Search This Blog

Tuesday, December 4, 2018

Makalah Pendidikan Agama Islam tentang Klasifikasi Ajaran Islam Akhlak


MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Mengenai

KLASIFIKASI AJARAN ISLAM AKHLAK





Oleh



Ila Putri Yani                          (1811051004)

Illona Giovanni                       (1811052007)





Dosen Pembimbing:

RINALDI, S.Pdi.,M.Ed.,Ph.D

198412162014041001







KELAS

PJJ 1

PRODI D4 PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI PADANG

TAHUN AKADEMIK 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata-mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian akhlak
2.      Bagaimana akhlak terhadap Allah SWT dan rasul-nya
3.      Bagaimana akhlak terhadap ibu bapak
4.      Bagaimana akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat
5.      Bagaimana akhlak terhadap diri sendiri
6.      Bagaimana akhlak terhadap sesama manusia
7.      Bagaimana akhlak terhadap lawan jenis dan busana
8.      Bagaimana akhlak terhadap alam sekitar
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian akhlak
2.      Untuk mengetahui akhlak terhadap Allah SWT dan rasul-nya
3.      Untuk mengetahui akhlak terhadap ibu bapak
4.      Untuk mengetahui akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat
5.      Untuk mengetahui akhlak terhadap diri sendiri
6.      Untuk mengetahui akhlak terhadap sesama manusia
7.      Untuk mengetahui akhlak terhadap lawan jenis dan tata busana
8.      Untuk mengetahui akhlak terhadap alam sekitar


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak
            Secara etimologi, kata ahklak berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan demikian, secara etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.[1]
            Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Ya’qub, 1988: 12).[2]
            Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepada Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya).  
            Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi Saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.[3]
            Tugas yang amat berat dan sangat mulia itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh Nabi berkat bimbingan langsung dari Allah Swt. dan juga didukung oleh kepribadian beliau yang sangat agung. Terkait dengan ini Allah Swt. berfirman: 
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ  
Artinya:”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Qs. al-Qalam (68): 4)
            Untuk memudahkan umat Islam dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari, di samping memberikan aturan yang jelas di dalam al-Quran, Allah juga menunjuk Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan baik dalam bersikap, berperilaku, dan bertutur kata. Dengan dua sumber inilah setiap Muslim dapat membangun kepribadiannya. Keteladanan Nabi untuk setiap Muslim ini tegaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$#       tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Artinya:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullsh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”(Qs. al-Ahzab (33): 21).
B.     Akhlak terhadap Allah SWT dan rasul-nya
Akhlak yang baik kepada Allah berucap dan bertingkah laku yang terpuji  terhadap Allah Swt. Baik melalui ibadah langsung kepada Allah, seperti shalat, puasa dan sebagainya, maupun melalui perilaku-perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi dengan Allah diluar ibadah itu. Allah Swt telah mengatur hidup manusia dengan adanya hukum perintah dan larangan. Hukum ini, tidak lain adalah untuk menegakkan keteraturan dan kelancaran hidup manusia  itu sendiri. Dalam setiap pelaksanaan hukum tersebut terkandung nilai-nilai akhlak terhadap Allah Swt.
Berikut ini beberapa akhlak terhadap Allah Swt :[4]
1.      Beriman
Yaitu meyakini wujud dan keesaan Allah serta meyakini apa yang difirmankan-Nya, seperti iman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat dan qadha dan qadhar. Beriman merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak islam. Jika iman telah tertanam didada, maka ia akan memancar kepada seluruh perilaku sehingga membentuk kepribadian yang menggambarkan akhlak islam yaitu akhlak yang mulia.
2.      Taat
Yaitu patuh kepada segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sikap taat kepada perintah Allah merupakan sikap yang mendasar setelah beriman, ia merupakan gambaran langsung dari adanya iman di dalam hati.
3.      Ikhlas
Yaitu melaksanakan perintah Allah dengan pasrah tanpa mengharapkan sesuatu, kecuali keridhaan Allah. Jadi ikhlas itu bukan tanpa pamrih. Tetapi pamrih hanya diharapkan dari Allah berupa keridhaan-Nya. Oleh karena itu, dalam melaksanakannya harus menjaga akhlak sebagai bukti keikhlasan menerima hukum-hukum tersebut.




4.      Khusyuk
Yaitu bersatunya pikiran dengan perasaan batin dalam perbuatan yang sedang dikerjakannya atau melaksanakan perintah dengan sungguh-sungguh. Khusyuk melahirkan ketenangan batin dan perasaan pada orang yang melakukannya. Karena itu, segala bentuk perintah yang dilakukan dengan khusyuk melahirkan kebahagiaan hidup. Ciri-ciri Khusyu’ yaitu adanya perasaan nikmat ketika melaksanakannya. Shalat perlu dilakukan dengan khusyu’. Jika orang melakukan shalat tetapi belum khusyu’. Agar khusyu’ dalam shalat, sejak niat kita harus sunguh-sungguh hanya terpusat pada perbuatan yang berkaitan dengan shalat. Apa yang dibacakan oleh lidah, dimaknai oleh pikran,diresapi oleh hati dan difokuskan pada Allah yang sedang kita hadapi.
5.      Huznudz dzan
Yaitu berbaik sangka kepada Allah. Apa saja yang diberikan-Nya merupakan pilihan yang terbaik untuk manusia. Berprasangka baik kepada Allah merupakan gambaran harapan dan kedekatan seseorang kepada-Nya, sehingga apa saja yan diterimanya dipandang sebagai suatu yang terbaik  bagi dirinya. Oleh karena itu, seorang yang huznuzan tidak akan mengalami perasaan kecewa atau putus asa yang berlebihan
6.      Tawakal
Yaitu mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana. Sikap tawakal merupakan gambaran dari sabar dan menggambarkan kerja keras dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan suatu rencana. Apabila rencana tersebut menghasilkan keinginan yang diharapkan atau gagal dari harapan yang semestinya, ia akan mampu menerimanya tanpa penyesalan.
7.      Syukur
Yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas  nikmat yang telah diberikan-Nya.Ungkapan syukur dilakukan dengan kata-kata dan perilaku. Ungkapan dalam bentuk kata-kata adalah mengucapkan hamdalah setiap saat,sedangkan bersyukur dengan perilaku dilakukan dengan cara menggunakan nikmat Allah sesuai dengan semestinya. Misalnya nikmat diberi mata, maka bersyukur terhadap nikmat itu dilakukan dengan menggunakan mata untuk melihat hal-hal yan baik, seperti, membaca, mengamati alam dan sebagainya yang mendatangkan manfaat.
8.      Sabar
Yaitu ketahanan mental dalam menghadapi kenyataan yang menimpa diri kita. Ahli sabar tidak akan mengenal putus asa dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Oleh karena itu, perintah bersabar bukan perintah berdiam diri, tetapi perintah untuk terus berbuat tanpa berputus asa.
9.       Bertasbih
Yaitu mensucikan Allah dengan ucapan, yaitu dengan memperbanyak mengucapkan subhanallah ( maha suci Allah ) serta menjauhkan perilaku yang dapat mengotori nama Allah Yang Maha Suci.
10.  Istighfar
Yaitu meminta ampun kepada Allah atas segala dosa yan perna dibuat dengan mengucapkan “ astagfirullahal ‘adzim ’’ (aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung ). Sedangkan istighfar melalui perbuatan dilakukan dengan cara tidak mengulangi dosa atau kesalahan yan telah dilakukan.
11.  Takbir
Yaitu mengagungkan Allah dengan membaca Allahu Akbar ( Allah Maha Besar ).Mengagungkan Allah melalui perilaku adalah mengagungkan nama-Nya dalam segala hal, sehingga tidak menjadikan sesuatu melebihi keagunggan Allah. Tidak mengagungkan yang lain melampaui keagunggan Allah dalam berbagai konsep kehidupan,baik melalui kata-kata maupundalam tindakan.
12.  Do’a
Yaitu meminta kepada Allah apa saja yang diinginkan dengan cara yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Do’a adalah cara membuktikan kelemahan manusia dihadapan Allah, karena itu berdoa merupakan inti dari beribadah.
Adapun akhlak terhadap rasulullah SAW ialah;
1.        Mencintai Rasulullah
2.      Mengikuti dan menaati Rasulullah
3.      Mengucapkan Shalawat dan salam kepada Rasulullah.
C.    Akhlak terhadap ibu bapak
Akhlak kepada Ibu Bapak atau kedua orang tua merupakan sesuatu hal yang sangat penting, karenaorang tua adalah orang yang mengenal kan kita pada dunia dari kecil hingga dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh.
Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk membangkang kepada orang tua. Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap kedua orang tua. Sebagai muslim yang baik, yaitu adalah kita harus memiliki akhlak yang sempurna tehadap orang tua kita. Allah SWT berfirman dalam (Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 23).
* 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ   
Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu Bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan;’Ah’;dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”. (Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 23).
Hal ini menunjukkan bahwa Akhlak menghormati orang tua adalah suatu hal yang sangat penting yang dianjurkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Adapun akhlak anak terhadap orang tua adalah sebagai berikut: sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah kepadanya, rendahkan dirimu dan sopanlah kepadanya.[5]
D.    Akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat
Adapun akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat:
1.      Birul Walidain (Berbakti kepada orangtua)
Diantara akhlak terhadap keluarga adalah berbakti kepada orang tua. Berbakti kepada orang tua merupakan amal Shaleh paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim, juga merupakan faktor utama diterimanya doa seseorang.
2.      Bersikap baik kepada saudara
Ajaran islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada sanak saudara, setelah menunaikan kewajiban kepada Allah dan kedua orang tua. Hidup rukun dan damai dengan saudara dapat tercapai, apabila hubungan tetap terjalin dengan saling pengertian dan tolong menolong.
3.      Membina dan mendidk keluarga
Membina dan mendidk keluarga merupakan akhlak yang mulia. Pendidikan keluaraga menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Namun, demikian, seluruh anggota keluarga juga tidak lepas dari tanggung jawab tersebut, agar tercipta pendidikan yang mulia dan sesuai dengan ajaran islam yang dikendaki Allah. 
4.      Memilihara keturunan
Keluarga adalah penerus keturunan yang harus dipelihara dengan baik, sesuai dengan tuntunan ajaran agama islam. Oleh karena itu merupakan sebuah kewajiban bagi seorang muslim untuk memelihara keturunan dengan tetap berpegang kepada ajaran agama islam. [6]
E.     Akhlak terhadap diri sendiri
Adapun akhlak terhadap diri sendiri adalah sebagai berikut:
1.      Sabar
Sabar menurut terminologi adalah keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendirian nya tidak berubah bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi. Menurut Athaillah, sabar adalah tabah menghadapi cobaan dengan penuh kesopanan. Dipihak lain, Al-Qusyairi menyebutkan bahwa sabar adalah lebur(fana) dalam cobaan, tampa menampakkan keluhan sedikitpun. Sikap sabar dilandasi oleh anggapan bahwa segala sesuatu yang tidak merupakan iradah tuhan.
Abdul Mustaqim mengategorikan sabar menjadi tiga macam, dan menguraikannya secara lebih rinci.
a.       Ash-Shabru’ala Ath-Tha’ah (sabar dalam ketaatan)
Hal ini dilakukan dengan cara istiqomah dan terus menerus dalam ketaatan kepada Allah.
b.      Ash-Shabru’an Al-Ma’shiyah (sabar meninggalkan maksiat).
Ini dilakukan dengan cara mujahadah (jihad spiritual), bersungguh-sungguh dalam memerang hawa nafsu, dan meluruskan keinginan-keinginan buruk yang dibisikkan oleh syetan.
c.       Ash-Shabru’ala Al-Mushibah (sabar ketika ditimpa musibah)
Hal ini dilakukan ketika ditimpa musibah atau kemalangan. Dunia sesungguhnya tempat ujian. Allah akan menguji keimanan seseorang, antara lain dengan ditimpakannya musibah.
2.      Syukur
Syukur secara etimologi adalah membuka dan menyatakan. Adapaun menurut terminologi, syukur adalah menggunakan nikmat allah untuk taat kepada allah dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat kepada allah. Syukur diperlukan karena semua yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia allah. Allah yang telah memberikan nikmat kepada kita, baik berupa pendengaran, penglihatan, kesehatan, keamanan, maupun nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
3.      Amanat
Menurut etimologi amanat adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan, atau kejujuran. Amanat merupakan kebalikan dari khianat. Adapun menurut terminologi amanat adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, jujur, dan tulus hati dalam melaksanakan suatu hak yang dipercayakan kepadanya, baik hak itu milik Allah maupun hak hamba.


4.      Shidqu (Jujur)
Shidqu secara etimologi berarti Jujur atau benar. Adapun yang dimaksud jujur, adalah memberi tahukan, menuturkan sesuatu dengan sebenarnya, sesuai dengan fakta (kejadiannya). Pemberitahuan ini tidak hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam perbuatan. Dengan demikian, Shidqu adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
5.      Wafa’ (Menepati janji)
Dalam ajaran islam, janji adalah hutang yang harus dibayar. Apabila kita mengadakan perjanjian pada suatu waktu, kita harus menunaikannya tepat pada waktunya. Janji disini mengandung tanggung jawab. Artinya, jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, dalam pandangan Allah kita termasuk orang yang bersalah dan yang berdosa.
6.      Iffah (Memelihara kesucian diri)
Iffah adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara kehormatan. Upaya memelihara kesucian diri hendaknya dilakukan setiap hari agar diri tetap terjaga kesuciannya. Hal ini dapat dilakukan denga memelihara hati untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk.
7.      Ihsan (Berbuat baik)
Dalam konteks perbuatan Ihsan ialah berbuat baik dalam hal ketaatan terhdap Allah. Adapun secara kaifiatnya, adalah menyembah Allah seakan-akan melihatnya, atau jika tidak melihatnya, sesungguhnya dia melihat kita. Jadi, selain mengerjakan perintah-perintah yang wajib, Ihsan juga mengamalkan hal-hal yang sunah.
8.      Al-haya’ (Malu)
Al-haya adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak patut atau tidak baik akan terluhat gugup, misalnya wajahnya menjadi merah. Sebaliknya, oarang yang tidak mamiliki rasa malu, akan melakukan hal tersenut dengan tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun.[7]
F.     Akhlak terhadap sesama manusia
1.      Berbuat baik kepada tetangga
Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita. Dalam hal ini, dekat bukan karena pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Meskipun mungkin tidak seagama dengan kita. Dekat disini, adalah orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita.
2.      Ta’awun
Adalah sikap saling tolong menolong terhadap sesama. Dalam hal ini, tidak ada orang yang tidak memerlukan pertolongan orang lain. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri, ia membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain, meskipun ia orang kaya atau mempunyai kedudukan tinggi.
3.      Tawadhu (Merendakan diri tehadap sesama)
Tawadhu adalah memelihara pergaulan dan hubungan dengan sesama manusia, tanpa perasaan melebihkan diri esndiri dihadapan orang lain. Selain itu, tawadhu juga mengandung pengertian tidak merendahkan orang lain.
4.      Hormat kepada teman dan sahabat
Adalah merupakan sikap terpuji dalam akhlak islam. Karena teman dan sahabat adalah orang yang kita ajak bergaul dalam kehidupan, berbuat baik terhadap teman dan sahabat sangan di anjurkan.
5.      Silaturahim dengan kerabat
Silaturahim adalah menyambung kekerabata. Istilah ini menjadi sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih sayang antara sesama kerabat yang asal usulnya berasala dari saturahim.[8]
G.    Akhlak terhadap lawan jenis dan busana
1.      Menundukkan kepala antara lawan jenis
Allah berfirman: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangnya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat”
2.      Tidak berdua-duaan
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana hukum masuk kedalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah kematian (kebinasaan). (al-bukhari 67:111: muslim 39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;67-70).
Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini memberi pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duan saja dalam sebuah bilik dengan seorang perempuan tanpa mahramnya.
3.      Tidak menyentuh lawan jenis
Menyentuh lawan jenis yang bukan mahram merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam islam. Rasulullah bersabda, “seandainya kepala seorang ditusuk dengan jarum besi, itu masih lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (HR, Thabrani dengan sanad hasan)
4.      Menjaga aurat terhadap lawan jenis
Nabi SAW bersabda, yang artinya: “Wanita itu adalah aurat. Jika ia keluar maka setan akan memperindahnya dimata laki-laki”(HR. tirmizi, shahih).
5.      Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara wanita dan pria)
Ikhtilat itu adalah campur baurnya seseorang wanita dengan laki-laki di suatu tempat tanpa ada hijab. Dimana ketika tidak ada hijab atau kain pembatas masing-masing wanita atau laki-laki tersebut bisa melihat lawan jenis dengan sangat mudah dan sesuka hatinya.
6.      Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan bukan hal yang mudah karena, dewasa ini banyak sekali remaja yang terjebak dalam pergaulan dan sek bebas. Sebagai muslim kita wajib tahu bagaimana cara menjaga kemaluan. Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh atau membangkitkan napsu syahwat, tidak terlalu sering membaca atau meneonton kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi dengan lawan jenis, baik secara langsung ataupun melalui telepon, SMS, BBM, dan media komunikasi lainnya.[9]
H.    Akhlak terhadap alam sekitar
Alam atau Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaanNya. Dalam al-Quran Surat al-An’am (6): 38 dijelaskan bahwa binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia yang menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1998: 270). Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi penciptaan. Dijelaskan dalam (QS. al-Hasyr (59): 5). 
$tB OçF÷èsÜs% `ÏiB >puZŠÏj9 ÷rr& $ydqßJçGò2ts? ºpyJͬ!$s% #n?tã $ygÏ9qß¹é& ÈbøŒÎ*Î6sù «!$# yÌ÷ãÏ9ur tûüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇÎÈ  
Artinya: “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik”. Maksudnya: pohon kurma milik musuh, menurut kepentingan dan siasat perang dapat ditebang atau dibiarkan tumbuh.[10]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepada Khaliq (Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya).
B.     Saran
Penulis mohon maaf jika banyak kesalahan dalam makalah ini. Karena kalimat sempurna hanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2016. Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah
Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak Mulia. Yogyakarta: Debut Wahana Press.
Tim Dosen Pai. 2016. Bunga Rampai Penelitian Dalam Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: CV Budi Utama
Syarifah Habibah. 2015. Aklak Dan Etika Dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar. 1(4): 73- 87. 
http://myubaydillah. blogspot. com/2014/12/akhlak-terhadap-lawan-jenis.html?m=1




[1] Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: AMZAH, 2016), hlm. 1
[2] Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), hlm. 8
[3] Ibid.,hlm. 9-10
[4] Syarifah Habibah, “Aklak Dan Etika Dalam Islam”, JURNAL PESONA DASAR. Vol. 1 No. 4, Oktober 2015, hal73- 87
[5] Tim Dosen Pai, Bunga Rampai Penelitian Dalam Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2016), hlm. 19
[6] Samsul Munir Amin, Op.Cit.,hlm.214-218
[7] Ibid.,hlm. 198-212
[8] Ibid.,219-224
[9] http://myubaydillah. blogspot. com/2014/12/akhlak-terhadap-lawan-jenis.html?m=1 Sabtu, 6 Oktober 2018 pukul: 14.20
[10] Marzuki, Op.cit.,hlm. 24

No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Evaluasi Kurikulum