Search This Blog

Tuesday, December 4, 2018

Makalah Tahsinul Qur'an tentang Kepribadian Muslim Menurut Al-Qur'an dan Hadist


MAKALAH
TAHSINUL QUR’AN
Tentang
“Kepribadian Muslim Menurut Al-Qur’an dan Hadist”


Oleh :
Rendi Zullian
1614040022
                  

Dosen Pembimbing:
Ihsan Nuzula, S.Pd.I, M.Pd.I



JURUSAN TADRIS MATEMATIKA A
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
TAHUN AJARAN 2016/2017 M
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Masalah Dalam kehidupan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial kepribadian senantiasa mengalami warna warni kehidupan. Ada kalanya senang, tentram dan gembira. Tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia juga kadang kadang mengalami hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya, ini menunjukan bahwa manusia senantiasa mengalami dinamika kehidupan.
Berbagai macam cara dilakukan agar manusia dapat menyalurkan rasa senang, tenang dan gembira atau dengan kata lain agar manusia memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari hal-hal yang mengecewakan. Mampu tidaknya seseorang dalam mencapai keinginannya tergantung dari vitalitas, temperamen, watak serta kecerdasan seseorang. Vitalitas merupakan semangat hidup, pusat tenaga seseorang, ia merupakan dasar kepribadian dan merupakan unsur penting yang ikut menentukan kemampuan berprestasi, dan bersifat dinamis. Setiap orang memiliki vitalitas yang berbeda ada yang kuat ada juga lemah.
Kepribadian juga merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ia akan ikut menentukan sukses tidaknya seseorang. Kepribadian meskipun ia merupakan faktor yang penting dalam kejiwaan dan berada pada tataran rohani namun wujudnya dapat terlihat pada tingkah laku dan sikap hidup seseorang.
Beberapa ahli psikologi telah banyak mengemukakan teori tentang kepribadian antara lain William James, ia berpendapat bahwa kepribadian merupakan unsur kesatuan yang berlapis-lapis. Terdiri dari The Material Self atau diri materi, The Social Self atau diri sosial, The Spiritual Self atau diri rohani dan Pure Ege atau ego murni atau Self of Selves. Sementara itu Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian itu terdiri atas tiga system yaitu id, ego dan super ego. Id merupakan kepribadian yang berhubungan dangan prnsip kesenangan atau pemuasan biologis, sedang ego merupakan bagian kepribadian yang berhubungan dengan lingkungan dasarnya adalah kenyataan dan super ego merupakan bagian kepribadian yang berhubungan dengan norma sosial, moral dan rohani.
Di kalangan intelektual Muslim masalah psikologi sudah banyak dibahas oleh para ahli diantaranya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan Ash Shafa, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al Jauzi.
Psikologi Islam juga membahas tentang syakhsiyah atau personality atau kepribadian. Dalam literature klasik seperti Al-Gazali telah membahas tentang keajaiban hati dan Ibnu Maskawaih ditemukan pembahasan tentang akhlak yang maksudnya mirip dengan syakhsiyah. Bedanya syakhsiyah dalam psikologi berkaitan dengan tingkah laku yang didevaluasi sedangkan akhlak adalah tingkah laku yang dievaluasi. Karena itu kepribadian muslim selain mendiskripsikan tentang tingkah laku seseorang juga menilai baik buruknya.
Makalah ini akan membahas tentang struktur kepribadian muslim meliputi substansi jasmani, substansi ruhani dan substansi nafsani, juga akan membahas pergulatan psikologis dan ciri-ciri kepribadian muslim.

B.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian kepribadian?
2.      Bagaimana maksud dan apa saja struktur kepribadian muslim?
3.      Bagaimana ciri – ciri kepribadian muslim?

C.   Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian kepribadian.
2.      Untuk mengetahui maksud dan apa saja struktur kepribadian muslim.
3.      Untuk mengetahui ciri – ciri kepribadian muslim.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kepribadian
Kepribadian dalam bahasa Arab disebut as-syakhshiyyah, berasal dari kata syakhshun, artinya, orang atau seseorang atau pribadi. Kepribadian bisa juga diartikan identitas seseorang (haqiiqatus syakhsh). Kepribadian atau syakhshiyyah seseorang dibentuk oleh cara berpikirnya (aqliyah) dan caranya berbuat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginannya (nafsiyah).
Kepribadian berasal dari kata Personality (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas, yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, ataupun yang kurang baik. Secara filosofis dapat dikatakan bahwa pribadi adalah ”aku yang sejati” dan kepribadian merupakan “penampakan sang aku” dalam bentuk prilaku tertentu.
Disini muncul gagasan umum bahwa kepribadian adalah kesan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang diperoleh dari apa yang dipikir, dirasakan, diperbuat yang terungkap mealui perilaku.
Selanjutnya berdasarkan pengertian kata-kata tersebut para ahli mengemukakan definisinya sebagai berikut:
a.       Woodworth: Kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang.
b.      Morrison: Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu dengan jalan menampilkan hasil- hasil kultural dari evolusi social.
c.       Hartmann: Susunan yang terintegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang individu sebagaimana yang dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperhatikannya kepada orang lain.
d.      William James: kepribadian ialah unsur kesatuan yang berlapis lapis dari diri materi, diri sosial, diri ruhani dan ego murni.
e.       Sigmond Freud: kepribadian adalah terdiri atas tiga sistem yaitu id, ego dan super ego.
f.        Sementara itu John Hocke telah mengemukakan teori tabula, rasa atau papan lilin yang siap untuk digambari, berbeda dengan Islam yang menempatkan fitrah sebagai potensi dasar kejiwaan.
g.      Para intelektual Muslim: mendefinisikan kepribadian yakni merupakan bentuk integrasi antara system kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.

B.    Struktur Kepribadian Islam
             Substansi jasmani berupa organisme fisik manusia lebih sempurna dibanding makhluk-makhluk yang lain bersifat lahiriyah yang memiliki unsur-unsur tanah, udara, api, dan air ia akan hidup jika diberi daya hidup atau al bayah. Substansi ruh adalah substansi yang merupakan kesempurnaan awal. Al Gazali menyebutnya lathifah yang halus dan bersifat ruhani. Ruh sudah ada ketika tubuh belum ada dan tetap ada meskipun jasadnya telah mati. Fathur Rahman menyatakan bahwa ruh adalah amanah, karena itu ia memiliki keunikan dibanding dengan makhluk yang lain. Dengan amanah inilah ia menjadi kalifah di muka bumi. Substansi nafsani berarti jiwa, nyawa atau ruh, konotasinya ialah kepribadian dan substansi psiko fisik manusia. Nafs ini merupakan gabungan dari jasad dan ruh. Karena itu nafs adalah potensi jasadi dan rohani. Ia berupa potensi aktualisasinya akan membentuk suatu kepribadian Muslim yaitu merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan nafsani.
            Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan nafsani.
1.      Al Qalb atau kalbu merupakan materi organik yang memiliki system kognisi yang berdaya emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al nur al ilahy dan al bashirah al bathinah (mata batin). Kalbu dalam arti jasmani adalah jantung (heart) bukan hati (lever). Kalbu dalam artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani (conscience) dan ruh (soul). Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya. Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagamaan Mengenai kalbu ini
            Rasulullah SAW pernah bersabda : “Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu”.
            Menurut Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang bersih, yaitu (1) hatinya orang beriman dan mendapat sinar (2) hati yang tertutup yaitu hatinya orang kafir, hati yang buta dan tidak melihat kebenaran (3) hati yang terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu melihat kebenaran tetapi kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki dua bekal yakni bekal iman dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari mana yang paling dominan. Orang yang kalbunya disinari Tuhan maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat, teguh dan tidak mudah putus asa. Dan apabila ia memiliki nafsu muthmainah ia akan tenang dan optimis karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan diberikan.
2.      Akal secara estimologi memiliki arti al imsak (menahan) al Ribath (ikatan) al Bajr (menahan) al Naby (melarang) dan manin (mencegah).
            Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka rasionalitinya mampu bereksistensi. Dengan akal seseorang mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan dan merugikan. Akal mampu memperoleh pengetahuan dengan daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif. Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda keinginan tidak terburu-buru mengerjakannya sehingga menjadi jelas olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau ditinggalkan.
            Menurut Al Gazali agar manusia dapat senantiasa berdekatan dan mendapat nur ilahy maka ia harus berilmu dan mempunyai iradah (kemauan). Dengan ilmu seseorang akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan akal. Dengan kemauan dan akal seseorang akan mengetahui cara-cara untuk memperbaiki serta mencari sebab sebab yang berhubungan dengan hal itu. Al Gazali berpendapat bahwa orang yang sakit nafsunya selalu menginginkan makanan yang enak.
            Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika orang tersebut sehat maka secara akal berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan toyyiban pasti akan terasa enak (lezat). Dengan demikian nafsu untuk selalu menginginkan hal hal yang enak enak akan dapat dikurangi atau dilawan dengan kondisi sehat.
            Akal terbagi menjadi dua yaitu akal dharuri dan akal muktasabah. dharuri yaitu akal yang dapat mengetahui secara mudah. Akal muktasabah ialah akal yang baru mengetahui dengan cara diusahakan, akal muktasabah terbagi dua yaknu muktasabah duniawi ialah akal yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keduniawiyan. Akal muktasabah ukhrawi yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat.
3.      Nafsani
            Nafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan yaitu, al-Ghadhabiyah dan al-Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari segala hal yang membahayakan. Ghadab dalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan, pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untuk melindungi egonya sendiri terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya sendiri, sedang syahwat dalam psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah kenikmatan. Apabila keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip kerjanya adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual.
            Nafsu merupakan struktur di bawah sadar dalam kepribadian manusia, apabila manusia didominasi oleh nafsunya, maka ia tidak akan dapat bereksistensi baik di dunia maupun diakhirat. Karena itu apabila kepribadian seseorang didomonasi oleh nafsu maka prinsip kerjanya adalah mengejar kenikmatan dunia, tetapi apabila nafsu tersebut dibimbing oleh kalbu cahaya ilahi maka ghadabnya akan berubah menjadi kemampuan yang tinggi derajatnya.
            Jika nafsu tersebut dikuasai oelh cahaya ilahi yang muncul adalah sifat-sifat kebaikan, tetapi jika nafsu itu dikuasai oleh syaitan maka yang muncul adala sifat-sifat syaitaniyah dan ini disebut hati yang sakit ,hati yang sakit bisa sembu apabila ia kembali kepada cahaya ilahi tetapi akan lebih sakit apabila ia dikuasai oleh nafsu syaitan.
            Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh mental adalah berfungsinya system kerja yang harmonis antara kalbu, akal, dan nafsu. Dan ini hanya bisa dilakukan melalui latihan-latihan kejiwaan secara terus menerus.
            Harmonisnya jiwa memungkinkan seseorang dapat berhubungan secara harmonis ditengah masyarakat. Untuk itu diperlukan The Art of Interction yaitu seni berhubungan yang baik menuju akhlak yang baik, sebagai landasan utama kebahagian umat, akhlak yang baik juga merupakan faktor utama dalam memperbaiki kepribadian seseorang.
            Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih dan jiwa kotor termasuk dalam nafsu. Dan mereka membagi nafsu menjadi 3 bagian :
1.      Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir maupun maksiat bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah maka wujud kepribadiannya ialah tamak, serakah, keras kepala, angkuh, dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya seperti free sexs, suka berkelahi dan sebagainya.
2.      Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah tetapi masih sering melakukan maksiat bathin kemudian bersegera beristighfar dan berusaha memperbaikinya. Orang yang berkepribadian lawamah maka senantiasa akan mengevaluasi diri (self correction) untuk menjadi lebih baik.
3.      Nafsu muthmainah, suatu kepribadian yang bersumber dari kalbu manusia, di dalamnya selalu terhindar dari sifat-sifat yang tercela dan tumbuh sifat-sifat yang terpuji dan selalu tenang. Kecenderungannya ialah beribadah, mencintai sesama, bertambah tawakal, dan mencari ridho Allah dan bersifat teosentris. Menurut Ibnu Kholdum bahwa ruh kalbu itu disinggahi oleh ruh akal. Ruh akal ini substansinya mampu mengetahui apa saja di alam amar. Ia menjadi tidak mampu mencapai pengetahuan disebabkan adanya hijab, apabila hijab itu hilang maka ia akan mampu menemukan pengetahuan. Bahkan sebagian ahli tasawuf yang lain membagi nafsu menjadi 7 bagian, yaitu : nafsu amarah, nafsu lawamah, nafsu malhamah, nafsu muthmainah, nafsu al rodhiyah, nafsu mardhiyah, dan nafsu kamilah.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S Yusuf 12 : 53
Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

C.   Pola dan Ciri – Ciri Kepribadian Muslim
            Kepribadian merupakan “keniscayaan”, suatu bagian dalam (interior) dari diri kita yang masih perlu digali dan ditemukan agar sampai kepada keyakinan siapakah diri kita yang sesungguhnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT telah menerangkan model kepribadian manusia yang memiliki keistimewaan dibanding model kepribadian lainnya.
            Di antaranya adalah Surah al-Baqarah [2] ayat 1-20. Rangkaian ayat ini menggambarkan tiga model kepribadian manusia, yakni kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir, dan kepribadian orang munafik.
            Berikut ini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari masing-masing tipe kepribadian berdasarkan apa yang dijelaskan dalam rangkaian ayat tersebut, adapun sesuai dengan tema pada kali ini, fokus pada ciri atau sifat kepribadian muslim sesuai Al-Qur'an dan Sunnah, yang merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al- Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim, yaitu:
1.      Salimul Aqidah
            Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya :


           
Artinya : "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam” (QS Al-An’am [6] :162).
2.      Shahihul ‘Ibadah
            Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: 'shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.' Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3.      Matinul Khuluq
            Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya.
4.      Qowiyyul Jismi
            Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
            Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: 'Mu'min yang kuat lebih aku cintai daripada mu'min yang lemah' (HR. Muslim).
5.      Mutsaqaful Fikri Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur'an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, dalam firman Allah SWT:
            “Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: 'pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
6.      Mujahadatun Linafsihi
            Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
            Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).


7.      Haritsun 'ala Waqtihi
            Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam.
            Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: 'Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu'. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memenej waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah: “memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8.      Munazhzhamun fi Syu'unihi
            Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur'an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
9.      Qodirun 'alal Kasbi Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi.
10.  Naafi'un Lighoirihi
            Bermanfaat bagi orang lain (nafi'un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. HR. Bukhari Muslim: "Khoirunnas Anfa 'uhum linnas", yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
      Gambaran manusia mukmin dengan segenap ciri yang terdapat dalam Al-Qur’an ini merupakan gambaran manusia paripurna (insan kamil) dalam kehidupan ini, dalam batas yang mungkin dicapai oleh manusia. Allah menghendaki kita untuk dapat berusaha mewujudkannya dalam diri kita, Rasulullah saw telah membina generasi pertama kaum mukminin atas dasar ciri-ciri tersebut. Beliau berhasil mengubah kepribadian mereka kaum jahilin secara total serta membentuk mereka sebagai mukmin sejati yang mampu mengubah wajah sejarah dengan kekuatan pribadi dan kemuliaan akhlak mereka. Singkatnya, kepribadian orang beriman dapat menjadi teladan bagi orang lain.

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
                 Kepribadian atau watak, ciri khas atau karakter seseorang yang secara eksis dan terus menerus dipertahankan, meskipun demikian kepribadian bisa berubah ubah sesuai dengan faktor yang mempengaruhi. Dalam Islam kepribadian Muslim identik dengan akhlak Islam, ia merupakan perpaduan harmonis antara system kalbu, akal dan nafsu yang menimbulkan tingkah laku dan merupakan ciri khas umat Islam. Karena itu ciri khas kepribadian Muslim ialah yang selalu menjaga hatinya untuk taat kepada Allah sehingga senantiasa mendapat sinarnya dan menjauhi segala larangannya yang merupakan kotoran-kotoran manusia.
                 Struktur kepribadian Muslim meliputi tiga substansi, yaitu jasad atau jasmani, ruh atau ruhani dan nafsani atau jiwa, jiwa itu sendiri terdiri dari kalbu, akal dan nafsu. Sedangkan nafsu terdiri dari nafsu amarah, lawamah dan muthmainah. Semuanya ini merupakan struktur kepribadian Islam, yang jika system kerjanya bagus semua akan membentuk kepribadian kamil atau manusia paripurna yang tenang, selalu berbuat kebaikan, tawakal dan terhindar dari sifat sifat tercela.

B.     KRITIK DAN SARAN
Dengan telah dipaparkannya materi tentang Kepribadian Muslim Menurut Al-Qur’an dan Hadist. Diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembelajaran serta bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis. Oleh sebab itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Asyim Muhammad. 2002. Tasawuf dan Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fauzi, Ahmad. 1999. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
Maslaw, Abraham. 1993. Motivasi dan Kepribadian. Bandung : Pustaka Binaan Pressindo.
Maisyaroh, Siti. Dalam pengertian kepribadian muslim. http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2191444-pengertian-kepribadian-muslim/. Dikases pada Selasa 16 Januari 2018 Pukul. 21.13 WIB



No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Evaluasi Kurikulum