……………………………………………………………..................
1. Landasan Al-Qur’an dan Hadist tentang Ftrah........................................ 2
2. Makna Fitrah……….... ........................................................................... 3
3. Macam-macam Fitrah……………………………………………… 5
4. Perbandingan teori Fitrah dengan teori
Nativisme, Empirisme,
dan Konvergensi…………………………………………………… 5
5. Hubungan teori-teori dengan Pendidikan........................................ ...... 7
BAB III PENUTUP....................................................................................... ...... 9
A.
Kesimpulan
........................................................................................... 9
B. Saran ..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat
menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang “Fitrah (Potensi) Manusia dalam
Pandangan Filsafat Pendidikan Islam”. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia memiliki kesempurnaan dibanding makhluk yang lain. Selain menyembah Allah SWT, tugas manusia adalah
mengelola alam beserta isinya. Dalam menjalankan peran dan fungsinya itu,
manusia harus mampu menggunakan potensi atau fitrah. Oleh karena itu agar
pengelolaan bumi, alam, dan kekayaan yang ada didalamnya dapat berjalan sesuai
dengan iradat Allah SWT.
Bekal potensi yang dimiliki manusia berupa kelengkapan
jasmaniyah (fisiologis) dan bekal
ruhaniah (psikologis). Secara fisik manusia adalah makhluk Allah SWT yang
diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya. Bekal akal dan budi yang dimiliki
manusia, merupakan potensi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Untuk
itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya untuk
bisa mencapai fitrah tersebut. Dalam pembahasan ini penulis akan berupaya
mengupas dan menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan fitrah (potensi)
manusia dalam pandangan filsafat pendidikan islam.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa landasan
Al-qur’an dan hadis tentang fitrah?
2.
Apa
makna fitrah?
3.
Apa
macam-macam fitrah?
4.
Bagaimana
perbandingan teori fitrah dengan teori nativisme, emperisme, dan konvergensi?
5.
Bagaimana hubungan teori-teori dengan pendidikan?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa landasan Al-qur’an dan hadis tentang fitrah
2.
Untuk
mengetahui apa makna fitrah
3.
Untuk
mengetahui apa macam-macam fitrah
4.
Untuk
mengetahui bagaimana perbandingan teori fitrah dengan teori nativisme,
emperisme, dan konvergensi
5.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan teori-teori
dengan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fitrah (potensi) Manusia Dalam
Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
1.
Landasan Al-Qur’an dan Hadist tentang Fitrah
Kata fitrah berasal dari bahasa Arab fithrah ( jamak berupa
fitharum ) yang berarti ciptaan dan buatan yang tidak pernah ada sebelumnya,
atau berarti sifat pembawaan yang ada sejak lahir, atau berarti sifat alami
manusia ( human nature ), atau berarti agama, juga berarti sunnah. Hasan
langgulung berpendapat bahwa yang dimaksud fitrah adalah potensi yang baik.
Kata fathara disebut dalam al-Qur’an dan Hadist sebagai berikut[1]
:
Q. S Al–Rum : 30
óOÏ%r'sù
y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9
$ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù
}¨$¨Z9$# $pkön=tæ
4 w @Ïö7s?
È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$#
ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur
usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
Artinya :
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah , (itulah) agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti”
(Q.S Al-Rum : 30)
“ Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah
membawa fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. “(HR. Muslim)
Dari terjemahan ayat Al-Qur’an dan Hadist diatas jelaslah bahwa
manusia lahir sudah membawa fitrah. Menurut Imam al-Ghazali fitrah adalah
sifat dasar manusia yang dibawa sejak lahir dan memiliki
keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut:
a.
Beriman kepada
Allah
b.
Berkemampuan
dan bersedia untuk menerima kebaikan dan ketentuan atas dasar kemampuan untuk
menerina pendidikan dan pengajaran
c.
Dorongan
ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang berwujud daya untuk berfikir
d.
Dorongan
biologis yang berupa syahwat, ghadhab, dan tabiat
e.
Kekuatan-kekuatan dan sifat manusia yang
dapat di kembangkan dan dapat disempurnakan.
Allah SWT menegaskan, perintah untuk mengikuti
agama tauhid dan berpegang teguh pada syariah dan fithrah yang sehat itu
adalah agama yang lurus, tidak ada kebengkokan dan penyimpangan didalamnya.
Pilar fithrah itu hendaknya menjadi penyangga dalam pendidikan islam, agar praktik yang
dilaksanakan selalu mengarah pada kesucian, Islam, iman, dan tauhid.[2]
2.
Makna Fitrah
a.
Makna Etimologi
Fitrah berarti “terbukanya
sesuatu dan melahirkannya”. Maksud makna tersebut ialah ada dua makna
pokok, yang pertama fitrah berarti al-insyqaq atau al-syaqq yang berarti al-inkisar (pecah atau
belah). Makna yang kedua ialah al-knilqah al-ijad, al-ibda’(penciptaan). Makna
yang kedua tersebut saling melengkapi satu sama lainnya. Yang mana makna
al-insyqaq bisa digunakan untuk pemaknaan alam,, namun juga bisa digunakan
untuk manusia. Fitrah berarti “penciptaan” merupakan makna yang lazim dipakai
dalam penciptaan manusia baik fisik maupun psikis.
b.
Makna Nasabi
Pemaknaan nasabi ini
diambil dari pemahaman beberapa ayat dan hadis nabi, dimana kata
fitrah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Pertama, fitrah berarti suci (al-Thuhr) yang maksudnya ialah kosong atau
netral (tidak memiliki kecenderungan baik buruknya). Kedua, fitrah berarti
potensi ber Islam (al-Din al-islamiy) yang artinya beragama Islam, maksudnya ialah
menunjukkan bahwa tujuan penciptaan manusia ialah penyerahan kepada
yang mutlak (ber-Islam). Tanpa ber-Islam berarti kehidupannya telah berpaling
dari fitrah asalnya. Ketiga, fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah. Keempat,
fitrah berarti kondisi selamat (al-Salamah) dan kontiniutas (al-istiqamah) yang
berarti keselamat dalam proses penciptaan, watak, dan strukturnya. Kelima,
fitrah berarti perasaan yang tulus (al-Ikhlas), manusia itu lahir dengan
membawa sifat yang baik.
Keenam, fitrah berarti kesanggupan atau predisposisi untuk
menerima kebenaran. Ketujuh, fitrah itu berarti potensi dasar manusia atau
perasaan untuk beribadah dan makrifat kepada Allah. Kedelapan, fitrah berarti
ketetapan atau takdir asal manusia mengenai kebahagiaan dan kesengsaraan hidup.
Kesembilan, fitrah berarti tabiat atau watak asli dari manusia itu. Kesepuluh,
fitrah berarti sifat-sifat Allah yang ditiupkan pada setiap manusia sebelum
lahir. Kesebelas, fitrah dalam beberapa hadis memiliki arti takdir status anak
yang dilahirkan
.
c.
Makna Terminologi
Dari penggabungan makna etimologi dan nasabi maka dapat disimpulkan
pengertian fitrah secara terminology ialah citra asli yang dinamis yang
terdapat ada sistem-sistem psikofisik manusia, dan diaktualisasikan dalam
bentuk tingkah laku.
3.
Macam-macam
Fitrah
Ibnu Taimiyyah membagi fitrah manusia menjadi dua macam, yaitu fithrah
al-Munazzalah dan fithrah al-ghariyah.[4]
a.
Fithrah
al-Munazzalah
Ialah fitrah dari
luar yang masuk kedalam diri manusia. Fitrah ini berupa petunjuk Al-Qu’an dan sunnah
yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi fitrah al-Gharizzah.
b.
Fithrah
al-Ghrizzah
Ialah fitrah dari
dalam diri manusia, yang berupa daya akal, yang berguna untuk mengembangkan
potensi dasar manusia. Hasan langgulung berpendapat bahwa fitrah dapat dilihat
dari dua segi, yaitu sebagai berikut:
1)
Sebagai
naluri pembawaan sifat-sifat manusia atau sifat-sifat Tuhan yang menjadi
potensi manusia sejak lahir.
2)
Sebagai
wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.
4.
Perbandingan teori fitrah
dengan teori nativisme, empirisme, konvergensi
a.
Teori Fitrah
Fitrah berarti potensi yang dimiliki manusia untuk
menerima agama, iman dan tauhid serta perilaku suci. Dalam pertumbuhannya,
manusia itu sendirilah yang harus berupaya mengarahkan fithrah tersebut
pada iman atau tauhid melalui faktor pendidikan, pergaulan dan lingkungan yang
kondusif.
Ibn
al-Qayyim berpendapat bahwa manusia menerima Islam itu adalah sama dengan jalan
yang ditempuh seorang anak kecil yang menerima ibunya. Sesuai dengan pandangan
ini, manusia bukanlah sudah Muslim semenjak lahirnya, melainkan telah dibekali
dengan potensi yang memungkinkannya menjadi Muslim. Jadi inti fithrah
adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan beragama, lebih spesifik lagi
adalah islam, iman, dan tauhid. [5]
b.
Teori Nativisme
Thomas Hobbes,
mengatakan bahwa manusia itu sejak lahirnya telah membawa “dosa asal” sehingga
masyarakat harus mengendalikan dorongan-dorongan yang tidak baik yang akan
dilakukan oleh manusia. Dan penganut nativisme lainnya seperti, J.J Rousseau,
berpendapat bahwa manusia itu mempunyai bakat dorongan-dorongan yang bersih
murni, sehingga masyarakat harus memberikan kesempatan kepada manusia untuk
mengembangkan dorongan-dorongan yang positif.
Wiggam juga mengatakan bahwa semua kebahagiaan dan keduka an yang terjadi pada manusia ialah bukan karena faktor lingkungan,
melainkan karena ada gen-gen yang ada dalam tubuh manusia. Dan C. Lombrosso
mengatakan bahwa manusia tergolong dalam dua macam sesuai dengan bakatnya,
yaitu orang yang biasa (sehat) dan penjahat.
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa teori nativisme ialah pembawaan yang dibawa manusia sejak ia dilahirkan
yang nantinya akan menentukan perkembangan manusia selanjutnya.
c.
Teori Empiris
John locke terkenal
dengan teori tabula rasa. Tabula rasa ini disebut juga dengan kertas putih,
yang maksudnya ialah bahwa manusia itu sejak lahirnya dalam keadaan netral,
yang artinya tidak ada pembawaan apapun dari lahir. Kepribadian pada diri
seseorang secara umum dapat dinyatakan melalui, yang pertama melalui sikap,
ialah kecenderungan seseorang melihat ‘sesuatu’ secara mental yang mengaruh
pada perilaku yang ditujukan pada orang lain, ide, obyek, dan kelompok
tertentu. Yang kedua ialah melalui perilaku, perilaku merupakan cerminan dari
sikap seseorang. Yang ketiga ialah melalui tutur bahasa, bahasa yang digunakan
ialah bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Jadi dapat disimpulkan empirisme ialah perkembangan itu
tergantung faktor lingkungannya, sedangkan dasarnya tidak mempengaruhi sama
sekali.
d.
Teori Konvergensi
Menurut William
perkembangan manusia itu bergerak secara konvergen antara nativisme atau
keturunan dan empirisme atau lingkungannya, termasuk pendidikan. Jadi dapat
disimpulkan konvergensi ialah suatu aliran yang berpendapat bahwa perkembangan
manusia itu dipengaruhi oleh interaksi dan perpaduan antara faktor bereditas
dan lingkungannya.[6]
5.
Hubungan
teori-teori dengan Pendidikan
a.
Teori Nativisme
Dari
teori nativisme yang mengatakan bahwa pembawaan yang nantinya akan menentukan
perkembangan selanjutnya pada manusia. Dalam hubungannya dengan konsepsi
kependidikan islam yang nativistis, faktor pembawaan yang diakui pula sebagai
unsur pembentuk corak keagamaan dalam diri manusia. Hal ini digambarkan dalam
kitab suci Al-quran tentang peristiwa Nabi Ibrahim yang orang tuanya menyembah
berhala. Dengan kemampuan akal pikiranya yang mencari dan menyelidiki alam
sekitar, akhirnya dapat menemukan Tuhannya yang benar sesuai dengan
keislamannya. Sebaliknya anak Nabi Nuh yang tidak mau mengikuti ayahnya naik ke
atas perahu ketika banjir besar melanda dunia, ia tetap dalam status nonmuslim
(kafir) walaupun ayahnya sebagai Nabi yang islam.[7]
Jadi jika kita hubungkan dengan pendidikan, bahwa
dalam pendidikan peserta didik berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya. Sedangkan pendidik
bertugas mendampingi peserta didik mengembangkan potensinya.
b.
Teori Empirisme
Dari pandangan
empirisme tersebut dapat kita hubungkan dengan pendidikan, yaitu
diperlukannya lingkungan yang mendukung dalam pengembangan potensi yang ada
dalam diri peserta didik.
c.
Teori Konvergensi
Dari pandangan teori
konvergensi dapat kita hubungkan dengan pendidikan, yang mana dalam fitrahnya
manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah.
Kemampuan memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses pendidikan yang
mempengaruhinya.[8]
BAB 111
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan
yang terbawa sejak lahir yang berpusat pada “potensi dasar” untuk berkembang. Fitrah
berarti potensi yang dimiliki manusia untuk menerima agama, iman dan tauhid
serta perilaku suci. Dalam pertumbuhannya, manusia itu sendirilah yang harus
berupaya mengarahkan fithrah tersebut pada iman atau tauhid melalui
faktor pendidikan, pergaulan dan lingkungan yang kondusif.
Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa manusia menerima
Islam itu adalah sama dengan jalan yang ditempuh seorang anak kecil yang
menerima ibunya. Sesuai dengan pandangan ini, manusia bukanlah sudah Muslim
semenjak lahirnya, melainkan telah dibekali dengan potensi yang memungkinkannya
menjadi Muslim. Jadi inti fithrah adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan
beragama, lebih spesifik lagi adalah islam, iman, dan tauhid.
B.
Saran
Penulis mohon maaf
jika banyak kesalahan dalam makalah ini. Karena kalimat sempurna hanyalah milik
Allah SWT. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan makalah ini.
[3] Abd Mujib, Nuansa-nuansa Psikologi Islam,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada), h. 78-85
[8] Ngalim Purwanto, Ilmu pendidikan Teoritis dan
Praktis, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 59
DAFTAR
PUSTAKA
Haris, Abd. 2010. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah
Rachman, Abd. 2010. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mujib, Abd. 2002. Nuansa-nuansa
Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Koeswara. 1991. Teori-teori
Kepribadian. Bandung: P.
T. Eresco
Arifin, Muzayyin. 2003. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Purwanto, Ngalim. 2002. Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
No comments:
Post a Comment