Search This Blog

Thursday, December 6, 2018

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Inovasi Kurikulum

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM
tentang

INOVASI KURIKULUM



Disusun oleh:

Kelompok 11
Agustina Munthe         : 1614040011
Putri Rahmah               : 1614040026


Dosen pengampu:
Prof. Dr. Syafruddin urdin
Andriantoni, M. Pd

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL
PADANG
1439 H/ 2018 M

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya, merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Kurikulum sekolah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang  sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, inovasi pendidikan tidak akan berjalan  sesuai dengan tujuan inovasi. Oleh karena itu, dalam inovasi pendidikan, semua perubahan yang hendak diterapkan yang harus sesuai dengan perubahan kurikulum. Dengan kata lain, perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan keduanya akan berjalan searah.[1]
Inovasi kurikulum adalah gagasan atau praktik kurukulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa maksud dari inovasi kurikulum?
2.      Bagaimana latar belakang dan sumber dari munculnya inovasi kurikulum?
3.      Bagaimana inovasi kurikulum di Indonesia?
4.      Apa hambatan dalam implementasi suatu inovasi?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui maksud dari inovasi kurikulum.
2.      Mengetahui latar belakang dan sumber dari munculnya inovasi kurikulum.
3.      Mengetahui inovasi kurikulum di Indonesia.
4.      Mengetahui hambatan dalam implementasi suatu inovasi.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Inovasi Kurikulum
Kata “innovation” (bahasa inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan (S. Wojowasito, 1972; santoso S. Hamijoyo, 1996), tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi kata indonesia yaitu “inovasi”. Inovasi kadang-kadang juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menterjemahkan kata dari bahasa inggris “discovery” dan “invention”. Ada juga yang mengaitkan antara  pengertian inovasi dan modernisasi, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan. Untuk memperluas wawasan serta memperjelas pengertian inovasi kurikulum, maka perlu dibicarakan dulu tentang pengertian discovery, invention, dan innovation sebelum membicarakan tentang pengertian inovasi kurikulum.[2]
Discovery, invention, dan innovation dapat diartikan dalam bahasa indonesia “penemuan”, maksudnya keiga kata tersebut mengandung arti ditemukannya sesuatu yang baru, baik sebenarnya barangnya itu sendiri sudah ada lama kemudian baru diketahui atau memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada. Demikian pula mungkin hal yang baru itu diadakan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Inovasi dapat menggunakan diskoveri atau invensi. Diskoveri adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Misalnya penemuan benua amerika oleh columbus tahun 1492. Invensi adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditemui itu benar-benar sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru. Misalnya penemuan teori belajar, teori pendidikan, teknik pembuatan barang dari plastik, mode pakaian, dan sebagainya. Tentu saja munculnya ide atau kreativitas berdasarkan hasil pengamatan, pengalaman, dari hal-hal yang sudah ada, tetapu wujud yang ditemukannya benar-benar baru. Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseoang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.[3]
Semua defenisi tersebut menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang bari itu dapat berupa invensi atau diskoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.[4]
Inovasi berkaitan dengan pengambilan keputusan yang diambil, baik menerima maupun menolak hasil dari inovasi. Ibrahim (1988:71-73) menyebutkan bahwa tipe keputusan inovasi pendidikan – termasuk di dalamnya inovasi kurikulum- dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) keputusan inovasi pendidikan opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa bergantung atau terpengaruh dorongan anggota sosial lain; (2) keputusan inovasi pendidikan kolektif, yaitu pemilihan menerima dan menolah inovasi berrdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama atas kesepakatan antar-anggota sistem sosial; (3) keputusan inovasi pendidikan otoritas, yaitu pemilihan untuk menerima tau menolak inovasiyang dibuat oleh seseorang atau sekelompok oarang yang mempunyai kedudukan, status, wewenamg, dan kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota lain dalam sisten sosial; (4) keputusan inovasi pendidikan kontingen, yaitu pemilihan untuk menerima atau menolak keputusan inovasi pendidikan baru dapat dilakukan setelah ada keputusan yang mendahuluinya.[5]
Inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai ide, gagasan, atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.[6]

B.     Latar Belakang dan Sumber Munculnya Inovasi Kurikulum
Munculnya inovasi dilatarbelakangi oleh tantangan untuk menjawab masalah-masalah krusial dalam pendidikan. Masalah-masalah inovasi kurikulum mencakup aspek inovasi dalam struktur kurikulum, materi kurikulum dan inovasi proses kurikulum. Ketiga aspek inovasi kurikulum tersebut merupakan penggolongan jenis inovasi brdasarkan komponen sistem pendidikan yang menjadi bidang garapannya.
Inovasi kurikulum juga tergantung pada dinamika masyarakat sehingga perubahan di masyarakat memiliki implikasi perubahan dalam pendidikan. Perubahan dalam pendidikan merupakan hal yang harus  dilakukan bahkan memperrtahankan inovasi pendidikan yang tidak populer sesuai akan merugikan anak didik juga struktur kurikulum. Perubahan kurikulum merupakan hal yang biasa dilakukan oleh pemerintah bilamana pemerintah mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan masyarakat itu sendiri. [7]
Drucker (1985) mengemukakan beberapa sumber terjadinya pembaruan, yaitu:
1.      The unexpected;
2.      The incongruity;
3.      Innovation based on processneed;
4.      Changes industry structure or market structure;
5.      Demoggraphics;
6.      Changes in perception, mood and meaning;
7.      New knowledge.

1.      Kondisi yang tidak diharapkan. Kebanyakan perubahan dan pembaruan didasarkan pada hasil perencanaan manusia. Salah satu unsur pokok pada manusia untuk mengantisipasi masa depan adalah harapan dan ekspektansi. Munculnya kondisi-kondisi yang tidak diharapkan (unexpected condition), seperti mutu layanan pendidikan di sekolah rendah, pengelolaan dana tidak efisien dan lain-lain  yang menurut dubrin (1984) akan memunculkan harapan-harapan baru yang lebih inovatif dalam aplikasinya.
2.      Munculny ketidakwajaran. Ketidakwajaran dapat saja muncul selama proses pendidikan di sekolah atau pada hasil yang dicapai. Prosedur birokrasi kepegawaian yang lamban, pemberian daftar nilai pelaksanaan pekerjaan yang dinilai oleh staf sekolah kurang objektif, dll, merupakan contoh ketidakwajaran itu. Ketidakwajaraan ini dapat menghasilkan inovasi baru, misalnya dengan menyederhanakan prosedur, menyediakan fasilotas yang  diperlukan untuk berbagai keperluan sekolah.
3.      Kebutuhan yang muncul dalam proses. Interaksi antarstaf sekolah di lembaga sekolah yang demokratis dapat melahirkan gagasan-gagasan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Dalam dunia bisnis, hubungan-hubungan informal yang disatupaketkan dengan tugas-tugas formal tidak jarang menghasilkan  keuntungan dalam berbisnis (schein, 1985). Konsep ini mengandung makna bahwa banyak hal baru yang akan muncul jika setiap staf sekolah dapat berkomunikasi secara terbuka dan saling  memikirkan usaha-usaha perbaikan di sekolah itu.
4.      Perubahan dalam struktur industri pasar. Perubahan jenis tenaga yang diperlukan oleh pasar tenaga kerja merupakan sumber inspirasi bagi kepala sekolah untuk membuat keputusan inovatif di lembaganya. Keputusan inovatif ini seringkali memberi tekanan kuat terhadap perubahan kurikulum dab strategi pbm.
5.      Kondisi demografis.
6.      Perubahan persepsi, suasana, dan makna. Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana, dan makna, umumnya disebabkan penerimaan dan penafsiran individu atas informasi yang diterimanya dari lingkungan. Informasi ini dapat diperoleh melalui media massa, seperti televisi,radio, dll; dapat pula diperoleh berdasarkan pengalaman lapangan, seperti karyawisata.
7.      Pengetahuan baru.[8]

Masalah pendidikan sebagai sumber inovasi
1.      Masalah relevansi pendidikan
Relevansi adalah kesesuaian antara kenyartaan atau pelaksanaan dengan tuntutan dan harapan. Dalam konteks pendidikan, relevansi adalah kesesuaian antara pelaksanaan dan hasil pensdidikan dengan kebutujan dan tuntutan masyarakat. Masalah relevansi pendididikan ini dapat kita lihat dari tiga sisi. Pertama, relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa, artinya apa yang diberikan di sekolah harus sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tutntutan masyarakat tempat tinggal siswa. Kedua, relevansi pendidikan dengan tuntutan kehidupan siswa baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang, artinya bahwa isi kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan siswa pada masa yang akan datang. Ketiga, relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja, artinya bahwa sekolah memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan anak didik yang memiliki keterampilan dan kemampuan sesuai dengan dunia kerja.
Untuk menjawab masalah ini, inovasi pendidikan telah banyak dilakukan. Misalnya, penerapan sistem ganda untuk sekolah-sekolah kejuruan. Melalui sistem ini siswa tidak hanya dibekali dengan teori-teori akan tetapi dalam kurun waktu tertentu, mereka diharuskan melakukan magang di berbagai tempat. Dengan sistem ini diharapkan manakala mereka lulus kelak, mereka sudah paham apa yang harus dikerjakan.
2.      Masalah kualitas pendidikan
Selain dari masalah relevansi, maka rendahnya kualitas pendidikan juga dianggap sebagai suatu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita dewasa ini. Rendahnya kualitas pendidikan ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari segi proses dan kedua dari segi hasil. Rendahnya kualitas pendidikan dilihat dari segi proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang dibangun oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau bertumpu pada pengembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu mengembangkan krestivitas berpikir proses pendidikan atau proses belajar mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi dan bahan-bahna hafalan. Komunikasi satu arah, yaitu dari guru ke siswa melalui pendekatan ekspositori yang dijadikan sebagai alat utama dalam proses pembelajaran. Dari sisi hasil, rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari tidak meratanya setiap sekolah dalam mencapai rata-rata nilai ujian nasional (UN). Ada sekolah yang dapat mencapai rata-rata nilai UN yang tinggi, namun di lain pihak banyak sekolah yang mencapai UN jauh di bawah standar.
Beberapa usaha yang dapat memecahkan masalah tersebut di antaranya dengan meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum, serta menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan dianggap memadai. Peningkatan kualitas atau mutu guru, di antanta denganmenungkatkan latar belakang akademis mereka melalui pemberian kesempatan untuk mengikuti program- program pendidikan, serta memberikan penataran-penatarn dan pelatihan-pelatihan. Perbaikan kurikulum dilakukan bukan hanya membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lingkungan mesyarakat lokal, akan tetapi juga inovasi pelaksanaan proses pembelajaran .


3.      Masalah efektivitas dan efesiensi
Efektivitas berhungan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skala yang sempit seperti tujuan pembelajaran  khusus, maupun tujuan dalam skala yang lebih luas, seperti tujuan kurikuler, tujuan institusional dan bahkan tujuan nasional. Dengan demikian, dalam konteks kurikulum dan pembelajaran suatu  program pembelajaran dikatakan memiliki tingakat efektivitas yang tinggi manakala program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
Efesiensi berhubungan dengan jumlah biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efesiensi yang tinggi, manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapt menghasilkan atau dapat mencapai tujuan yang maksimal. Sehubungan dengan masalah efesiensi ini, sebaiknya setiap guru membuat program yang benar-enar dapat menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran.

4.      Masalah daya tampung yang terbatas
Masalah yang lain yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah terbatasnya daya tampung sekolah khususnya pada tingkat SLTP. Masalah nin muncul setelah keberhasilan penyelenggaraan sd inpres, yang mengakibatkan meledaknya lulusan sekolah dasar, sehingga menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas agar dapat menampung para lulusan sd yang hendak melanjutkan ke SLTP.
Keberhasilan program inpres ini juga membawa dampak kepada permasalahan akan banyaknya minat lulusan sd yang hendak melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis, sosial, ekonomi mereka yang kurang mendukung, misalnya karena tempat tinggal mereka yang jauh berada di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, atau kemampuan sosial ekonomi mereka yang rendah. Untuk memecahkan masalah yang demikian, pemerintah memerlukan langkah-lanhkah yang inovatif, yaitu langkah yang dapat menyediakan kesempatan belajar seluas-luasnya untuk mereka dengan biaya yang rendah tanpa mengurangi mutu pendidikan.[9]


C.    Inovasi Kurikulum di Indonesia
Dalam perkembangan sistem pendidikan di indonesia telah dilakukan berbagai upaya inovasi kurikulum dan pembelajaran, seperti perubahan tujuan kurikulum, restrukturisasi kurikulum, penyesuaian materi dan waktu, reorientasi pendekatan, dan strategi pembelajaran, serta sistem penilaian. Untuk itu, serinh dilakukan percobaan-percobaan atau studi kasus pada sekolah tertentu. Apabila dari percobaan ini menunjukkan hasil yang baik, maka selanjutnya dituangkan dalam suatu kebijakan nasional untuk digunakan di seluruh indonesia. Masalahnya adalah mengapa inovasi kurikulum dan pembelajaran di indonesia harus dilakukan? Ada beberapa pertimbangan perlunya inovasi kurikulum di indonesia, yaitu sebagai berikut.[10]
Pertama, relevansi, yaitu masih adanya ketidasesuaian antara kurikulum yang digunakan dengan kebutuhan di lapangan. Di satu pihak, kurikulum menyediakanmateri tentang a, b, dan c (misalnya), tetapi di pihak lain masyarakat/dunia kerja sudah membutuhkan tenaga yang memiliki pengetahuan a, b, c, dan d. Begitu juga ketika anak masuk perguruan tinggi.  Jadi, kurikulum yang ada selalu ketinggalan, dan ini sulit untuk dikejar karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memang sangat cepat dan luar biasa. Untuk mengatasi kesenjangan relevansi tersebut, maka inovasi kurikulum mutlak harus dilakukan. Kedua, mutu pendidikan (baca: proses dan hasil belajar) di indonesia sangat rendah (sesuai dengan indikator-indikator tertentu). Jangankan untuk skala internasional, dalam skala asean saja, mutu pendidikan  indonesia masih di bawah malaysia dan singapura, bahkan filipina dan thailand. Padahal kita tahu bahwa pada tahun 1970-an, orang-orang malaysia banyak belajar ke indonesia. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan ini, maka inovasi kurikulum harus terua dilakukan. Ketiga, masalah pemerataan. Pembangunan pendidikan di indonesia pada saat ini memang masih kurang merata. Di satu sisi, pendidikan di kota dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan kurikulum, sementara di sisi lain, di kota kecil termasuk di daerah/desa sangat jauh ketinggalan. Hal ini mungkin disebabkan karena di kota besar (paling tidak di ibu kota kabupaten) pembangunan infrastruktur sudah tersedia sehingga kurikulum dapat berjalan dengan lebih baik. Untuk menghadapi masalah pemerataan pendidikan ini, maka perlu dilakukan inovasi kurikulum yang sesuai dengan kondisi objektif di kota maupun di desa. Keempat, masalah keefektifan dan efisiensi pendidikan. Keefektifan berkenaan dengan keampuhan pelaksanaan kurikulum, baik tentang struktur kurikulum, metodologi, evaluasi, guru, pengawasan maupun instrumental input lainnya. Masalah efisiensi berkenaan dengan manajemen kurikulum itu sendiri. Keterbatasan dan daya menuntut sistem manajemen kurikulum yang efisien dan terpadu, baik terpadu secara vertikal maupun horizontal. Dalam efisiensi menyangkut juga aspek waktu, yaitu penggunaan waktu dalam setiap mata pelajaran.[11]
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, maka diperlukan berbagai upaya atau terobosan dan pemikiran yang mendalam serta pendekatan progresif dalam bentuk inovasi kurikulum sehingga diharapkan ada peningkatan mutu pendidikan, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.  Gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu memecahkan persoalan yang tidak mungkin dipecahkan dengan cara-cara tradisonal dan komersial. Gagasan dan pendekatan baru tentang kurikulum ini biasanya disebut inovasi kurikulum.[12]
Setelah bentuk atau wujud inovasi kurikulum itu ada, kemudian dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya. Untuk itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
1.      Faktor guru (pendidik)
Guru sebagai ujung tombak dalam pengembangan kurikulum merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan keefektifan kurikulum, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena itu, guru memiliki peran utama dan pertama, baik sebagai pendidik, pembimbing, pengajar, pelatih, pelaksana, maupun sebagai inovator kurikulum.
2.      Faktor peserta didik (siswa)
Sebagai objek utama dalam kurikulum terutama dalam proses pembelajaran, peserta didik memegang peranan yang sangat dominan. Peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, kemampuan motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila peserta didik juga dilibatkan dalam proses inovasi kurikulum. Peserta didik perlu diperkenalkan dan dilibatkan dalam inovasi kurikulum sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi.
3.      Faktor program pembelajaran
Program pembelajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam implementasi kurikulum di sekolah. Program pembelajaran merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kurikulum sebagai suatu sistem. Faktor ini harus diperhatikan karena hasil inovasi kurikulum pada akhirnya disusun dalam program pembelajaran.
4.      Faktor fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarananya tidak bisa diabaikan dalam penerapan inovasi kurikulum. Fasilitas merupakan hal yang turut memengaruhi kelangsungan suatu inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi kurikulum dapat dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas (terutama fasilitas pembelajaran) merupakan hal yang sangat esensial dalam melakukan perubahan dan pembaruan kurikulum. Dalam penerapan inovasi kurikulum, faktor fasilitas mutlak harus diperhatikan.
5.      Faktor lingkungan sosial masyarakat
Masyarakat secara langsung ataupun tidak langsung, sengaja maupun tidak sengaja terlibat dalam inovasi kurikulum. Pada dasarnya, tujuan inovasi kurikulum adalah mengubah masyarakat menjadi lebih baik, terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi kurikulum tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak. Banyak kegiatan inovasi kurikulum yang tidak didukung oleh masyarakat berakibat terhentinya pelaksanaan inovasi. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi kurikulum justru akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi kurikulum.[13]

Perubahan-perubahan dan pergantian-pergantian kurikulum sejak tahun 60-an hingga tahun 2007 yang lalu telah banyak dirasakan, perubahan ini merupakan hasil berpikir dan merupakan produktivitas bagaimana inovasi dalam penyesuaian kurikulum yang selalu dituntut oleh masyarakat dapat dilakukan. Alasan kenapa perubahan atau inovasi ini dapat terjadi, salah satunya adalah hasil evaluasi kurikulum.[14]
Terlepas dari bagaiman inovasi kurikulum ini dilakukan,  maka pada pembahasan berikut ini bahwa inovasi kurikulum ini akan disajikan dalam bentuk contoh-contoh kurikulum yang termasuk ke dalam the new and adaptive of curriculum. Artinya deskripsi berikut akan diseiringkan dengan filosofinya inovasi, yaitu menganalisis dan memunculkan suatu yang baru. Inovasi kurikulum ini sebetulnya terjadi dan dilakukan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan bahkan untuk tingkat inovasi satuan pembelajaran pun sangat banyak inovasi yang dilakukan. Berikut adalah beberapa hasil inovasi berikut ini, yaitu:
1.      KTSP
2.      KBK
3.      Kurikulum 2007
4.      Broad Based Curriculum
5.      Kurikulum Sistem Ganda (KSG)
6.      Kurikulum Muatan Lokal[15]

D.    Hambatan-Hambatan Inovasi
            Suatu pembaruan atau inovasi sering tidak berhasil dengan optimal. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai hambatan ysng muncul seperti hambatan geografis, hambatan ekonomi yang tidak memadai, hambatan sosial kultural dan lain sebagainya. Berbagai hambatan tersebut tentu saja dapat memengaruhi keberhasilan suatu inovasi. Ibrahim (1988) mencatat ada 6 faktor utama yang dapat menghambat suatu inovasi. Keenam faktor tersebut dijelaskan dibawah ini.
1.      Estimasi yang tidak tepat
Sering terjadi kegalalan suatu inovasi disebabkan kurang matangnya perkiraan atau kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul. Faktor estimasi atau perencanaan dalam inovasi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan inovasi. Hambatan yang disebabkan  kurabg tepatnya estimasi ini diantaranya mencakup kurang adanya pertimbangan implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antaranggota team pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang ungin dicapai, tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat misalnya, dalam hal pengambilan keputusan dankebijakan yang dianggap peru. Di samping itu, dalam proses perecanaan juga mungkin terjadi hambatan yang muncul dari luar, misalnya adanya tekanan dari pihak etentu (seperti pemerintah) untuk mempercepat hasil diskusi.
Untuk mencegah adanya hambatan di atas, maka proses menyusun perencanaan inovasi perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi berbagai pihak yang dirasakan akan berpengaruh. Pengaturan wewenang dan tugas perlu direncanakan dengan matang sehingga setiap orang yang terlibat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
2.      Konflik dan motivasi
Konflik bisa terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalnya ada pertentangan antara anggota tim,  kurang adanya pengertian serta adanya perasaan iri dari pihak atau anggota tim inovasi. Pertentangan-pertentangan seperti itu bukan saja dapat menghambat akan tetapi mungkin dapat merusak proses inovasi itu sendiri. Oleh karena itu,bpara perancang inovasi harus mengantisipasi adanya pertentangan tersebut. Di samping konflik, faktor yang dapat menghambat bisa juga ditimbulkan oleh motivasi, misalnya motovasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat yang justru memegang kunci, adanya pandangan yang sempit dari beberapa orang yang dianggap penting dalam proyek inovasi, bantuan-bantuan yang tidak sampai, adanya sikap yang tidak terbuka dari pemegang jabatan proyek inovasi dan lain sebagainya.
3.      Inovasi tidak berkembang
Hambatan lain yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabkan kurang berkembangnya proses inovasi itu sendiri. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi diantaranya, pendapat yang rendah, faktor geografis, seperti tidak memahami faktor alam, letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi sehingga dapat menghambat pengiriman bahan-bahan finansial, kurangnya sarana komunikasi, iklim dan cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.
4.      Masalah finansial
Keberhasilan pencapaian program inovasi sangat ditentukan oleh dana yang tersedia. Sering terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan masalah finansial ini diantaranya, bantuan dana yang sangat minim sehingga dapat mengganggu dalam operasional inovasi, kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan, penundaan bantuan dana.
5.      Penolakan dari kelompok penentu
Ketidakberhasilan inovasi dapat juga ditentukan oleh kesungguhan dan peran serta seluruh kelompok masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang menentukan seperti golongan elite, tokoh masyarakat dalam suatu sistem sosial. Manakala terjadi penolakan dari kelompok tersebut terhadap suatu inovasi, maka proses inovasi akan mengalami ganjalan. Penolakan inovasi sering ditunjukan oleh kelompok sosial yang tradisional dan konservatif. Kelompok sosial yang demikian, biasanya merasa puas dengan hasil yang telah dicapai, bagaimanapun hasil itu dirasakan sangat minimal. Untuk itulah dalam upaya keberhasilan inovasi perlu dilakukan sosialisasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.
6.      Kurang adanya hubungan sosial
Faktor lainnya yang dapat menghambat proses inovasi adalah kura adanya hubungan sosial yang baik antara berbagai pihak khususnya antar anggota tim, sehingga terjadi ketidakhamonisan dalam bekerja. Dengan demikian, adanya hubungan yang baik harus diciptakan dengan melakukan pertukaran pikiran secara kontinu antara sesama anggota tim.[16]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Inovasi kurikulum merupakan pembaharuan dalam pemikiram maupun praktik kurikulum. Adanya inovasi kurikulum ini ialah cara penyesuaian pendidikan dengan tuntutan dan kebutuhan di lapangan serta menjawab berbagai problematika pendidikan sendiri. Di Indonesia sendiri telah banyak terjadi inovasi kurikulum yang memperhatikan faktor pendidik, peserta didik, program pembelajaran, fasilitas dan lingkungan masyarakat.
Dalam pengimplementasian inovasi kurikulum tentunya ada hambatan-hanbatan. Hambatan tersebut yaitu estimasi yang tidak tepat, konflik dan lemanya motivasi, inovasi yang tidak berkembang, masalah finansial, penolakan dari kelompok penentu, dan kurang adanya hubungan sosial.

B.     Kritik dan Saran
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tentunya memiliki kekurangan. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang akan berguna dalan perbaikan penulisan dan penyusunan makalah pada masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan model pengembangan kurikulum. Bandung:  Remaja Rosdakarya.
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Rusdiana, A. 2014. Konsep Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Sa’ud, Udin Syaefudin. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.







[1] A. Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h. 54.
[2] Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 2.
[3] Ibid., h. 2-3.
[4] Ibid., h. 5.
[5] A. Rusdiana, Op. Cit., h. 54-55.
[6] Ibid., h. 175.
[7] Udin Syaefudin Sa’ud, Op. Cit., h. 89.
[8] Sudarwan Danim,  Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 150-152.

[9] Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2008), h. 318-322.
[10] Zainal Arifin, Konsep dan model pengembangan kurikulum. (Bandung:  Remaja Rosdakarya, 2011, h. 310

[11] Ibid., h. 310-311
[12] Ibid.
[13] Ibid., h. 311-312.
[14] Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 248.
[15] Ibid.
[16] Zainal Arifin Op. cit., h. 325-327.



No comments:

Post a Comment

Entri yang Diunggulkan

Makalah Pengembangan Kurikulum tentang Evaluasi Kurikulum