Search This Blog

Tuesday, September 11, 2018

Makalah Filsafat Pendidikan Islam Tentang HAKIKAT KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Tentang

HAKIKAT KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Disusun Oleh :

Kelompok 5

Agustina Munthe                    :        1614040011

Miftahul Magfirah                  :        1614040018

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Zulmuqim, MA./ Rahmi, MA

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA (A)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) IMAM BONJOL PADANG

1439 H/2018 M



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, kurikulum mempunyai peranan yang penting karena merupakan operasionalisasi tujuan yang hndak dicapai, bahkan tujan tidak akan tercapai tanpa melibatkan kurikulum. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan disekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu aktual yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Didalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, olahraga, pramuka dan pergaulan ,dan beberapa kegiatan lainnya diluar bidang studi yang dipelajari.

Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami komponen kurikulum, azas kurikulum, dan pengembangan kurikulum dalam dunia pendidikan Islam. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait dengan kurikulum harus memahami terlebih dahulu hakikat kurikulum, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hakikat kurikulum tersebut.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari kurikulum?

2.      Apa saja azas-azas kurikulum?

3.      Apa saja komponen-komponen kurikulum?

4.      Bagaimana pengembangan kurikulum pendidikan Islam?

C.     Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum.

2.      Untuk mengetahui azas-azas kurikulum.

3.      Untuk mengetahui komponen-komponen kurikulum.

4.      Untuk mengetahui pengembangan kurikulum pendidikan Islam.









BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kurikulum

1.      Sejarah Kurikulum

Kata kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan lebih kurang sejak satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk petama kalinya dalam kamus Webster 1856.[1] Yang digunakan dalam dunia olahraga atletik Curere berarti berlari. Istilah tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan tujuan, maka istilah kurikulum kemudian diartikan orang yaitu jarak yang harus ditempuh. Dari istilah atletik, kurikulum mengalami perubahan arti kedunia pendidikan.[2]

Menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari rencana pembelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan disekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu aktual yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Didalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, olahraga, pramuka dan pergaulan ,dan beberapa kegiatan lainnya diluar bidang studi yang dipelajari. Pandanaga  modern berpendapat bahwa semua penglaman belajar itulah kurikulum.[3]

2.      Pengertian Kurikulum Secara Etimologis

Secara etimologis, kurikulum nerasal dari bahasa yunani yaitu curir yang artinya pelari dan curarae tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dr dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatau jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari start sampai finish.

Dalam bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhajj yang berarti jalan yang diterang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan kurikulum pendidikan (Mannhajj Al-Dirasah) dalam Qamus Tarbiyah daalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan .[4]

3.      Pengertian Kurikulum Secara Terminologi

Para ahli telah banyak mendefenisikan diantaranya.

a.       Crow and  Crow mendefenisikan bahwa kurikulum daalah rancanagan pembelajaran atau sejumah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah.

b.      M. Arifin memansdang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dala suatu sistem institusional pendidikan.

c.       Zakiah Daradjat  memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan  dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.

d.      Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr. Munir Kamil yang disitir oleh Al-Syaibani, bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[5]

e.       Franklin Bobbit berpendapat bahwa kurikulum dapat dirumuskan sebagai keseluruhan pengalaman, baik pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung yang berkaitan dengan perkembangan kesanggupan-kesanggupan individu dan serangkaian pengalaman-pengalaman pendidikan yang dipergunakan oleh sekolah untuk menyempurnakan perkembangan peserta didik.

f.        Saylor dan Alexander memperjelaskan bahwa kurikulum adalah semua usaha sekolah dalam mempengaruhi belajar siswa baik di dalam kelas, di halaman sekolah, maupun luar sekolah.

g.      Sarhan dan Kamil mengatakan bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, sosial, budaya, olahraga, dan seni yang disediakan sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan tujuan menolongnya untuk dapat mengembangkan semua potensi yang ada padanya sesuai dengan tujuan pendidikan.

h.      Qurrah menegaskan bahwa kurikulum dalam pengertian modern adalah semua pengalaman dan aktivitas yang dialami dan dilaksanakan peserta didik, baik di dalam maupun di luar sekolah, dan merupakan tanggung jawab dan bimbingan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.[6]

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah semua kegiatan yang disediakan untuk peserta didik yang dirancang oleh sekolah atau lembaga pendidikan dalam rangka pembentukkan dan pengembangan seluruh potensi dan aspek kepribadiannya sesuai dengan tujuan pendidikan.[7]

B.       Azas Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti memerlukan azas-azas yang harus dipegang. Azas-azas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki hal-hal yang bertentangan, karenanya harus memerlukan seleksi.

Pengembangan kurikulum pada suatu negara, baik di negara berkembang, negara terbelakang, dan negara-negara termaju, bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mungkin mendasar, tetapi tetap ada persamaannya.

Falsafah yang berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religius, akan memberikan warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbedaan masyarakat, organisasi bahan yang digunakan dan pilihan 9psikologi belajar dalam mengmbangkan kurikulum tersebut.

Berikut ini akan dijelaskan masing-masing dari azas kurikulum:

1.      Azas Filosofis

Falsafah dalam arti sebenarnya adalah cinta akan kebenaran, yang merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni philein (cinta) dan Sophia (kebajikan). Dalam batasan modern, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.

Sebagai induk dari semua pengetahuan (the mother of knowledge), filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian tentang :

a.    Metafisika, yakni studi tentang hakikat kenyataan atau realitas

b.    Epistemologi, yakni studi tentang hakikat pengetahuan

c.    Aksiologi, yakni studi tentang nilai

d.    Etika, yakni studi tentang hakikat kebaikan

e.    Estetika, yakni studi tentang hakikat keidahan

f.     Logika, yakni studi tentang hakikat penalaran

Bagi para pengembang kurikulum yang memiliki pemahaman yang kuat tentang rumusan filsafat di atas, kemungkinan akan memberikan dasar yang kuat pula dalam mengambil suatu keputusan yang tepat dan konsisten. Namun, suatu hal yang perludiperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembang tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu mempertimbangkan falsafah yang lain, dan staf pengajar atau pendidik. Namun demikian, seseorang tidak perlu mendalami semua bidang filsafat dalam pengembangan kurikulum. [8]

Pada dasarnya, berpikir tentang sesuatu secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh, sebagaimana dilakukan oleh para filosouf, juga merupakan ajaran pokok dalam Islam. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang menyuruh manusia untuk menggunakan akal pikirannya dalam memikirkan hakikat kejadiannya sendiri dan kejadian alam beserta semua isinya dengan sungguh-sungguh dan medalam.

Misalnya saja terdapat dalam surat al-Dzariyat ayat 21

þÎûur ö/ä3Å¡àÿRr& 4 Ÿxsùr& tbrçŽÅÇö7è? ÇËÊÈ  

21. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?

Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia untuk dapat memikirkan tentang hakikat dirinya secara mendalam, sehingga dengannya akan terciptalah teori-teori ilmu pengetahuan tentang menusia dari berbagai aspek. Demikian juga suruhan Allah kepada manusia untuk memikirkan kejadian alam beserta segala isinya, agar manusia menemukan ketentuan-ketentuan yang melekat padanya, berupa teori-teori ilmu pengetahuan dan hikmah-hikmah dari kejadian alam tersebut, sebagaimana terdapat dalam surat al-Ghasyiyah ayat 17-18 :

Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ n<Î) È@Î/M}$# y#øŸ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ   n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#øŸ2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ   n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ   n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ  

17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,

18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan?

19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?

20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

Oleh karena itu, dengan menggunakan akal pikirannya, manusia akan dapat melaksanakan rugas kekhalifahan yang dipikulkan Allahnya di atas bumi ini dengan baik.[9]

2.      Azas Sosiologis

Azas sosiologi mempunyai peran penting dalam pengembangan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhsn masyarakat. Karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan.

Dari sudut pandang sosiologis, banyak aspek-aspek yang turut memberikan pengaruhnmengenai apa yang harus dimasukkan kedalam kurikulum, yakni yang menjadi kebutuhan masyarakat, antara lain : a) interaksi yang kompleks antara kekuatan-kekuatan sosial, politik, ekonomi, militer, industri dan kultural dengan masyarakat, b) berbagai kekuatan dominan, c) pribadi pimpinan dan tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan formal dan informal di berbagai lapisan masyarakat.

Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada azas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat.[10]

3.      Azas Psikologi

Kontribusi psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diadaptasi untuk penelitian pendidikan.

Pertanyaan tentang pengembangan mata pelajaran, model-model dan metodologi-metodologi itu bermacam-macam, dan informasinya sering tidak lengkap dan berkontradiksi. Tidak terdapat teori-teori psikologi, tetapi hanya ada studi-studi dan teori-teori dalam hal perbedaan tingkat kecanggihan. Tidak kurang, beberapa bidang telah cukup dikembangkan untuk menawarkan petunjuk-petunjuk kepada pendidik dan perencana kurikulum (curiculum planner).

Pengetahuan psikologi akan membantu para pengembang kurikulum untuk lebih realistik dalam memilih tujuan-tujuan, tetapi tidak akan menentukan tujuan-tujuan apa yang seharusnya.[11]

Pentingnya landasan psikologis dalam kurikulum, terutama adalah dalam menentukan bagaimana kurikulum itu disusun, bagaimana kurikulum diberikan dalam bentuk pengajaran, dan bagaimana proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Diantara cabang-cabang psikologi yang paling penting sebagai landasan pengembangan kurikulum adalah psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan dalam menetapkan isi kurikulum agar tingkat keleluasaan dan ketepatan bahan pelajaran dapat sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik. Sedangkan psikologi belajar diperlukan untuk mengetahui bagaimana proses perubahan tingkah laku peseta didik dapat terjadi.

Oleh karena itu, Al-Syaibani menjelaskan bahwa landasan psikologis sangat menentukan dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam, karena dengan adanya para pendidik dapat mengetahui tahap perkembangan serta kematangan peserta didik, dapat menentukan kebutuhan, bakat, minat, emosi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan peserta didik, serta menentukan bagaimana proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan yang diinginkan. Demikian juga dengan psikologi dapat dipertimbangkan perkembangan bahasa, kematangan sosial, dan tahap kesiapan religius peserta didik.[12]

4.      Azas Organisatoris

Keadaan masyarakat senantiasa berubah dan mengalami kemajuan pesat, sehingga tentu akan memberi beban baru bagi pengembang kurikulum , yang berperan sebagai pembuat keputusandan memilih terhadap apa yag harus diajarkan kepada siapa. Dalam hal ini, Nasution menyatakan bahwa ada dua masalah pokok yang harus dipertimbangkan, yakni:

a.       Pengetahuan apa yang paling berharga untuk diberikan bagi anak didik dalam suatu bidang studi.

b.      Bagaimana mengorganisasi bahan itu agar anak didik dapat menguasainya dengan sebaik-baiknya.

Kalau diperhatikan secara seksama, yang paling berwenang memcahkan masalah adalah para spesialis dalam disiplin ilmu bersangkutan, dengan persyaratan para spesialis itu selalu mengikuti perkembangan ilmunya, dan tentunya harus memahami azas filosofis, sosiologis, psikologindalam mengambil keputusan.

Sementara itu para pengembang kurikulum mempunyai tugas untuk membantu mereka (para spesialis) agar memahami sepenuhnya akan tugas mereka dalam menentukan pengetahuan paling berharga tersebut.[13]

5.      Azas Agama

Pada hakikatnya, agama adalah kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Agama merupakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang diturunkan Allah untuk manusia melalui Rasul-Nya. Dengan kata lain, agama mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia untuk menuju kehidupan abadi di akhirat.

Pendidikan islam adalah suatu proses untuk membina dan menjadikan manusia agar dapat melaksanakan ketiga aspek, tata keimanan, tata peribadatan, dan tata mu’amalah yang tercakup dalam ajaran islam tersebut. Untuk terlaksananya tugas pendidikan Islam tersebut secara operasional, maka kurikulumnya sangat berperan penting dalam merencanakan apa tujuan pendidikan yang akan di capai, apa materi pelajaran yang akan diberikan, bagaimana cara atau metodenya yang tepat, dan bagaimana sistem evaluasi dapat dilaksanakan, yang disesuaikan dengan ketiga aspek ajaran islam itu. Untuk itu, Al-Syaibani mengingatkan, bahwa segala sistem yang ada sdalam masyarakat, termasuk sistem pendidikan dan kurikulumnya, harus menjadikan islam sebagai dasarnya.[14]



C.       Komponen kurikulum

Para pemikir prndidikan mempunyai ragam dalam menentukan jumlah komponen kurikulum.

a.       Subandijah (1993; 4) membagi komponen kurikulum kedalam:

1)      Tujuan,

2)       isi atau materi,

3)       organisasi atau strategi,

4)       media

5)      komponen proses belajar mengajar. 

b.      Soetopo dan Soemanto (1993; 26-28) membagi kurikulum kedalam:

1)      Tujuan,

2)      Isi  dan struktur program,

3)      Organisasi dan strategis,

4)      Sarana

5)      Evaluasi

c.       Nasution  (1993 : 4-7) meembagi komponen kurikulum kedalam:

1)      Tujuan

2)      Bahan pelajaran

3)      Proses belajajar mengajar

4)      Penilaian.[15]



Menuru Hasan Langgulung ada empat komponen utama kurikulum, yaitu:

a.         Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.

b.         Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu bagian inilah yang disebut mata pelajaran.

c.         Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mereka kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.

d.         Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakn kurikulum tersebut.[16]

Adapun komponen kurikulum dalam suatu sekolah atau suatu lembaga yaitu:

1.      Komponen Tujuan

Setiap orang yang berkepentingan dan berurusan dengan pendidikan dapat mengemuka kan pendapatnya tentang tujuan pendiidkan yang diharapkan dicapai oleh anak didiknya, baik dari orang tua, madyarakat pemakai lulusan maupun sampai pemerintah.

Tujuan pendidikan itu dinyatakan dalam berbagai rumusan, ada rumusan tujuan pendidikan yang tidak resmi seperti yang dikemukakan oleh orang tua dan masyarakat pemakai lulusan, dan ada juga rumusan tujuan resmi seperti yang tertulis dalam GBHN, Kurikulum Sekolah/GBPP atau dalam persiapan mengajar para guru. Tata tingkat tujuan pendidikan seabagai berikut:

a.       Tujuan pendidikan nasional yaitu utjuan pendidikan yang ingin dicapai pada ringkat tataran nasional yang dalam pencapaiaannya dapat berwujud sebagai warga Negara berkepribadian nasional yang brtanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa , dan tanah air.

Tujuan pendidikan nasional menurut undang undang no 2 tahun 1989 pada dasrnya untuk membentuk anak didik menjadi manusia seutuhnya, yang mempunyai ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta beriman dan bertaqwa atau dikenal juga untuk membentuk manusia pancasilais.

b.      Tujuan institusional yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan yang dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai tamatan sekolah yang mampu me;akukan bidang pekerjaan tertentu dan atau mmapu dididik  lebih lanjut menjadi tenaga professional dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu.

c.       Tujuan kurikuler yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat tataram mata pelajaran atau bidang studi yang dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai siswa yang menguasai disiplin mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang dipelajari.

d.      Tujuan instruksional yaitu tujuan yang ingin dicapai pada timgkat tartan pengajaran yang fdapat bberwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir dan keterampilan tekhnologinya secara bertahap. Pada dasrnya tujuan ini merupakan perincian lebih lanjut dari tujuan instruktural menjadi sub bidang studi sehingga menjadi tujuan kognitip, efektif dan psikomotor.

2.      Komponen Isi

Isi sutu program kurikulum di sekolah dapat dibedakan atau jrnis bidang studi yang disajikan dan isi program masing masing bidang studi tersebut Jenis bidang studi yang dihasilkan sekolah yang dimaksudkan ialah IPS, Bahasa, IPA, orkes dan lain sebagainya. Jenis jenis bidang studi ini diteteapkan berdasarkan pada tujuan institusional sutau sekolah.

 Pengertian isi program bidang studi idsini dimaksudkan adalah bahan pengajaran setiap bidang studi yang ad didalam suatu kurikulum yang biasanya diberikan dalam bentuk topic atau pokok bahasan serta dilengkapi dengan sub pokok bhasan. Tentunya bahan pengajarann ini diterapkan berdasarkan pada tujuan tujuan bidang studi yaitu tujuan instruksional.[17]

3.      Komponen Media / Sarana –Prasarana

Media meruoakan sarana perantara dalam mengajar. Saran dan prasarana atau media erupakan alat bantu untuk memudahkan dakam mengapilikasi isi kurikulum agar lebih mudah dimengerti oleh anaj diidk dalam proses belajara mengajar. Pemakaian mesia dalam proses belajar mengajar merupakan suatu hal ynag perlu dilaksankan oleh pendidik agar apa yang disampaikannya dapaat memeiliki makna fdan arti pentingbagi anak didik, dikarenakan telah berhasilnya menyerap dan memahami suatu materi pelajaran yang telah ditempuhnya.

Ketetapan memilih  alat media, menurut Subandijah (1993:5)merupakan suatu hal yang dituntut bagi seorang oendidik agar materi yang ditransfernya bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan tujuan pengajaran atau pendidikan dari proses belajar mengajar yang ada diharapkan bisa tercapai dengan baik.

4.      Komponen Strategi Belajar Mengajar

Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus memahami suatu strategi. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan atau (approach), metode (metodh) dan peralatan mengajar yang diperlukan dalam pengajaran. Strategi pengajaran lebih lanjut dapat dipahami sebagai cara yang dimiliki oleh seseorang pendidik atau guru dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, srtrategi disini mempunyai arti komprehensif yang mesti dipahami dan diupayakan untuk pengaplikasiaannya oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya sejak dari mempersiapkan pengajaran sampai proses evaluasi.

 Dengan menggunakn strategi yang tepat, diharapkan hasil yang diperoleh dalam proses belajar mengajar dapat memuaskan baik bagi pendidik maupun anak didik. Namun, penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi pendidik. Pendidik akhir akhir ini sudah mulai mengarah pada two ways communication dalam proses belajar dan mengajar dalam kelas.

5.      Komponen Proses Belajar Mengajar

Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu proses pengajaran atau pendidikan.  Tujuan akhir dari proses belajar mengajar adalah terjadinya perubahan dalam tingkah laku anak. Komponen ini juga punya kaitan erat dengan suasana belajar diruangan kelas mauoun didalam kelas. Berbaagai upaya pendiidk untuk menumbuhkan motivasi dan kreatifitas dalam belajar, baik didalam kelas maupun individual (diluar kelas), mrerupakan suatu langkah yang tepat. 

Dalam kaitannya dengan kemampuan guru telah menciptakan suasana pengajaran yang kondusif agar efektivitas tercipta dalam proses pengajaranm Subandijah (ibid: 6) mengatakan bahwa guru perlu memusatkan kepribadiannya dalam mengajar, menerapkan metode menagjarkannya, memusatkan pada proses dengan produknya, dan memusaatkan pada kompetensi yang relepan. Barangkali mengoptimalkan peran guru sebagai educator, motivator, manager dan fasilitator merupakan suatu tuntutan dalam memperlancar proses belajar mengajar ini.

Semakin maju dunia pendidikan suatu Negara, pera- peran diatas tentunya semakin digunakan oleh seorang pendidik dalam mengguluti profesinya agar lebih professional, namun bagi kita mungkin masih terlalu ideal.

6.      Komponen Evaluasi / Penilaian

Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum, diperlukan evaluasi. Mengungat komponen evaluasi berhubungan erat dengan kpmponen lainnya, maka cara penilaian atau evaluasi ini akan memnentukan tujuan kurikulum, materi atau bahan, serta proses belajar mengajar.

Dalam mengevaluasi, biasanya seoramg pendidik akan mengevaluasi anak didik dengan materi atau bahan yang telah diajarkannya, atau paling tidak ada kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini sangat penting, mengingat hasil penilaian atau hasil yang dimiliki oleh anak didik tidak jarang menjadi barometer atau keberhasilan proses pengajaran pada suatu sekolah dan berkaitan erat dengan masa depan anak didik.

Lebih lanjut, penilian sangat penting tidak hanya untuk memperlihatkan sejauh mana tingkat prestasi anak didik, tetapi juga suatu sumber input dalam upaya perbaikan dan pembaruan suatu kurikulum. Penelitian, dalam arti luas, dapat dilakukan tidak hanya oleh pendidik, tetapi juga kalangan masyarakat luas dan mereka memang berwenang dalam pendidikan.[18] 

D.  Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam

Pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip linieritas pendidikan dan pembelajaran berhubungan dengan relevansi kurikulum dengan evaluasi pengalaman belajar terus ditimgkatkan, terutama dalam merangsang intelektualitas anak didik, secara otomatis evaluasi terhadap kemampuan akademik anak didik berkaitan secara langsung dengan perbelarlakuan kurikulum.

Evaluasi kurikulum tidak pada kurikulum itu sendiri, tetapi kepada prestasi akademik anak didik melalui berbagai tekhnik evaluasi. Evaluasi merupakan bagian dari penelitian yang bermanfaat untuk pengembangan kurikulum. Apa pun hasil yang diperoleh dari evaluasi akan ditemukan berbagai indicator yang menunjukkan baik atau tidaknya, meningkat, tetapi atau menurunnya prestasi akademik anak didik, kemudian dijadikan data yang akan di analisis sebagai bagian dari kuncis usksenya pengembangan kurikulum pendidikan.

Dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam berlaku sama. Salah satu tujua pendiidkan islam adalah mewujudkan anak didik yang beriman dan bertaqwa maka indicator semakin kuatnya iman dan ketaqwaan anak didik pun dapat dilakukan melalui evaluasi dan pengamatan.  Dengan jalan tersebut kurikulum pendidikan islam akan terus berkembang, terutama dari segi isi dan substansi kurikulum yang bertujuan membentuk anak didik yang cerdas dan teramil serta berakhlakul karimah dan berhubungan dengan tuhan dan sesame manusia.

Dalam mengembangkan suatu kurikulum banayak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu: administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru, dan orang tua.

Pengembangan kurikulum pendidikan islam dapat dilakukan apabila peran serta paara pendidik dilaksanakan secara terpadu, berkaitan langsung dengan kebijakan pemerintah dan undang-undang tentang system pendidikan islam, juga undang-undang tentang guru dan dosen. Salah satu kebijakan yang menguntungkan penyelenggara pendidikan islam adalah disamakaannya lembaga pendidikan yang berjenjang dan berjenis, seperti sekolah dasar dengan madrsash ibtidaiyyah, nahkan sekolah-sekolah islam telah banyak yang terakreditasi, guru-gurunya bersertifikasi dan memeiliki kualifikasi yang sederajat dengan para guru disekolah umum.

Kurikuluim pendidikan islam lebih banayak dari pada pendidikan umum karena dalam pendidikan islam, kurikulum agamanya lebih banyak sedangkan jumlah kuriulum yang umu lebih sedikit. Akan tetapi, pengakuan kesederajatan kurikulum sekolah umum dengan madrasah telah terbukti, baik dari kebebasannya memiluh perguruan tinggi yang akan dijadikan tempat kuliah maupun dalam kompotensi kerja. Terlebih lagi, apabila berhubungan langsung dengan departemen yang mremiliki hubungan otorisasi. Misalnya, madrasah sampai perguruan tinggi islam berhubungan langsung dengan Dengan Departemen Agama.[19]



           

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan disekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu aktual yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Didalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, olahraga, pramuka dan pergaulan ,dan beberapa kegiatan lainnya diluar bidang studi yang dipelajari.

Azas dalam kurikulum terbagi atas azas filosofis, azas psikologis, azas sosiologis, organisatoris, azas agama. Dan komponen kurikulum adalah komponen tujuan, komponen isi, komponen media/sarana dan prasarana, komponen proses belajar mengajar, komponen evaluasi/ penilaian.

Pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip linieritas pendidikan dan pembelajaran berhubungan dengan relevansi kurikulum dengan evaluasi pengalaman belajar terus ditimgkatkan, terutama dalam merangsang intelektualitas anak didik, secara otomatis evaluasi terhadap kemampuan akademik anak didik berkaitan secara langsung dengan perbelarlakuan kurikulum.

B.     Saran

Dalam penyusunan makalah ini, pemakalah menyarankan agar pembaca tidak hanya berpegang pada makalah ini, karena masih jauh dari kata sempurna, kedepannya akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang dapat dipertanggung jawabkan. Pemakalah  sangat menerima saran dan kritikan dari pembaca untuk membuat makalah ini lebih baik lagi.







[1] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (jakarta : PT. Bumi Aksara), hal 162
[2] Zainal Asril, (dkk.), Pengenalan Kurikulum MTsN dan MAN (Padang: IAIN Press), hal 1
[3] Muzayyin Arifin, Op.cit, hal 163
[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :Kalam Mulia), hal 230
[5] Ibid.
[6] Zulmuqim, Filsafat Pendidikan Islam (Konsepsi, Prinsip dan Aplikasi), (Padang : Hayfa Press), hal. 48-49
[7] Ibid, hal.48-49
[8] Abdullah Idi,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada), hal.59-61
[9] Zulmuqim, Op.cit., hal.54-55
[10] Abdullah Idi, Op.cit., 64-67
[11] Ibid, hal.67-68
[12] Zulmuqim, Op.cit., hal.56
[13] Abdullah Idi, Op.cit., hal. 77-79
[14] Zulmuqim, Op.cit., hal.53
[15] Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta: Raja Wali Press, 2014), hal. 35-37
[16] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal. 153
[17] Hafni Ladjij, (DKK), kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Padang: Baitul Hikmah Press, 2001), hal. 3-4
[18] Abdullah, Op.cit.,hal. 37-40
[19] Hasan Basri, (Dkk), Ilmu Pendidikan Islam,(Bandung : CV Pustaka Setia), hal. 194-196

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Evaluasi Kurikulum