Search This Blog

Tuesday, September 11, 2018

Makalah Filsafat Pendidikan Islam tentang Fitrah Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam


MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Tentang

Fitrah (Potensi) Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam


Disusun oleh

1.     NORA SUSANTI (1614040015)



2.      SUCI CAHYATI (1614040009)



Dosen pembimbing

Irwan, S.Pd.I,M.Pd

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA (A)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

1439 H/ 2018 M

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I   PENDAHULUAN................................................................................... 1

A.    Latar Belakang......................................................................................        1

B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 1

C.     Tujuan......................................................................................................... 1    

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ ...... 2

A.    Fitrah (potensi) Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam         ……………………………………………………………..................

1. Landasan Al-Qur’an dan Hadist tentang Ftrah........................................ 2

2. Makna Fitrah……….... ........................................................................... 3

3. Macam-macam Fitrah………………………………………………       5

4. Perbandingan teori Fitrah dengan teori Nativisme, Empirisme,

    dan Konvergensi……………………………………………………       5

5. Hubungan teori-teori dengan Pendidikan........................................ ...... 7

BAB III PENUTUP....................................................................................... ...... 9

A.    Kesimpulan ........................................................................................... 9

B.  Saran ..................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA



































KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang “Fitrah (Potensi) Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam”. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Makalah ini masih jauh dari kata  sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.











BAB 1

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

Manusia memiliki kesempurnaan dibanding makhluk yang lain. Selain menyembah Allah SWT, tugas manusia adalah mengelola alam beserta isinya. Dalam menjalankan peran dan fungsinya itu, manusia harus mampu menggunakan potensi atau fitrah. Oleh karena itu agar pengelolaan bumi, alam, dan kekayaan yang ada didalamnya dapat berjalan sesuai dengan iradat Allah SWT.

Bekal potensi yang dimiliki manusia berupa kelengkapan jasmaniyah (fisiologis) dan bekal ruhaniah (psikologis). Secara fisik manusia adalah makhluk Allah SWT yang diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya. Bekal akal dan budi yang dimiliki manusia, merupakan potensi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya untuk bisa mencapai fitrah tersebut. Dalam pembahasan ini penulis akan berupaya mengupas dan menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan fitrah (potensi) manusia dalam pandangan filsafat pendidikan islam.



B.     Rumusan Masalah

1.      Apa landasan Al-qur’an dan hadis tentang fitrah?

2.      Apa makna fitrah?

3.      Apa macam-macam fitrah?

4.      Bagaimana perbandingan teori fitrah dengan teori nativisme, emperisme, dan konvergensi?

5.      Bagaimana hubungan teori-teori dengan pendidikan?



C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui apa landasan Al-qur’an dan hadis tentang fitrah

2.      Untuk mengetahui apa makna fitrah

3.      Untuk mengetahui apa macam-macam fitrah

4.      Untuk mengetahui bagaimana perbandingan teori fitrah dengan teori nativisme, emperisme, dan konvergensi

5.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan teori-teori dengan pendidikan













BAB II

PEMBAHASAN



A.    Fitrah (potensi) Manusia Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam

1.      Landasan Al-Qur’an dan Hadist tentang Fitrah

Kata fitrah berasal dari bahasa Arab fithrah ( jamak berupa fitharum ) yang berarti ciptaan dan buatan yang tidak pernah ada sebelumnya, atau berarti sifat pembawaan yang ada sejak lahir, atau berarti sifat alami manusia ( human nature ), atau berarti agama, juga berarti sunnah. Hasan langgulung berpendapat bahwa yang dimaksud fitrah adalah potensi yang baik. Kata fathara disebut dalam al-Qur’an dan Hadist sebagai berikut[1] :

Q. S Al–Rum : 30

óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  

Artinya :

“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah , (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti” (Q.S Al-Rum : 30)

“ Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. “(HR. Muslim)

Dari terjemahan ayat Al-Qur’an dan Hadist diatas jelaslah bahwa manusia lahir sudah membawa fitrah. Menurut Imam al-Ghazali fitrah adalah sifat dasar manusia yang dibawa sejak lahir dan memiliki keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut:

a.       Beriman kepada Allah

b.      Berkemampuan dan bersedia untuk menerima kebaikan dan ketentuan atas dasar kemampuan untuk menerina pendidikan dan pengajaran

c.       Dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang berwujud daya untuk berfikir

d.      Dorongan biologis yang berupa syahwat, ghadhab, dan tabiat

e.       Kekuatan-kekuatan dan sifat manusia yang dapat di kembangkan dan dapat disempurnakan.

Allah SWT menegaskan, perintah untuk mengikuti agama tauhid dan berpegang teguh pada syariah dan fithrah yang sehat itu adalah agama yang lurus, tidak ada kebengkokan dan penyimpangan didalamnya. Pilar fithrah itu hendaknya menjadi penyangga dalam  pendidikan islam, agar praktik yang dilaksanakan selalu mengarah pada kesucian, Islam, iman, dan tauhid.[2]



2.      Makna Fitrah

Fitrah dapat dimaknai secara Etimologi, Nasabi dan Terminologi.[3]

a.       Makna Etimologi

Fitrah berarti “terbukanya sesuatu dan melahirkannya”. Maksud makna tersebut ialah ada dua makna pokok, yang pertama fitrah berarti al-insyqaq atau al-syaqq yang berarti al-inkisar (pecah atau belah). Makna yang kedua ialah al-knilqah al-ijad, al-ibda’(penciptaan). Makna yang kedua tersebut saling melengkapi satu sama lainnya. Yang mana makna al-insyqaq bisa digunakan untuk pemaknaan alam,, namun juga bisa digunakan untuk manusia. Fitrah berarti “penciptaan” merupakan makna yang lazim dipakai dalam penciptaan manusia baik fisik maupun psikis.

b.      Makna Nasabi

Pemaknaan nasabi ini diambil dari pemahaman beberapa ayat dan hadis nabi, dimana kata fitrah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.

      Pertama, fitrah berarti suci (al-Thuhr) yang maksudnya ialah kosong atau netral (tidak memiliki kecenderungan baik buruknya). Kedua, fitrah berarti potensi ber Islam (al-Din al-islamiy) yang artinya beragama Islam, maksudnya ialah menunjukkan bahwa tujuan penciptaan manusia ialah penyerahan kepada yang mutlak (ber-Islam). Tanpa ber-Islam berarti kehidupannya telah berpaling dari fitrah asalnya. Ketiga, fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah. Keempat, fitrah berarti kondisi selamat (al-Salamah) dan kontiniutas (al-istiqamah) yang berarti keselamat dalam proses penciptaan, watak, dan strukturnya. Kelima, fitrah berarti perasaan yang tulus (al-Ikhlas), manusia itu lahir dengan membawa sifat yang baik.

      Keenam, fitrah berarti kesanggupan atau predisposisi untuk menerima kebenaran. Ketujuh, fitrah itu berarti potensi dasar manusia atau perasaan untuk beribadah dan makrifat kepada Allah. Kedelapan, fitrah berarti ketetapan atau takdir asal manusia mengenai kebahagiaan dan kesengsaraan hidup. Kesembilan, fitrah berarti tabiat atau watak asli dari manusia itu. Kesepuluh, fitrah berarti sifat-sifat Allah yang ditiupkan pada setiap manusia sebelum lahir. Kesebelas, fitrah dalam beberapa hadis memiliki arti takdir status anak yang dilahirkan



.

c.       Makna Terminologi

Dari penggabungan makna etimologi dan nasabi maka dapat disimpulkan pengertian fitrah secara terminology ialah citra asli yang dinamis yang terdapat ada sistem-sistem psikofisik manusia, dan diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku.



3.      Macam-macam Fitrah

Ibnu Taimiyyah membagi fitrah manusia menjadi dua macam, yaitu fithrah al-Munazzalah dan fithrah al-ghariyah.[4]

a.       Fithrah al-Munazzalah

Ialah fitrah dari luar yang masuk kedalam diri manusia. Fitrah ini berupa petunjuk Al-Qu’an dan sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi fitrah al-Gharizzah.

b.      Fithrah al-Ghrizzah

Ialah fitrah dari dalam diri manusia, yang berupa daya akal, yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia. Hasan langgulung berpendapat bahwa fitrah dapat dilihat dari dua segi, yaitu sebagai berikut:

1)      Sebagai naluri pembawaan sifat-sifat manusia atau sifat-sifat Tuhan yang menjadi potensi manusia sejak lahir.

2)      Sebagai wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.



4.      Perbandingan teori fitrah dengan teori nativisme, empirisme, konvergensi

a.       Teori Fitrah

Fitrah berarti potensi yang dimiliki manusia untuk menerima agama, iman dan tauhid serta perilaku suci. Dalam pertumbuhannya, manusia itu sendirilah yang harus berupaya mengarahkan fithrah tersebut pada iman atau tauhid melalui faktor pendidikan, pergaulan dan lingkungan yang kondusif.

Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa manusia menerima Islam itu adalah sama dengan jalan yang ditempuh seorang anak kecil yang menerima ibunya. Sesuai dengan pandangan ini, manusia bukanlah sudah Muslim semenjak lahirnya, melainkan telah dibekali dengan potensi yang memungkinkannya menjadi Muslim. Jadi inti fithrah adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan beragama, lebih spesifik lagi adalah islam, iman, dan tauhid. [5]

b.      Teori Nativisme

Thomas Hobbes, mengatakan bahwa manusia itu sejak lahirnya telah membawa “dosa asal” sehingga masyarakat harus mengendalikan dorongan-dorongan yang tidak baik yang akan dilakukan oleh manusia. Dan penganut nativisme lainnya seperti, J.J Rousseau, berpendapat bahwa manusia itu mempunyai bakat dorongan-dorongan yang bersih murni, sehingga masyarakat harus memberikan kesempatan kepada manusia untuk mengembangkan dorongan-dorongan yang positif.

            Wiggam juga mengatakan bahwa semua kebahagiaan dan keduka  an yang terjadi pada manusia ialah bukan karena faktor lingkungan, melainkan karena ada gen-gen yang ada dalam tubuh manusia. Dan C. Lombrosso mengatakan bahwa manusia tergolong dalam dua macam sesuai dengan bakatnya, yaitu orang yang biasa (sehat) dan penjahat.

            Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa teori nativisme ialah pembawaan yang dibawa manusia sejak ia dilahirkan yang nantinya akan menentukan perkembangan manusia selanjutnya.





c.       Teori Empiris

John locke terkenal dengan teori tabula rasa. Tabula rasa ini disebut juga dengan kertas putih, yang maksudnya ialah bahwa manusia itu sejak lahirnya dalam keadaan netral, yang artinya tidak ada pembawaan apapun dari lahir. Kepribadian pada diri seseorang secara umum dapat dinyatakan melalui, yang pertama melalui sikap, ialah kecenderungan seseorang melihat ‘sesuatu’ secara mental yang mengaruh pada perilaku yang ditujukan pada orang lain, ide, obyek, dan kelompok tertentu. Yang kedua ialah melalui perilaku, perilaku merupakan cerminan dari sikap seseorang. Yang ketiga ialah melalui tutur bahasa, bahasa yang digunakan ialah bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

            Jadi dapat disimpulkan empirisme ialah perkembangan itu tergantung faktor lingkungannya, sedangkan dasarnya tidak mempengaruhi sama sekali.

d.      Teori Konvergensi

Menurut William perkembangan manusia itu bergerak secara konvergen antara nativisme atau keturunan dan empirisme atau lingkungannya, termasuk pendidikan. Jadi dapat disimpulkan konvergensi ialah suatu aliran yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh interaksi dan perpaduan antara faktor bereditas dan lingkungannya.[6]



5.      Hubungan teori-teori dengan Pendidikan

a.       Teori Nativisme

Dari teori nativisme yang mengatakan bahwa pembawaan yang nantinya akan menentukan perkembangan selanjutnya pada manusia. Dalam hubungannya dengan konsepsi kependidikan islam yang nativistis, faktor pembawaan yang diakui pula sebagai unsur pembentuk corak keagamaan dalam diri manusia. Hal ini digambarkan dalam kitab suci Al-quran tentang peristiwa Nabi Ibrahim yang orang tuanya menyembah berhala. Dengan kemampuan akal pikiranya yang mencari dan menyelidiki alam sekitar, akhirnya dapat menemukan Tuhannya yang benar sesuai dengan keislamannya. Sebaliknya anak Nabi Nuh yang tidak mau mengikuti ayahnya naik ke atas perahu ketika banjir besar melanda dunia, ia tetap dalam status nonmuslim (kafir) walaupun ayahnya sebagai Nabi yang islam.[7]

Jadi jika kita hubungkan dengan pendidikan, bahwa dalam pendidikan peserta didik berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sedangkan pendidik bertugas mendampingi peserta didik mengembangkan potensinya.

b.      Teori Empirisme

Dari pandangan empirisme tersebut dapat kita hubungkan dengan pendidikan, yaitu diperlukannya lingkungan yang mendukung dalam pengembangan potensi yang ada dalam diri peserta didik.

c.       Teori Konvergensi

Dari pandangan teori konvergensi dapat kita hubungkan dengan pendidikan, yang mana dalam fitrahnya manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah. Kemampuan memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses pendidikan yang mempengaruhinya.[8]













BAB 111

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan yang terbawa sejak lahir yang berpusat pada “potensi dasar” untuk berkembang. Fitrah berarti potensi yang dimiliki manusia untuk menerima agama, iman dan tauhid serta perilaku suci. Dalam pertumbuhannya, manusia itu sendirilah yang harus berupaya mengarahkan fithrah tersebut pada iman atau tauhid melalui faktor pendidikan, pergaulan dan lingkungan yang kondusif.

Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa manusia menerima Islam itu adalah sama dengan jalan yang ditempuh seorang anak kecil yang menerima ibunya. Sesuai dengan pandangan ini, manusia bukanlah sudah Muslim semenjak lahirnya, melainkan telah dibekali dengan potensi yang memungkinkannya menjadi Muslim. Jadi inti fithrah adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan beragama, lebih spesifik lagi adalah islam, iman, dan tauhid.

                                   

B.     Saran

Penulis mohon maaf jika banyak kesalahan dalam makalah ini. Karena kalimat sempurna hanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.



[1] Abd Haris, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h.50-51
[2] Abd Rachman, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), h. 52
[3] Abd Mujib, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), h. 78-85
[4] Abd Haris, Op. Cit.,h. 52
[5] Abd Rachman, Op.,Cit. h.46-47
[6] E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung : Cresco, 1991), h. 4-5
[7] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,  (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h.146
[8] Ngalim Purwanto, Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 59



DAFTAR PUSTAKA





Haris, Abd. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah

           

Rachman, Abd. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada



Mujib, Abd. 2002. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo  Persada



Koeswara. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: P. T. Eresco



Arifin, Muzayyin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara



Purwanto, Ngalim. 2002. Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Evaluasi Kurikulum