MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tentang
HAKIKAT KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Agustina Munthe : 1614040011
Miftahul Magfirah : 1614040018
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Zulmuqim, MA./ Rahmi, MA
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA (A)
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI (UIN) IMAM BONJOL PADANG
1439
H/2018 M
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam dunia pendidikan, kurikulum mempunyai peranan
yang penting karena merupakan operasionalisasi tujuan yang hndak dicapai,
bahkan tujan tidak akan tercapai tanpa melibatkan kurikulum. Kurikulum dalam
pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan
disekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu aktual yang nyata, yaitu yang
aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Didalam pendidikan, kegiatan
yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, atau dapat dianggap
sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, olahraga, pramuka dan pergaulan
,dan beberapa kegiatan lainnya diluar bidang studi yang dipelajari.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam
pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan
kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami komponen kurikulum, azas
kurikulum, dan pengembangan kurikulum dalam dunia pendidikan Islam. Oleh karena
itu, pihak-pihak terkait dengan kurikulum harus memahami terlebih dahulu
hakikat kurikulum, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hakikat kurikulum
tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari kurikulum?
2. Apa
saja azas-azas kurikulum?
3. Apa
saja komponen-komponen kurikulum?
4. Bagaimana
pengembangan kurikulum pendidikan Islam?
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui pengertian dari kurikulum.
2. Untuk
mengetahui azas-azas kurikulum.
3. Untuk
mengetahui komponen-komponen kurikulum.
4. Untuk
mengetahui pengembangan kurikulum pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kurikulum
1. Sejarah
Kurikulum
Kata
kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan lebih kurang
sejak satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk petama kalinya dalam
kamus Webster 1856.[1]
Yang digunakan dalam dunia olahraga atletik Curere berarti berlari. Istilah
tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti penghubung
atau seseorang yang bertugas menyampaikan tujuan, maka istilah kurikulum
kemudian diartikan orang yaitu jarak yang harus ditempuh. Dari istilah atletik,
kurikulum mengalami perubahan arti kedunia pendidikan.[2]
Menurut
pandangan modern, kurikulum lebih dari rencana pembelajaran atau bidang studi.
Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam
proses pendidikan disekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu aktual yang
nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Didalam
pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar,
atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, olahraga,
pramuka dan pergaulan ,dan beberapa kegiatan lainnya diluar bidang studi yang
dipelajari. Pandanaga modern berpendapat
bahwa semua penglaman belajar itulah kurikulum.[3]
2. Pengertian
Kurikulum Secara Etimologis
Secara
etimologis, kurikulum nerasal dari bahasa yunani yaitu curir yang artinya
pelari dan curarae tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dr dunia
olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatau
jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari start sampai finish.
Dalam
bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhajj yang berarti jalan
yang diterang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.
Sedangkan kurikulum pendidikan (Mannhajj Al-Dirasah) dalam Qamus Tarbiyah
daalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan .[4]
3. Pengertian
Kurikulum Secara Terminologi
Para
ahli telah banyak mendefenisikan diantaranya.
a. Crow
and Crow mendefenisikan bahwa kurikulum
daalah rancanagan pembelajaran atau sejumah mata pelajaran yang disusun secara
sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah.
b. M.
Arifin memansdang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus
disajikan dalam proses kependidikan dala suatu sistem institusional pendidikan.
c. Zakiah
Daradjat memandang kurikulum sebagai
suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah
tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
d. Dr.
Addamardasyi Sarhan dan Dr. Munir Kamil yang disitir oleh Al-Syaibani, bahwa
kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga,
dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di
luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala
segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[5]
e. Franklin
Bobbit berpendapat bahwa kurikulum dapat dirumuskan sebagai keseluruhan
pengalaman, baik pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung yang
berkaitan dengan perkembangan kesanggupan-kesanggupan individu dan serangkaian
pengalaman-pengalaman pendidikan yang dipergunakan oleh sekolah untuk
menyempurnakan perkembangan peserta didik.
f.
Saylor dan
Alexander memperjelaskan bahwa kurikulum adalah semua usaha sekolah dalam
mempengaruhi belajar siswa baik di dalam kelas, di halaman sekolah, maupun luar
sekolah.
g. Sarhan
dan Kamil mengatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan,
sosial, budaya, olahraga, dan seni yang disediakan sekolah bagi murid-muridnya
di dalam dan di luar sekolah dengan tujuan menolongnya untuk dapat
mengembangkan semua potensi yang ada padanya sesuai dengan tujuan pendidikan.
h. Qurrah
menegaskan bahwa kurikulum dalam pengertian modern adalah semua pengalaman dan
aktivitas yang dialami dan dilaksanakan peserta didik, baik di dalam maupun di
luar sekolah, dan merupakan tanggung jawab dan bimbingan sekolah untuk mencapai
tujuan pendidikan.[6]
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa kurikulum adalah semua kegiatan yang disediakan untuk peserta didik yang
dirancang oleh sekolah atau lembaga pendidikan dalam rangka pembentukkan dan
pengembangan seluruh potensi dan aspek kepribadiannya sesuai dengan tujuan
pendidikan.[7]
B. Azas
Kurikulum
Dalam
pengembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan
sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti memerlukan
azas-azas yang harus dipegang. Azas-azas tersebut cukup kompleks dan tidak
jarang memiliki hal-hal yang bertentangan, karenanya harus memerlukan seleksi.
Pengembangan
kurikulum pada suatu negara, baik di negara berkembang, negara terbelakang, dan
negara-negara termaju, bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang
mungkin mendasar, tetapi tetap ada persamaannya.
Falsafah
yang berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religius, akan
memberikan warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa yang
bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbedaan masyarakat, organisasi
bahan yang digunakan dan pilihan 9psikologi belajar dalam mengmbangkan
kurikulum tersebut.
Berikut
ini akan dijelaskan masing-masing dari azas kurikulum:
1. Azas
Filosofis
Falsafah dalam arti sebenarnya adalah cinta akan
kebenaran, yang merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni philein (cinta) dan Sophia (kebajikan). Dalam batasan modern, filsafat diartikan
sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan
lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan
mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat
manusia di dalamnya.
Sebagai induk dari semua pengetahuan (the mother of knowledge), filsafat dapat
dirumuskan sebagai kajian tentang :
a. Metafisika,
yakni studi tentang hakikat kenyataan atau realitas
b. Epistemologi,
yakni studi tentang hakikat pengetahuan
c. Aksiologi,
yakni studi tentang nilai
d. Etika,
yakni studi tentang hakikat kebaikan
e. Estetika,
yakni studi tentang hakikat keidahan
f. Logika,
yakni studi tentang hakikat penalaran
Bagi para pengembang kurikulum yang
memiliki pemahaman yang kuat tentang rumusan filsafat di atas, kemungkinan akan
memberikan dasar yang kuat pula dalam mengambil suatu keputusan yang tepat dan
konsisten. Namun, suatu hal yang perludiperhatikan oleh pengembang kurikulum
adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembang tidak hanya menonjolkan atau
mementingkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu mempertimbangkan falsafah
yang lain, dan staf pengajar atau pendidik. Namun demikian, seseorang tidak
perlu mendalami semua bidang filsafat dalam pengembangan kurikulum. [8]
Pada dasarnya, berpikir tentang sesuatu
secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh, sebagaimana dilakukan oleh para
filosouf, juga merupakan ajaran pokok dalam Islam. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an
dan Al-Sunnah yang menyuruh manusia untuk menggunakan akal pikirannya dalam
memikirkan hakikat kejadiannya sendiri dan kejadian alam beserta semua isinya
dengan sungguh-sungguh dan medalam.
Misalnya saja terdapat dalam surat
al-Dzariyat ayat 21
þÎûur
ö/ä3Å¡àÿRr&
4 xsùr&
tbrçÅÇö7è?
ÇËÊÈ
21. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka
Apakah kamu tidak memperhatikan?
Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia
untuk dapat memikirkan tentang hakikat dirinya secara mendalam, sehingga
dengannya akan terciptalah teori-teori ilmu pengetahuan tentang menusia dari
berbagai aspek. Demikian juga suruhan Allah kepada manusia untuk memikirkan
kejadian alam beserta segala isinya, agar manusia menemukan ketentuan-ketentuan
yang melekat padanya, berupa teori-teori ilmu pengetahuan dan hikmah-hikmah
dari kejadian alam tersebut, sebagaimana terdapat dalam surat al-Ghasyiyah ayat
17-18 :
xsùr&
tbrãÝàYt
n<Î)
È@Î/M}$#
y#ø2
ôMs)Î=äz
ÇÊÐÈ n<Î)ur
Ïä!$uK¡¡9$#
y#ø2
ôMyèÏùâ
ÇÊÑÈ n<Î)ur
ÉA$t6Ågø:$#
y#øx.
ôMt6ÅÁçR
ÇÊÒÈ n<Î)ur
ÇÚöF{$#
y#øx.
ôMysÏÜß
ÇËÉÈ
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan
unta bagaimana Dia diciptakan,
18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan?
20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Oleh karena itu, dengan menggunakan akal
pikirannya, manusia akan dapat melaksanakan rugas kekhalifahan yang dipikulkan
Allahnya di atas bumi ini dengan baik.[9]
2. Azas
Sosiologis
Azas sosiologi mempunyai peran penting dalam
pengembangan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini.
Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan
kebutuhsn masyarakat. Karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan
memperhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas
tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan.
Dari sudut pandang sosiologis, banyak aspek-aspek yang
turut memberikan pengaruhnmengenai apa yang harus dimasukkan kedalam kurikulum,
yakni yang menjadi kebutuhan masyarakat, antara lain : a) interaksi yang
kompleks antara kekuatan-kekuatan sosial, politik, ekonomi, militer, industri
dan kultural dengan masyarakat, b) berbagai kekuatan dominan, c) pribadi
pimpinan dan tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan formal dan informal di
berbagai lapisan masyarakat.
Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan
dengan tetap merujuk pada azas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan
masyarakat.[10]
3. Azas
Psikologi
Kontribusi psikologi terhadap studi kurikulum memiliki
dua bentuk. Pertama, model konseptual
dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diadaptasi untuk
penelitian pendidikan.
Pertanyaan tentang pengembangan mata pelajaran,
model-model dan metodologi-metodologi itu bermacam-macam, dan informasinya
sering tidak lengkap dan berkontradiksi. Tidak terdapat teori-teori psikologi,
tetapi hanya ada studi-studi dan teori-teori dalam hal perbedaan tingkat
kecanggihan. Tidak kurang, beberapa bidang telah cukup dikembangkan untuk
menawarkan petunjuk-petunjuk kepada pendidik dan perencana kurikulum (curiculum planner).
Pengetahuan psikologi akan membantu para pengembang kurikulum
untuk lebih realistik dalam memilih tujuan-tujuan, tetapi tidak akan menentukan
tujuan-tujuan apa yang seharusnya.[11]
Pentingnya landasan psikologis dalam kurikulum,
terutama adalah dalam menentukan bagaimana kurikulum itu disusun, bagaimana
kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran, dan bagaimana proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik. Diantara cabang-cabang psikologi yang
paling penting sebagai landasan pengembangan kurikulum adalah psikologi
perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan dalam
menetapkan isi kurikulum agar tingkat keleluasaan dan ketepatan bahan pelajaran
dapat sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik. Sedangkan psikologi
belajar diperlukan untuk mengetahui bagaimana proses perubahan tingkah laku
peseta didik dapat terjadi.
Oleh karena itu, Al-Syaibani menjelaskan bahwa
landasan psikologis sangat menentukan dalam penyusunan kurikulum pendidikan
Islam, karena dengan adanya para pendidik dapat mengetahui tahap perkembangan
serta kematangan peserta didik, dapat menentukan kebutuhan, bakat, minat, emosi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan peserta didik, serta menentukan
bagaimana proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan
yang diinginkan. Demikian juga dengan psikologi dapat dipertimbangkan
perkembangan bahasa, kematangan sosial, dan tahap kesiapan religius peserta
didik.[12]
4. Azas
Organisatoris
Keadaan masyarakat senantiasa berubah dan mengalami
kemajuan pesat, sehingga tentu akan memberi beban baru bagi pengembang
kurikulum , yang berperan sebagai pembuat keputusandan memilih terhadap apa yag
harus diajarkan kepada siapa. Dalam hal ini, Nasution menyatakan bahwa ada dua
masalah pokok yang harus dipertimbangkan, yakni:
a. Pengetahuan
apa yang paling berharga untuk diberikan bagi anak didik dalam suatu bidang
studi.
b. Bagaimana
mengorganisasi bahan itu agar anak didik dapat menguasainya dengan
sebaik-baiknya.
Kalau diperhatikan secara seksama, yang paling
berwenang memcahkan masalah adalah para spesialis dalam disiplin ilmu
bersangkutan, dengan persyaratan para spesialis itu selalu mengikuti
perkembangan ilmunya, dan tentunya harus memahami azas filosofis, sosiologis,
psikologindalam mengambil keputusan.
Sementara itu para pengembang kurikulum mempunyai
tugas untuk membantu mereka (para spesialis) agar memahami sepenuhnya akan
tugas mereka dalam menentukan pengetahuan paling berharga tersebut.[13]
5. Azas
Agama
Pada hakikatnya, agama adalah kebutuhan pokok dalam
kehidupan manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Agama merupakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
diturunkan Allah untuk manusia melalui Rasul-Nya. Dengan kata lain, agama
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia untuk menuju kehidupan abadi
di akhirat.
Pendidikan islam adalah suatu proses untuk membina dan
menjadikan manusia agar dapat melaksanakan ketiga aspek, tata keimanan, tata
peribadatan, dan tata mu’amalah yang tercakup dalam ajaran islam tersebut.
Untuk terlaksananya tugas pendidikan Islam tersebut secara operasional, maka
kurikulumnya sangat berperan penting dalam merencanakan apa tujuan pendidikan
yang akan di capai, apa materi pelajaran yang akan diberikan, bagaimana cara
atau metodenya yang tepat, dan bagaimana sistem evaluasi dapat dilaksanakan,
yang disesuaikan dengan ketiga aspek ajaran islam itu. Untuk itu, Al-Syaibani
mengingatkan, bahwa segala sistem yang ada sdalam masyarakat, termasuk sistem
pendidikan dan kurikulumnya, harus menjadikan islam sebagai dasarnya.[14]
C. Komponen
kurikulum
Para
pemikir prndidikan mempunyai ragam dalam menentukan jumlah komponen kurikulum.
a. Subandijah
(1993; 4) membagi komponen kurikulum kedalam:
1) Tujuan,
2) isi atau materi,
3) organisasi atau strategi,
4) media
5) komponen
proses belajar mengajar.
b. Soetopo
dan Soemanto (1993; 26-28) membagi kurikulum kedalam:
1) Tujuan,
2) Isi dan struktur program,
3) Organisasi
dan strategis,
4) Sarana
5) Evaluasi
c. Nasution (1993 : 4-7) meembagi komponen kurikulum
kedalam:
1) Tujuan
2) Bahan
pelajaran
3) Proses
belajajar mengajar
4) Penilaian.[15]
Menuru
Hasan Langgulung ada empat komponen utama kurikulum, yaitu:
a.
Tujuan-tujuan yang
ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana
yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
b.
Pengetahuan
(knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu bagian inilah yang
disebut mata pelajaran.
c.
Metode dan
cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi
murid untuk membawa mereka kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.
d.
Metode dan cara
penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil
proses pendidikan yang direncanakn kurikulum tersebut.[16]
Adapun
komponen kurikulum dalam suatu sekolah atau suatu lembaga yaitu:
1. Komponen
Tujuan
Setiap
orang yang berkepentingan dan berurusan dengan pendidikan dapat mengemuka kan
pendapatnya tentang tujuan pendiidkan yang diharapkan dicapai oleh anak
didiknya, baik dari orang tua, madyarakat pemakai lulusan maupun sampai
pemerintah.
Tujuan
pendidikan itu dinyatakan dalam berbagai rumusan, ada rumusan tujuan pendidikan
yang tidak resmi seperti yang dikemukakan oleh orang tua dan masyarakat pemakai
lulusan, dan ada juga rumusan tujuan resmi seperti yang tertulis dalam GBHN,
Kurikulum Sekolah/GBPP atau dalam persiapan mengajar para guru. Tata tingkat
tujuan pendidikan seabagai berikut:
a. Tujuan
pendidikan nasional yaitu utjuan pendidikan yang ingin dicapai pada ringkat
tataran nasional yang dalam pencapaiaannya dapat berwujud sebagai warga Negara
berkepribadian nasional yang brtanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa
, dan tanah air.
Tujuan pendidikan
nasional menurut undang undang no 2 tahun 1989 pada dasrnya untuk membentuk
anak didik menjadi manusia seutuhnya, yang mempunyai ilmu pengetahuan dan
tekhnologi serta beriman dan bertaqwa atau dikenal juga untuk membentuk manusia
pancasilais.
b. Tujuan
institusional yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan
yang dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai tamatan sekolah yang mampu
me;akukan bidang pekerjaan tertentu dan atau mmapu dididik lebih lanjut menjadi tenaga professional
dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu.
c. Tujuan
kurikuler yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat tataram mata pelajaran
atau bidang studi yang dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai siswa yang
menguasai disiplin mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang dipelajari.
d. Tujuan
instruksional yaitu tujuan yang ingin dicapai pada timgkat tartan pengajaran
yang fdapat bberwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir dan keterampilan
tekhnologinya secara bertahap. Pada dasrnya tujuan ini merupakan perincian
lebih lanjut dari tujuan instruktural menjadi sub bidang studi sehingga menjadi
tujuan kognitip, efektif dan psikomotor.
2. Komponen
Isi
Isi sutu program kurikulum di sekolah
dapat dibedakan atau jrnis bidang studi yang disajikan dan isi program masing
masing bidang studi tersebut Jenis bidang studi yang dihasilkan sekolah yang
dimaksudkan ialah IPS, Bahasa, IPA, orkes dan lain sebagainya. Jenis jenis
bidang studi ini diteteapkan berdasarkan pada tujuan institusional sutau
sekolah.
Pengertian isi program bidang studi idsini
dimaksudkan adalah bahan pengajaran setiap bidang studi yang ad didalam suatu
kurikulum yang biasanya diberikan dalam bentuk topic atau pokok bahasan serta
dilengkapi dengan sub pokok bhasan. Tentunya bahan pengajarann ini diterapkan
berdasarkan pada tujuan tujuan bidang studi yaitu tujuan instruksional.[17]
3.
Komponen Media /
Sarana –Prasarana
Media meruoakan sarana perantara dalam
mengajar. Saran dan prasarana atau media erupakan alat bantu untuk memudahkan
dakam mengapilikasi isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh anaj diidk
dalam proses belajara mengajar. Pemakaian mesia dalam proses belajar mengajar
merupakan suatu hal ynag perlu dilaksankan oleh pendidik agar apa yang
disampaikannya dapaat memeiliki makna fdan arti pentingbagi anak didik,
dikarenakan telah berhasilnya menyerap dan memahami suatu materi pelajaran yang
telah ditempuhnya.
Ketetapan memilih alat media, menurut Subandijah
(1993:5)merupakan suatu hal yang dituntut bagi seorang oendidik agar materi
yang ditransfernya bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan tujuan pengajaran
atau pendidikan dari proses belajar mengajar yang ada diharapkan bisa tercapai
dengan baik.
4. Komponen
Strategi Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar, seorang
pendidik harus memahami suatu strategi. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan
atau (approach), metode (metodh) dan peralatan mengajar yang diperlukan dalam
pengajaran. Strategi pengajaran lebih lanjut dapat dipahami sebagai cara yang
dimiliki oleh seseorang pendidik atau guru dalam proses belajar mengajar.
Dengan demikian, srtrategi disini mempunyai arti komprehensif yang mesti
dipahami dan diupayakan untuk pengaplikasiaannya oleh seorang pendidik terhadap
anak didiknya sejak dari mempersiapkan pengajaran sampai proses evaluasi.
Dengan menggunakn strategi yang tepat,
diharapkan hasil yang diperoleh dalam proses belajar mengajar dapat memuaskan
baik bagi pendidik maupun anak didik. Namun, penggunaan strategi yang tepat dan
akurat sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi pendidik. Pendidik akhir akhir
ini sudah mulai mengarah pada two ways communication dalam proses belajar dan
mengajar dalam kelas.
5. Komponen
Proses Belajar Mengajar
Komponen ini tentunya sangatlah penting
dalam suatu proses pengajaran atau pendidikan.
Tujuan akhir dari proses belajar mengajar adalah terjadinya perubahan
dalam tingkah laku anak. Komponen ini juga punya kaitan erat dengan suasana
belajar diruangan kelas mauoun didalam kelas. Berbaagai upaya pendiidk untuk
menumbuhkan motivasi dan kreatifitas dalam belajar, baik didalam kelas maupun
individual (diluar kelas), mrerupakan suatu langkah yang tepat.
Dalam kaitannya dengan kemampuan guru
telah menciptakan suasana pengajaran yang kondusif agar efektivitas tercipta
dalam proses pengajaranm Subandijah (ibid: 6) mengatakan bahwa guru perlu
memusatkan kepribadiannya dalam mengajar, menerapkan metode menagjarkannya,
memusatkan pada proses dengan produknya, dan memusaatkan pada kompetensi yang
relepan. Barangkali mengoptimalkan peran guru sebagai educator, motivator,
manager dan fasilitator merupakan suatu tuntutan dalam memperlancar proses
belajar mengajar ini.
Semakin maju dunia pendidikan suatu Negara,
pera- peran diatas tentunya semakin digunakan oleh seorang pendidik dalam
mengguluti profesinya agar lebih professional, namun bagi kita mungkin masih
terlalu ideal.
6. Komponen
Evaluasi / Penilaian
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan
dalam pelaksanaan kurikulum, diperlukan evaluasi. Mengungat komponen evaluasi
berhubungan erat dengan kpmponen lainnya, maka cara penilaian atau evaluasi ini
akan memnentukan tujuan kurikulum, materi atau bahan, serta proses belajar
mengajar.
Dalam mengevaluasi, biasanya seoramg
pendidik akan mengevaluasi anak didik dengan materi atau bahan yang telah
diajarkannya, atau paling tidak ada kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal
ini sangat penting, mengingat hasil penilaian atau hasil yang dimiliki oleh
anak didik tidak jarang menjadi barometer atau keberhasilan proses pengajaran
pada suatu sekolah dan berkaitan erat dengan masa depan anak didik.
Lebih lanjut, penilian sangat penting
tidak hanya untuk memperlihatkan sejauh mana tingkat prestasi anak didik,
tetapi juga suatu sumber input dalam upaya perbaikan dan pembaruan suatu
kurikulum. Penelitian, dalam arti luas, dapat dilakukan tidak hanya oleh
pendidik, tetapi juga kalangan masyarakat luas dan mereka memang berwenang
dalam pendidikan.[18]
D. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam
Pengembangan
kurikulum yang memperhatikan prinsip linieritas pendidikan dan pembelajaran
berhubungan dengan relevansi kurikulum dengan evaluasi pengalaman belajar terus
ditimgkatkan, terutama dalam merangsang intelektualitas anak didik, secara
otomatis evaluasi terhadap kemampuan akademik anak didik berkaitan secara
langsung dengan perbelarlakuan kurikulum.
Evaluasi
kurikulum tidak pada kurikulum itu sendiri, tetapi kepada prestasi akademik
anak didik melalui berbagai tekhnik evaluasi. Evaluasi merupakan bagian dari
penelitian yang bermanfaat untuk pengembangan kurikulum. Apa pun hasil yang
diperoleh dari evaluasi akan ditemukan berbagai indicator yang menunjukkan baik
atau tidaknya, meningkat, tetapi atau menurunnya prestasi akademik anak didik,
kemudian dijadikan data yang akan di analisis sebagai bagian dari kuncis
usksenya pengembangan kurikulum pendidikan.
Dalam
pengembangan kurikulum pendidikan islam berlaku sama. Salah satu tujua
pendiidkan islam adalah mewujudkan anak didik yang beriman dan bertaqwa maka
indicator semakin kuatnya iman dan ketaqwaan anak didik pun dapat dilakukan
melalui evaluasi dan pengamatan. Dengan
jalan tersebut kurikulum pendidikan islam akan terus berkembang, terutama dari
segi isi dan substansi kurikulum yang bertujuan membentuk anak didik yang
cerdas dan teramil serta berakhlakul karimah dan berhubungan dengan tuhan dan
sesame manusia.
Dalam
mengembangkan suatu kurikulum banayak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu:
administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu
pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari
pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam
pengembangan kurikulum adalah administrator, guru, dan orang tua.
Pengembangan
kurikulum pendidikan islam dapat dilakukan apabila peran serta paara pendidik
dilaksanakan secara terpadu, berkaitan langsung dengan kebijakan pemerintah dan
undang-undang tentang system pendidikan islam, juga undang-undang tentang guru
dan dosen. Salah satu kebijakan yang menguntungkan penyelenggara pendidikan
islam adalah disamakaannya lembaga pendidikan yang berjenjang dan berjenis,
seperti sekolah dasar dengan madrsash ibtidaiyyah, nahkan sekolah-sekolah islam
telah banyak yang terakreditasi, guru-gurunya bersertifikasi dan memeiliki
kualifikasi yang sederajat dengan para guru disekolah umum.
Kurikuluim
pendidikan islam lebih banayak dari pada pendidikan umum karena dalam
pendidikan islam, kurikulum agamanya lebih banyak sedangkan jumlah kuriulum
yang umu lebih sedikit. Akan tetapi, pengakuan kesederajatan kurikulum sekolah
umum dengan madrasah telah terbukti, baik dari kebebasannya memiluh perguruan
tinggi yang akan dijadikan tempat kuliah maupun dalam kompotensi kerja.
Terlebih lagi, apabila berhubungan langsung dengan departemen yang mremiliki
hubungan otorisasi. Misalnya, madrasah sampai perguruan tinggi islam
berhubungan langsung dengan Dengan Departemen Agama.[19]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang
secara nyata terjadi dalam proses pendidikan disekolah. Pandangan ini bertolak
dari sesuatu aktual yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam
proses belajar. Didalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat
memberikan pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar,
seperti berkebun, olahraga, pramuka dan pergaulan ,dan beberapa kegiatan lainnya
diluar bidang studi yang dipelajari.
Azas dalam kurikulum terbagi atas azas filosofis, azas
psikologis, azas sosiologis, organisatoris, azas agama. Dan komponen kurikulum
adalah komponen tujuan, komponen isi, komponen media/sarana dan prasarana,
komponen proses belajar mengajar, komponen evaluasi/ penilaian.
Pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip
linieritas pendidikan dan pembelajaran berhubungan dengan relevansi kurikulum
dengan evaluasi pengalaman belajar terus ditimgkatkan, terutama dalam
merangsang intelektualitas anak didik, secara otomatis evaluasi terhadap
kemampuan akademik anak didik berkaitan secara langsung dengan perbelarlakuan
kurikulum.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, pemakalah
menyarankan agar pembaca tidak hanya berpegang pada makalah ini, karena masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang
dapat dipertanggung jawabkan. Pemakalah sangat menerima saran dan kritikan dari
pembaca untuk membuat makalah ini lebih baik lagi.
[6]
Zulmuqim, Filsafat Pendidikan Islam (Konsepsi,
Prinsip dan Aplikasi), (Padang : Hayfa Press), hal. 48-49
[8] Abdullah
Idi,Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada), hal.59-61
[9]
Zulmuqim, Op.cit., hal.54-55
[10]
Abdullah Idi, Op.cit., 64-67
[12]
Zulmuqim, Op.cit., hal.56
[13]
Abdullah Idi, Op.cit., hal. 77-79
[14] Zulmuqim,
Op.cit., hal.53
[15]
Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta: Raja Wali
Press, 2014), hal. 35-37
[17] Hafni
Ladjij, (DKK), kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Padang: Baitul Hikmah
Press, 2001), hal. 3-4
No comments:
Post a Comment