MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Mengenai
KLASIFIKASI AJARAN ISLAM AKHLAK
Oleh
Ila Putri Yani (1811051004)
Illona Giovanni (1811052007)
Dosen Pembimbing:
RINALDI, S.Pdi.,M.Ed.,Ph.D
198412162014041001
KELAS
PJJ 1
PRODI D4 PERANCANGAN JALAN DAN
JEMBATAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI PADANG
TAHUN AKADEMIK
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu
bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Jadi pemahaman
akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan perilaku yang
diamalkan dalam pergaulan semata-mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya.
oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku
akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan
dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang
dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan
melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri
sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang
tidak berguna.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akhlak
2. Bagaimana akhlak terhadap Allah SWT dan rasul-nya
3. Bagaimana akhlak terhadap ibu bapak
4. Bagaimana akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat
5. Bagaimana akhlak terhadap diri sendiri
6. Bagaimana akhlak terhadap sesama manusia
7. Bagaimana akhlak terhadap lawan jenis dan busana
8. Bagaimana akhlak terhadap alam sekitar
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian akhlak
2.
Untuk mengetahui akhlak terhadap Allah SWT dan rasul-nya
3.
Untuk mengetahui akhlak terhadap ibu bapak
4.
Untuk mengetahui akhlak terhadap keluarga dan karib
kerabat
5.
Untuk mengetahui akhlak terhadap diri sendiri
6.
Untuk mengetahui akhlak terhadap sesama manusia
7.
Untuk mengetahui akhlak terhadap lawan jenis dan tata
busana
8.
Untuk mengetahui akhlak terhadap alam sekitar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akhlak
Secara etimologi, kata ahklak
berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata khuluq, yang
berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan demikian, secara
etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.[1]
Sedangkan secara terminologis,
akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan
dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu
Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang
tetap pada jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun
ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia
kepada sebagian lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat
(Hamzah Ya’qub, 1988: 12).[2]
Dari pengertian di atas jelaslah
bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari
tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk
(tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan
Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni
dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam
berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta
dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan
makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu
akhlak kepada Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq
(ciptaan-Nya).
Akhlak merupakan konsep kajian
terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan
dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang menghadap dan berada di depan
Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu pendidikan atau latihan
untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga
ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru
tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam.
Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan
sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak
al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi Saw. ke dunia,
seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.[3]
Tugas yang amat berat dan sangat
mulia itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh Nabi berkat bimbingan langsung
dari Allah Swt. dan juga didukung oleh kepribadian beliau yang sangat agung.
Terkait dengan ini Allah Swt. berfirman:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã ÇÍÈ
Artinya:”Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung” (Qs. al-Qalam (68): 4)
Untuk memudahkan umat Islam dalam
bersikap dan berperilaku sehari-hari, di samping memberikan aturan yang jelas
di dalam al-Quran, Allah juga menunjuk Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan baik
dalam bersikap, berperilaku, dan bertutur kata. Dengan dua sumber inilah setiap
Muslim dapat membangun kepribadiannya. Keteladanan Nabi untuk setiap Muslim ini
tegaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya:”Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullsh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah”(Qs. al-Ahzab (33): 21).
B. Akhlak terhadap Allah SWT
dan rasul-nya
Akhlak yang baik kepada
Allah berucap dan bertingkah laku yang terpuji
terhadap Allah Swt. Baik melalui ibadah langsung kepada Allah, seperti
shalat, puasa dan sebagainya, maupun melalui perilaku-perilaku tertentu yang
mencerminkan hubungan atau komunikasi dengan Allah diluar ibadah itu. Allah Swt telah mengatur hidup manusia dengan adanya hukum perintah dan
larangan. Hukum ini, tidak lain adalah untuk menegakkan keteraturan dan
kelancaran hidup manusia itu sendiri.
Dalam setiap pelaksanaan hukum tersebut terkandung nilai-nilai akhlak terhadap
Allah Swt.
Berikut ini beberapa
akhlak terhadap Allah Swt :[4]
1.
Beriman
Yaitu meyakini wujud dan
keesaan Allah serta meyakini apa yang difirmankan-Nya, seperti iman kepada
malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat dan qadha dan qadhar. Beriman
merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak islam. Jika iman telah tertanam
didada, maka ia akan memancar kepada seluruh perilaku sehingga membentuk
kepribadian yang menggambarkan akhlak islam yaitu akhlak yang mulia.
2.
Taat
Yaitu patuh kepada segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sikap taat kepada perintah Allah
merupakan sikap yang mendasar setelah beriman, ia merupakan gambaran langsung
dari adanya iman di dalam hati.
3.
Ikhlas
Yaitu melaksanakan
perintah Allah dengan pasrah tanpa mengharapkan sesuatu, kecuali keridhaan Allah.
Jadi ikhlas itu bukan tanpa pamrih. Tetapi pamrih hanya diharapkan dari Allah
berupa keridhaan-Nya. Oleh karena itu, dalam melaksanakannya harus menjaga
akhlak sebagai bukti keikhlasan menerima hukum-hukum tersebut.
4.
Khusyuk
Yaitu bersatunya pikiran
dengan perasaan batin dalam perbuatan yang sedang dikerjakannya atau
melaksanakan perintah dengan sungguh-sungguh. Khusyuk melahirkan ketenangan
batin dan perasaan pada orang yang melakukannya. Karena itu, segala bentuk
perintah yang dilakukan dengan khusyuk melahirkan kebahagiaan hidup. Ciri-ciri
Khusyu’ yaitu adanya perasaan nikmat ketika melaksanakannya. Shalat perlu
dilakukan dengan khusyu’. Jika orang melakukan shalat tetapi belum khusyu’.
Agar khusyu’ dalam shalat, sejak niat kita harus sunguh-sungguh hanya terpusat
pada perbuatan yang berkaitan dengan shalat. Apa yang dibacakan oleh lidah,
dimaknai oleh pikran,diresapi oleh hati dan difokuskan pada Allah yang sedang
kita hadapi.
5.
Huznudz dzan
Yaitu berbaik sangka
kepada Allah. Apa saja yang diberikan-Nya merupakan pilihan yang terbaik untuk
manusia. Berprasangka baik kepada Allah merupakan gambaran harapan dan
kedekatan seseorang kepada-Nya, sehingga apa saja yan diterimanya dipandang
sebagai suatu yang terbaik bagi dirinya.
Oleh karena itu, seorang yang huznuzan tidak akan mengalami perasaan kecewa
atau putus asa yang berlebihan
6.
Tawakal
Yaitu mempercayakan diri
kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana. Sikap tawakal merupakan gambaran
dari sabar dan menggambarkan kerja keras dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan
suatu rencana. Apabila rencana tersebut menghasilkan keinginan yang diharapkan
atau gagal dari harapan yang semestinya, ia akan mampu menerimanya tanpa
penyesalan.
7.
Syukur
Yaitu mengungkapkan rasa
syukur kepada Allah atas nikmat yang
telah diberikan-Nya.Ungkapan syukur dilakukan dengan kata-kata dan perilaku.
Ungkapan dalam bentuk kata-kata adalah mengucapkan hamdalah setiap
saat,sedangkan bersyukur dengan perilaku dilakukan dengan cara menggunakan
nikmat Allah sesuai dengan semestinya. Misalnya nikmat diberi mata, maka
bersyukur terhadap nikmat itu dilakukan dengan menggunakan mata untuk melihat
hal-hal yan baik, seperti, membaca, mengamati alam dan sebagainya yang
mendatangkan manfaat.
8.
Sabar
Yaitu ketahanan mental
dalam menghadapi kenyataan yang menimpa diri kita. Ahli sabar tidak akan
mengenal putus asa dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar. Oleh karena itu, perintah bersabar bukan perintah
berdiam diri, tetapi perintah untuk terus berbuat tanpa berputus asa.
9.
Bertasbih
Yaitu mensucikan Allah
dengan ucapan, yaitu dengan memperbanyak mengucapkan subhanallah ( maha suci
Allah ) serta menjauhkan perilaku yang dapat mengotori nama Allah Yang Maha
Suci.
10. Istighfar
Yaitu meminta ampun kepada
Allah atas segala dosa yan perna dibuat dengan mengucapkan “ astagfirullahal
‘adzim ’’ (aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung ). Sedangkan
istighfar melalui perbuatan dilakukan dengan cara tidak mengulangi dosa atau
kesalahan yan telah dilakukan.
11. Takbir
Yaitu mengagungkan Allah
dengan membaca Allahu Akbar ( Allah Maha Besar ).Mengagungkan Allah melalui
perilaku adalah mengagungkan nama-Nya dalam segala hal, sehingga tidak
menjadikan sesuatu melebihi keagunggan Allah. Tidak mengagungkan yang lain
melampaui keagunggan Allah dalam berbagai konsep kehidupan,baik melalui
kata-kata maupundalam tindakan.
12. Do’a
Yaitu meminta kepada Allah
apa saja yang diinginkan dengan cara yang baik sebagaimana yang dicontohkan
oleh Rasulullah. Do’a adalah cara membuktikan kelemahan manusia dihadapan
Allah, karena itu berdoa merupakan inti dari beribadah.
Adapun akhlak terhadap
rasulullah SAW ialah;
1.
Mencintai
Rasulullah
2.
Mengikuti dan menaati Rasulullah
3.
Mengucapkan Shalawat dan salam kepada Rasulullah.
C. Akhlak terhadap ibu bapak
Akhlak kepada Ibu Bapak atau kedua orang tua
merupakan sesuatu hal yang sangat penting, karenaorang tua adalah orang yang
mengenal kan kita pada dunia dari kecil hingga dewasa. Dan setiap orang tua pun
pasti mempunyai harapan terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses,
berbakti kepada orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh.
Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim
yang baik hendaknya kita selalu berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang
telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk membangkang kepada orang
tua. Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap kewajiban
kita terhadap kedua orang tua. Sebagai muslim yang baik, yaitu adalah kita
harus memiliki akhlak yang sempurna tehadap orang tua kita. Allah SWT berfirman
dalam (Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 23).
* 4Ó|Ós%ur y7/u wr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdxÏ. xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& wur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 ÇËÌÈ
Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan
agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu
Bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai usia
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan
kepada keduanya perkataan;’Ah’;dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”. (Al-Qur’an surah Al-Isra
ayat 23).
Hal ini menunjukkan bahwa Akhlak menghormati
orang tua adalah suatu hal yang sangat penting yang dianjurkan oleh Rasulullah
kepada umatnya. Adapun akhlak anak terhadap orang tua adalah sebagai berikut:
sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah kepadanya, rendahkan dirimu dan
sopanlah kepadanya.[5]
D. Akhlak terhadap keluarga
dan karib kerabat
Adapun akhlak terhadap
keluarga dan karib kerabat:
1.
Birul Walidain (Berbakti kepada orangtua)
Diantara akhlak terhadap
keluarga adalah berbakti kepada orang tua. Berbakti kepada orang tua merupakan
amal Shaleh paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim, juga merupakan
faktor utama diterimanya doa seseorang.
2.
Bersikap baik kepada saudara
Ajaran islam memerintahkan
untuk berbuat baik kepada sanak saudara, setelah menunaikan kewajiban kepada
Allah dan kedua orang tua. Hidup rukun dan damai dengan saudara dapat tercapai,
apabila hubungan tetap terjalin dengan saling pengertian dan tolong menolong.
3.
Membina dan mendidk keluarga
Membina dan mendidk
keluarga merupakan akhlak yang mulia. Pendidikan keluaraga menjadi tanggung
jawab kepala keluarga. Namun, demikian, seluruh anggota keluarga juga tidak
lepas dari tanggung jawab tersebut, agar tercipta pendidikan yang mulia dan
sesuai dengan ajaran islam yang dikendaki Allah.
4.
Memilihara keturunan
Keluarga adalah penerus
keturunan yang harus dipelihara dengan baik, sesuai dengan tuntunan ajaran
agama islam. Oleh karena itu merupakan sebuah kewajiban bagi seorang muslim
untuk memelihara keturunan dengan tetap berpegang kepada ajaran agama islam. [6]
E. Akhlak terhadap diri
sendiri
Adapun akhlak terhadap diri sendiri adalah
sebagai berikut:
1. Sabar
Sabar menurut terminologi adalah keadaan jiwa
yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan,
pendirian nya tidak berubah bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi. Menurut
Athaillah, sabar adalah tabah menghadapi cobaan dengan penuh kesopanan. Dipihak
lain, Al-Qusyairi menyebutkan bahwa sabar adalah lebur(fana) dalam cobaan,
tampa menampakkan keluhan sedikitpun. Sikap sabar dilandasi oleh anggapan bahwa
segala sesuatu yang tidak merupakan iradah tuhan.
Abdul Mustaqim
mengategorikan sabar menjadi tiga macam, dan menguraikannya secara lebih rinci.
a.
Ash-Shabru’ala Ath-Tha’ah (sabar dalam ketaatan)
Hal ini dilakukan dengan cara istiqomah dan terus menerus
dalam ketaatan kepada Allah.
b.
Ash-Shabru’an Al-Ma’shiyah (sabar meninggalkan maksiat).
Ini dilakukan dengan cara mujahadah (jihad spiritual),
bersungguh-sungguh dalam memerang hawa nafsu, dan meluruskan
keinginan-keinginan buruk yang dibisikkan oleh syetan.
c.
Ash-Shabru’ala Al-Mushibah (sabar ketika ditimpa musibah)
Hal ini dilakukan ketika ditimpa musibah atau kemalangan.
Dunia sesungguhnya tempat ujian. Allah akan menguji keimanan seseorang, antara
lain dengan ditimpakannya musibah.
2. Syukur
Syukur secara etimologi adalah membuka dan menyatakan.
Adapaun menurut terminologi, syukur adalah menggunakan nikmat allah untuk taat
kepada allah dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat kepada allah.
Syukur diperlukan karena semua yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah
berkat karunia allah. Allah yang telah memberikan nikmat kepada kita, baik berupa
pendengaran, penglihatan, kesehatan, keamanan, maupun nikmat-nikmat lainnya
yang tidak terhitung jumlahnya.
3. Amanat
Menurut etimologi amanat
adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan, atau kejujuran. Amanat merupakan
kebalikan dari khianat. Adapun menurut terminologi amanat adalah suatu sifat
dan sikap pribadi yang setia, jujur, dan tulus hati dalam melaksanakan suatu
hak yang dipercayakan kepadanya, baik hak itu milik Allah maupun hak hamba.
4. Shidqu
(Jujur)
Shidqu secara etimologi berarti Jujur atau benar. Adapun yang
dimaksud jujur, adalah memberi tahukan, menuturkan sesuatu dengan sebenarnya,
sesuai dengan fakta (kejadiannya). Pemberitahuan ini tidak hanya dalam ucapan,
tetapi juga dalam perbuatan. Dengan demikian, Shidqu adalah berlaku benar dan
jujur, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
5. Wafa’
(Menepati janji)
Dalam ajaran islam, janji
adalah hutang yang harus dibayar. Apabila kita mengadakan perjanjian pada suatu
waktu, kita harus menunaikannya tepat pada waktunya. Janji disini mengandung tanggung
jawab. Artinya, jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, dalam pandangan Allah
kita termasuk orang yang bersalah dan yang berdosa.
6. Iffah
(Memelihara kesucian diri)
Iffah adalah menjaga diri
dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara kehormatan. Upaya memelihara
kesucian diri hendaknya dilakukan setiap hari agar diri tetap terjaga
kesuciannya. Hal ini dapat dilakukan denga memelihara hati untuk tidak membuat
rencana dan angan-angan yang buruk.
7. Ihsan
(Berbuat baik)
Dalam konteks perbuatan
Ihsan ialah berbuat baik dalam hal ketaatan terhdap Allah. Adapun secara
kaifiatnya, adalah menyembah Allah seakan-akan melihatnya, atau jika tidak
melihatnya, sesungguhnya dia melihat kita. Jadi, selain mengerjakan
perintah-perintah yang wajib, Ihsan juga mengamalkan hal-hal yang sunah.
8.
Al-haya’ (Malu)
Al-haya adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan
keengganan melakukan sesuatu yang tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu,
apabila melakukan sesuatu yang tidak patut atau tidak baik akan terluhat gugup,
misalnya wajahnya menjadi merah. Sebaliknya, oarang yang tidak mamiliki rasa
malu, akan melakukan hal tersenut dengan tenang tanpa ada rasa gugup
sedikitpun.[7]
F.
Akhlak terhadap sesama
manusia
1. Berbuat
baik kepada tetangga
Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita.
Dalam hal ini, dekat bukan karena pertalian darah atau pertalian persaudaraan.
Meskipun mungkin tidak seagama dengan kita. Dekat disini, adalah orang yang
tinggal berdekatan dengan rumah kita.
2. Ta’awun
Adalah sikap saling tolong menolong terhadap
sesama. Dalam hal ini, tidak ada orang yang tidak memerlukan pertolongan orang
lain. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu manusia
tidak dapat hidup sendiri, ia membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain,
meskipun ia orang kaya atau mempunyai kedudukan tinggi.
3. Tawadhu
(Merendakan diri tehadap sesama)
Tawadhu adalah memelihara pergaulan dan
hubungan dengan sesama manusia, tanpa perasaan melebihkan diri esndiri
dihadapan orang lain. Selain itu, tawadhu juga mengandung pengertian tidak
merendahkan orang lain.
4.
Hormat kepada teman dan sahabat
Adalah merupakan sikap
terpuji dalam akhlak islam. Karena teman dan sahabat adalah orang yang kita
ajak bergaul dalam kehidupan, berbuat baik terhadap teman dan sahabat sangan di
anjurkan.
5.
Silaturahim dengan kerabat
Silaturahim adalah
menyambung kekerabata. Istilah ini menjadi sebuah simbol dari hubungan baik
penuh kasih sayang antara sesama kerabat yang asal usulnya berasala dari
saturahim.[8]
G. Akhlak terhadap lawan jenis dan busana
1.
Menundukkan kepala antara lawan jenis
Allah berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan
pandangnya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat”
2.
Tidak berdua-duaan
Bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki
Anshar berkata: ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana hukum masuk kedalam
kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah kematian (kebinasaan).
(al-bukhari 67:111: muslim 39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;67-70).
Nabi tidak membenarkan
kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini memberi pengertian, bahwa
kita dilarang duduk-duduk berdua-duan saja dalam sebuah bilik dengan seorang
perempuan tanpa mahramnya.
3.
Tidak menyentuh lawan jenis
Menyentuh lawan jenis yang
bukan mahram merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam islam.
Rasulullah bersabda, “seandainya kepala seorang ditusuk dengan jarum besi, itu
masih lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (HR,
Thabrani dengan sanad hasan)
4.
Menjaga aurat terhadap lawan jenis
Nabi SAW bersabda, yang
artinya: “Wanita itu adalah aurat. Jika ia keluar maka setan akan
memperindahnya dimata laki-laki”(HR. tirmizi, shahih).
5.
Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara wanita dan pria)
Ikhtilat itu adalah campur
baurnya seseorang wanita dengan laki-laki di suatu tempat tanpa ada hijab.
Dimana ketika tidak ada hijab atau kain pembatas masing-masing wanita atau
laki-laki tersebut bisa melihat lawan jenis dengan sangat mudah dan sesuka
hatinya.
6.
Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan bukan hal
yang mudah karena, dewasa ini banyak sekali remaja yang terjebak dalam
pergaulan dan sek bebas. Sebagai muslim kita wajib tahu bagaimana cara menjaga
kemaluan. Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh
atau membangkitkan napsu syahwat, tidak terlalu sering membaca atau meneonton
kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi
dengan lawan jenis, baik secara langsung ataupun melalui telepon, SMS, BBM, dan
media komunikasi lainnya.[9]
H.
Akhlak terhadap alam
sekitar
Alam atau Lingkungan yang
dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda
mati. Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi,
yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai
dengan fungsi ciptaanNya. Dalam al-Quran Surat al-An’am (6): 38 dijelaskan
bahwa binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia yang menurut
Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1998: 270). Baik di masa perang apalagi
ketika damai akhlak Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan
kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi
penciptaan. Dijelaskan dalam (QS. al-Hasyr (59): 5).
$tB OçF÷èsÜs% `ÏiB >puZÏj9 ÷rr& $ydqßJçGò2ts? ºpyJͬ!$s% #n?tã $ygÏ9qß¹é& ÈbøÎ*Î6sù «!$# yÌ÷ãÏ9ur tûüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇÎÈ
Artinya: “Apa saja yang kamu
tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan
(tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah;
dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik”. Maksudnya: pohon kurma milik musuh, menurut
kepentingan dan siasat perang dapat ditebang atau dibiarkan tumbuh.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak
adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang
bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang
dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan,
yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam
bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam
berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta
dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan
makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu
akhlak kepada Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq
(ciptaan-Nya).
B. Saran
Penulis mohon maaf
jika banyak kesalahan dalam makalah ini. Karena kalimat sempurna hanyalah milik
Allah SWT. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2016. Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah
Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia. Yogyakarta: Debut Wahana
Press.
Tim
Dosen Pai. 2016. Bunga Rampai Penelitian Dalam Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: CV Budi Utama
Syarifah
Habibah. 2015. Aklak Dan Etika Dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar. 1(4): 73-
87.
http://myubaydillah. blogspot.
com/2014/12/akhlak-terhadap-lawan-jenis.html?m=1
[1] Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: AMZAH, 2016), hlm.
1
[2] Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut
Wahana Press, 2009), hlm. 8
[3] Ibid.,hlm. 9-10
[4] Syarifah Habibah, “Aklak Dan Etika Dalam Islam”, JURNAL PESONA DASAR.
Vol. 1 No. 4, Oktober 2015, hal73- 87
[5] Tim Dosen Pai,
Bunga Rampai Penelitian Dalam Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: CV
Budi Utama, 2016), hlm. 19
[9] http://myubaydillah. blogspot.
com/2014/12/akhlak-terhadap-lawan-jenis.html?m=1 Sabtu, 6 Oktober 2018 pukul:
14.20
No comments:
Post a Comment