MAKALAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM
tentang
INOVASI
KURIKULUM
Disusun oleh:
Kelompok 11
Agustina Munthe :
1614040011
Putri Rahmah : 1614040026
Dosen pengampu:
Prof. Dr.
Syafruddin urdin
Andriantoni, M.
Pd
JURUSAN TADRIS
MATEMATIKA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL
PADANG
1439 H/ 2018 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi
program pengajaran dan perangkatnya, merupakan pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Kurikulum sekolah merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam
pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam
pendidikan. Tanpa kurikulum, inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi. Oleh karena
itu, dalam inovasi pendidikan, semua perubahan yang hendak diterapkan yang
harus sesuai dengan perubahan kurikulum. Dengan kata lain, perubahan kurikulum
diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan keduanya
akan berjalan searah.[1]
Inovasi kurikulum adalah gagasan atau praktik kurukulum baru dengan
mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan
memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa maksud
dari inovasi kurikulum?
2.
Bagaimana
latar belakang dan sumber dari munculnya inovasi kurikulum?
3.
Bagaimana
inovasi kurikulum di Indonesia?
4.
Apa
hambatan dalam implementasi suatu inovasi?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
maksud dari inovasi kurikulum.
2.
Mengetahui
latar belakang dan sumber dari munculnya inovasi kurikulum.
3.
Mengetahui
inovasi kurikulum di Indonesia.
4.
Mengetahui
hambatan dalam implementasi suatu inovasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inovasi Kurikulum
Kata “innovation” (bahasa inggris) sering
diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan (S. Wojowasito, 1972;
santoso S. Hamijoyo, 1996), tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi
kata indonesia yaitu “inovasi”. Inovasi kadang-kadang juga dipakai untuk
menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan
juga sering digunakan untuk menterjemahkan kata dari bahasa inggris “discovery”
dan “invention”. Ada juga yang mengaitkan antara pengertian inovasi dan modernisasi, karena
keduanya membicarakan usaha pembaharuan. Untuk memperluas wawasan serta
memperjelas pengertian inovasi kurikulum, maka perlu dibicarakan dulu tentang
pengertian discovery, invention, dan innovation sebelum
membicarakan tentang pengertian inovasi kurikulum.[2]
Discovery, invention, dan innovation dapat diartikan dalam bahasa indonesia
“penemuan”, maksudnya keiga kata tersebut mengandung arti ditemukannya sesuatu
yang baru, baik sebenarnya barangnya itu sendiri sudah ada lama kemudian baru
diketahui atau memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada.
Demikian pula mungkin hal yang baru itu diadakan dengan maksud untuk mencapai
tujuan tertentu. Inovasi dapat menggunakan diskoveri atau invensi. Diskoveri
adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah
ada, tetapi belum diketahui orang. Misalnya penemuan benua amerika oleh
columbus tahun 1492. Invensi adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru,
artinya hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditemui itu benar-benar
sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru. Misalnya
penemuan teori belajar, teori pendidikan, teknik pembuatan barang dari plastik,
mode pakaian, dan sebagainya. Tentu saja munculnya ide atau kreativitas
berdasarkan hasil pengamatan, pengalaman, dari hal-hal yang sudah ada, tetapu
wujud yang ditemukannya benar-benar baru. Inovasi ialah suatu ide, barang,
kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi
seseoang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi
maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan suatu masalah tertentu.[3]
Semua defenisi tersebut menyatakan
bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara,
barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang
baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang bari itu dapat
berupa invensi atau diskoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu
atau untuk memecahkan masalah.[4]
Inovasi berkaitan dengan pengambilan
keputusan yang diambil, baik menerima maupun menolak hasil dari inovasi.
Ibrahim (1988:71-73) menyebutkan bahwa tipe keputusan inovasi pendidikan –
termasuk di dalamnya inovasi kurikulum- dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
(1) keputusan inovasi pendidikan opsional, yaitu pemilihan menerima atau
menolak inovasi berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu secara
mandiri tanpa bergantung atau terpengaruh dorongan anggota sosial lain; (2)
keputusan inovasi pendidikan kolektif, yaitu pemilihan menerima dan menolah
inovasi berrdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama atas kesepakatan
antar-anggota sistem sosial; (3) keputusan inovasi pendidikan otoritas, yaitu
pemilihan untuk menerima tau menolak inovasiyang dibuat oleh seseorang atau
sekelompok oarang yang mempunyai kedudukan, status, wewenamg, dan kemampuan
yang lebih tinggi daripada anggota lain dalam sisten sosial; (4) keputusan
inovasi pendidikan kontingen, yaitu pemilihan untuk menerima atau menolak
keputusan inovasi pendidikan baru dapat dilakukan setelah ada keputusan yang
mendahuluinya.[5]
Inovasi kurikulum dan pembelajaran
dapat diartikan sebagai ide, gagasan, atau tindakan-tindakan tertentu dalam
bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah
pendidikan.[6]
B.
Latar Belakang dan Sumber Munculnya Inovasi Kurikulum
Munculnya inovasi dilatarbelakangi
oleh tantangan untuk menjawab masalah-masalah krusial dalam pendidikan.
Masalah-masalah inovasi kurikulum mencakup aspek inovasi dalam struktur
kurikulum, materi kurikulum dan inovasi proses kurikulum. Ketiga aspek inovasi
kurikulum tersebut merupakan penggolongan jenis inovasi brdasarkan komponen
sistem pendidikan yang menjadi bidang garapannya.
Inovasi kurikulum juga tergantung pada
dinamika masyarakat sehingga perubahan di masyarakat memiliki implikasi
perubahan dalam pendidikan. Perubahan dalam pendidikan merupakan hal yang
harus dilakukan bahkan memperrtahankan
inovasi pendidikan yang tidak populer sesuai akan merugikan anak didik juga
struktur kurikulum. Perubahan kurikulum merupakan hal yang biasa dilakukan oleh
pemerintah bilamana pemerintah mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan
masyarakat itu sendiri. [7]
Drucker (1985) mengemukakan beberapa
sumber terjadinya pembaruan, yaitu:
1.
The
unexpected;
2.
The
incongruity;
3.
Innovation
based on processneed;
4.
Changes
industry structure or market structure;
5.
Demoggraphics;
6.
Changes
in perception, mood and meaning;
7.
New
knowledge.
1.
Kondisi
yang tidak diharapkan. Kebanyakan perubahan dan pembaruan didasarkan pada hasil
perencanaan manusia. Salah satu unsur pokok pada manusia untuk mengantisipasi
masa depan adalah harapan dan ekspektansi. Munculnya kondisi-kondisi yang tidak
diharapkan (unexpected condition), seperti mutu layanan pendidikan di sekolah
rendah, pengelolaan dana tidak efisien dan lain-lain yang menurut dubrin (1984) akan memunculkan
harapan-harapan baru yang lebih inovatif dalam aplikasinya.
2.
Munculny
ketidakwajaran. Ketidakwajaran dapat saja muncul selama proses pendidikan di
sekolah atau pada hasil yang dicapai. Prosedur birokrasi kepegawaian yang
lamban, pemberian daftar nilai pelaksanaan pekerjaan yang dinilai oleh staf
sekolah kurang objektif, dll, merupakan contoh ketidakwajaran itu.
Ketidakwajaraan ini dapat menghasilkan inovasi baru, misalnya dengan
menyederhanakan prosedur, menyediakan fasilotas yang diperlukan untuk berbagai keperluan sekolah.
3.
Kebutuhan
yang muncul dalam proses. Interaksi antarstaf sekolah di lembaga sekolah yang
demokratis dapat melahirkan gagasan-gagasan baru yang sebelumnya tidak
terpikirkan. Dalam dunia bisnis, hubungan-hubungan informal yang disatupaketkan
dengan tugas-tugas formal tidak jarang menghasilkan keuntungan dalam berbisnis (schein, 1985).
Konsep ini mengandung makna bahwa banyak hal baru yang akan muncul jika setiap
staf sekolah dapat berkomunikasi secara terbuka dan saling memikirkan usaha-usaha perbaikan di sekolah
itu.
4.
Perubahan
dalam struktur industri pasar. Perubahan jenis tenaga yang diperlukan oleh pasar
tenaga kerja merupakan sumber inspirasi bagi kepala sekolah untuk membuat
keputusan inovatif di lembaganya. Keputusan inovatif ini seringkali memberi
tekanan kuat terhadap perubahan kurikulum dab strategi pbm.
5.
Kondisi
demografis.
6.
Perubahan
persepsi, suasana, dan makna. Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi,
suasana, dan makna, umumnya disebabkan penerimaan dan penafsiran individu atas
informasi yang diterimanya dari lingkungan. Informasi ini dapat diperoleh
melalui media massa, seperti televisi,radio, dll; dapat pula diperoleh
berdasarkan pengalaman lapangan, seperti karyawisata.
7.
Pengetahuan
baru.[8]
Masalah pendidikan sebagai sumber
inovasi
1.
Masalah
relevansi pendidikan
Relevansi
adalah kesesuaian antara kenyartaan atau pelaksanaan dengan tuntutan dan
harapan. Dalam konteks pendidikan, relevansi adalah kesesuaian antara
pelaksanaan dan hasil pensdidikan dengan kebutujan dan tuntutan masyarakat.
Masalah relevansi pendididikan ini dapat kita lihat dari tiga sisi. Pertama,
relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa, artinya apa yang diberikan
di sekolah harus sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tutntutan masyarakat
tempat tinggal siswa. Kedua, relevansi pendidikan dengan tuntutan
kehidupan siswa baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang, artinya
bahwa isi kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan siswa pada masa yang akan
datang. Ketiga, relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja,
artinya bahwa sekolah memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan anak didik
yang memiliki keterampilan dan kemampuan sesuai dengan dunia kerja.
Untuk menjawab
masalah ini, inovasi pendidikan telah banyak dilakukan. Misalnya, penerapan
sistem ganda untuk sekolah-sekolah kejuruan. Melalui sistem ini siswa tidak
hanya dibekali dengan teori-teori akan tetapi dalam kurun waktu tertentu,
mereka diharuskan melakukan magang di berbagai tempat. Dengan sistem ini
diharapkan manakala mereka lulus kelak, mereka sudah paham apa yang harus
dikerjakan.
2.
Masalah
kualitas pendidikan
Selain dari
masalah relevansi, maka rendahnya kualitas pendidikan juga dianggap sebagai
suatu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita dewasa ini. Rendahnya
kualitas pendidikan ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari segi proses
dan kedua dari segi hasil. Rendahnya kualitas pendidikan dilihat dari segi
proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang dibangun
oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau
bertumpu pada pengembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu
mengembangkan krestivitas berpikir proses pendidikan atau proses belajar
mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi
dengan berbagai informasi dan bahan-bahna hafalan. Komunikasi satu arah, yaitu
dari guru ke siswa melalui pendekatan ekspositori yang dijadikan sebagai alat
utama dalam proses pembelajaran. Dari sisi hasil, rendahnya kualitas pendidikan
dapat dilihat dari tidak meratanya setiap sekolah dalam mencapai rata-rata
nilai ujian nasional (UN). Ada sekolah yang dapat mencapai rata-rata nilai UN
yang tinggi, namun di lain pihak banyak sekolah yang mencapai UN jauh di bawah
standar.
Beberapa usaha
yang dapat memecahkan masalah tersebut di antaranya dengan meningkatkan
kualitas guru dan perbaikan kurikulum, serta menyediakan berbagai sarana dan
prasarana yang lebih lengkap dan dianggap memadai. Peningkatan kualitas atau mutu
guru, di antanta denganmenungkatkan latar belakang akademis mereka melalui
pemberian kesempatan untuk mengikuti program- program pendidikan, serta
memberikan penataran-penatarn dan pelatihan-pelatihan. Perbaikan kurikulum
dilakukan bukan hanya membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum sesuai
dengan kebutuhan lingkungan mesyarakat lokal, akan tetapi juga inovasi
pelaksanaan proses pembelajaran .
3.
Masalah
efektivitas dan efesiensi
Efektivitas
berhungan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skala yang sempit
seperti tujuan pembelajaran khusus,
maupun tujuan dalam skala yang lebih luas, seperti tujuan kurikuler, tujuan
institusional dan bahkan tujuan nasional. Dengan demikian, dalam konteks
kurikulum dan pembelajaran suatu program
pembelajaran dikatakan memiliki tingakat efektivitas yang tinggi manakala
program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
Efesiensi
berhubungan dengan jumlah biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Artinya, suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat
efesiensi yang tinggi, manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapt
menghasilkan atau dapat mencapai tujuan yang maksimal. Sehubungan dengan
masalah efesiensi ini, sebaiknya setiap guru membuat program yang benar-enar
dapat menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran.
4.
Masalah
daya tampung yang terbatas
Masalah yang lain
yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah terbatasnya daya tampung sekolah
khususnya pada tingkat SLTP. Masalah nin muncul setelah keberhasilan
penyelenggaraan sd inpres, yang mengakibatkan meledaknya lulusan sekolah dasar,
sehingga menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas agar dapat menampung
para lulusan sd yang hendak melanjutkan ke SLTP.
Keberhasilan
program inpres ini juga membawa dampak kepada permasalahan akan banyaknya minat
lulusan sd yang hendak melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis, sosial,
ekonomi mereka yang kurang mendukung, misalnya karena tempat tinggal mereka
yang jauh berada di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, atau kemampuan sosial
ekonomi mereka yang rendah. Untuk memecahkan masalah yang demikian, pemerintah
memerlukan langkah-lanhkah yang inovatif, yaitu langkah yang dapat menyediakan
kesempatan belajar seluas-luasnya untuk mereka dengan biaya yang rendah tanpa
mengurangi mutu pendidikan.[9]
C.
Inovasi Kurikulum di Indonesia
Dalam perkembangan sistem pendidikan di indonesia telah dilakukan
berbagai upaya inovasi kurikulum dan pembelajaran, seperti perubahan tujuan
kurikulum, restrukturisasi kurikulum, penyesuaian materi dan waktu, reorientasi
pendekatan, dan strategi pembelajaran, serta sistem penilaian. Untuk itu,
serinh dilakukan percobaan-percobaan atau studi kasus pada sekolah tertentu.
Apabila dari percobaan ini menunjukkan hasil yang baik, maka selanjutnya dituangkan
dalam suatu kebijakan nasional untuk digunakan di seluruh indonesia. Masalahnya
adalah mengapa inovasi kurikulum dan pembelajaran di indonesia harus dilakukan?
Ada beberapa pertimbangan perlunya inovasi kurikulum di indonesia, yaitu
sebagai berikut.[10]
Pertama, relevansi, yaitu masih adanya
ketidasesuaian antara kurikulum yang digunakan dengan kebutuhan di lapangan. Di
satu pihak, kurikulum menyediakanmateri tentang a, b, dan c (misalnya), tetapi
di pihak lain masyarakat/dunia kerja sudah membutuhkan tenaga yang memiliki
pengetahuan a, b, c, dan d. Begitu juga ketika anak masuk perguruan
tinggi. Jadi, kurikulum yang ada selalu
ketinggalan, dan ini sulit untuk dikejar karena perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi memang sangat cepat dan luar biasa. Untuk mengatasi kesenjangan
relevansi tersebut, maka inovasi kurikulum mutlak harus dilakukan. Kedua,
mutu pendidikan (baca: proses dan hasil belajar) di indonesia sangat rendah
(sesuai dengan indikator-indikator tertentu). Jangankan untuk skala
internasional, dalam skala asean saja, mutu pendidikan indonesia masih di bawah malaysia dan
singapura, bahkan filipina dan thailand. Padahal kita tahu bahwa pada tahun
1970-an, orang-orang malaysia banyak belajar ke indonesia. Dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan ini, maka inovasi kurikulum harus terua dilakukan. Ketiga,
masalah pemerataan. Pembangunan pendidikan di indonesia pada saat ini memang
masih kurang merata. Di satu sisi, pendidikan di kota dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan tuntutan kurikulum, sementara di sisi lain, di kota kecil
termasuk di daerah/desa sangat jauh ketinggalan. Hal ini mungkin disebabkan
karena di kota besar (paling tidak di ibu kota kabupaten) pembangunan
infrastruktur sudah tersedia sehingga kurikulum dapat berjalan dengan lebih
baik. Untuk menghadapi masalah pemerataan pendidikan ini, maka perlu dilakukan
inovasi kurikulum yang sesuai dengan kondisi objektif di kota maupun di desa. Keempat,
masalah keefektifan dan efisiensi pendidikan. Keefektifan berkenaan dengan
keampuhan pelaksanaan kurikulum, baik tentang struktur kurikulum, metodologi,
evaluasi, guru, pengawasan maupun instrumental input lainnya. Masalah efisiensi
berkenaan dengan manajemen kurikulum itu sendiri. Keterbatasan dan daya
menuntut sistem manajemen kurikulum yang efisien dan terpadu, baik terpadu
secara vertikal maupun horizontal. Dalam efisiensi menyangkut juga aspek waktu,
yaitu penggunaan waktu dalam setiap mata pelajaran.[11]
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, maka diperlukan
berbagai upaya atau terobosan dan pemikiran yang mendalam serta pendekatan
progresif dalam bentuk inovasi kurikulum sehingga diharapkan ada peningkatan
mutu pendidikan, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan
datang. Gagasan baru sebagai hasil
pemikiran kembali haruslah mampu memecahkan persoalan yang tidak mungkin
dipecahkan dengan cara-cara tradisonal dan komersial. Gagasan dan pendekatan
baru tentang kurikulum ini biasanya disebut inovasi kurikulum.[12]
Setelah bentuk atau wujud inovasi kurikulum itu ada, kemudian
dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya. Untuk itu, ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan.
1.
Faktor
guru (pendidik)
Guru sebagai
ujung tombak dalam pengembangan kurikulum merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat
menentukan keefektifan kurikulum, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh
karena itu, guru memiliki peran utama dan pertama, baik sebagai pendidik,
pembimbing, pengajar, pelatih, pelaksana, maupun sebagai inovator kurikulum.
2.
Faktor
peserta didik (siswa)
Sebagai objek
utama dalam kurikulum terutama dalam proses pembelajaran, peserta didik
memegang peranan yang sangat dominan. Peserta didik dapat menentukan
keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, kemampuan motorik,
pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada
paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila peserta didik juga dilibatkan dalam
proses inovasi kurikulum. Peserta didik perlu diperkenalkan dan dilibatkan
dalam inovasi kurikulum sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan
inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi.
3.
Faktor
program pembelajaran
Program
pembelajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam implementasi kurikulum di
sekolah. Program pembelajaran merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam kurikulum sebagai suatu sistem. Faktor ini harus diperhatikan karena
hasil inovasi kurikulum pada akhirnya disusun dalam program pembelajaran.
4.
Faktor
fasilitas
Fasilitas,
termasuk sarana dan prasarananya tidak bisa diabaikan dalam penerapan inovasi
kurikulum. Fasilitas merupakan hal yang turut memengaruhi kelangsungan suatu
inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi
kurikulum dapat dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas (terutama
fasilitas pembelajaran) merupakan hal yang sangat esensial dalam melakukan
perubahan dan pembaruan kurikulum. Dalam penerapan inovasi kurikulum, faktor
fasilitas mutlak harus diperhatikan.
5.
Faktor
lingkungan sosial masyarakat
Masyarakat
secara langsung ataupun tidak langsung, sengaja maupun tidak sengaja terlibat
dalam inovasi kurikulum. Pada dasarnya, tujuan inovasi kurikulum adalah mengubah
masyarakat menjadi lebih baik, terutama masyarakat di mana peserta didik itu
berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi kurikulum tentu akan
terganggu, bahkan bisa merusak. Banyak kegiatan inovasi kurikulum yang tidak
didukung oleh masyarakat berakibat terhentinya pelaksanaan inovasi.
Keterlibatan masyarakat dalam inovasi kurikulum justru akan membantu inovator
dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi kurikulum.[13]
Perubahan-perubahan dan pergantian-pergantian kurikulum sejak tahun
60-an hingga tahun 2007 yang lalu telah banyak dirasakan, perubahan ini
merupakan hasil berpikir dan merupakan produktivitas bagaimana inovasi dalam
penyesuaian kurikulum yang selalu dituntut oleh masyarakat dapat dilakukan.
Alasan kenapa perubahan atau inovasi ini dapat terjadi, salah satunya adalah
hasil evaluasi kurikulum.[14]
Terlepas dari bagaiman inovasi kurikulum ini dilakukan, maka pada pembahasan berikut ini bahwa
inovasi kurikulum ini akan disajikan dalam bentuk contoh-contoh kurikulum yang
termasuk ke dalam the new and adaptive of curriculum. Artinya deskripsi
berikut akan diseiringkan dengan filosofinya inovasi, yaitu menganalisis dan
memunculkan suatu yang baru. Inovasi kurikulum ini sebetulnya terjadi dan
dilakukan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan bahkan untuk tingkat
inovasi satuan pembelajaran pun sangat banyak inovasi yang dilakukan. Berikut
adalah beberapa hasil inovasi berikut ini, yaitu:
1.
KTSP
2.
KBK
3.
Kurikulum 2007
4.
Broad Based
Curriculum
5.
Kurikulum
Sistem Ganda (KSG)
6.
Kurikulum
Muatan Lokal[15]
D.
Hambatan-Hambatan Inovasi
Suatu
pembaruan atau inovasi sering tidak berhasil dengan optimal. Hal ini disebabkan
oleh adanya berbagai hambatan ysng muncul seperti hambatan geografis, hambatan
ekonomi yang tidak memadai, hambatan sosial kultural dan lain sebagainya.
Berbagai hambatan tersebut tentu saja dapat memengaruhi keberhasilan suatu
inovasi. Ibrahim (1988) mencatat ada 6 faktor utama yang dapat menghambat suatu
inovasi. Keenam faktor tersebut dijelaskan dibawah ini.
1.
Estimasi
yang tidak tepat
Sering terjadi
kegalalan suatu inovasi disebabkan kurang matangnya perkiraan atau
kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul. Faktor estimasi atau perencanaan
dalam inovasi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan inovasi. Hambatan yang disebabkan
kurabg tepatnya estimasi ini diantaranya mencakup kurang adanya
pertimbangan implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antaranggota team
pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang ungin dicapai,
tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat misalnya, dalam hal pengambilan
keputusan dankebijakan yang dianggap peru. Di samping itu, dalam proses
perecanaan juga mungkin terjadi hambatan yang muncul dari luar, misalnya adanya
tekanan dari pihak etentu (seperti pemerintah) untuk mempercepat hasil diskusi.
Untuk mencegah
adanya hambatan di atas, maka proses menyusun perencanaan inovasi perlu
dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi berbagai pihak
yang dirasakan akan berpengaruh. Pengaturan wewenang dan tugas perlu
direncanakan dengan matang sehingga setiap orang yang terlibat mengetahui tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing.
2.
Konflik
dan motivasi
Konflik bisa
terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalnya ada pertentangan antara
anggota tim, kurang adanya pengertian
serta adanya perasaan iri dari pihak atau anggota tim inovasi.
Pertentangan-pertentangan seperti itu bukan saja dapat menghambat akan tetapi
mungkin dapat merusak proses inovasi itu sendiri. Oleh karena itu,bpara
perancang inovasi harus mengantisipasi adanya pertentangan tersebut. Di samping
konflik, faktor yang dapat menghambat bisa juga ditimbulkan oleh motivasi,
misalnya motovasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat yang justru
memegang kunci, adanya pandangan yang sempit dari beberapa orang yang dianggap
penting dalam proyek inovasi, bantuan-bantuan yang tidak sampai, adanya sikap
yang tidak terbuka dari pemegang jabatan proyek inovasi dan lain sebagainya.
3.
Inovasi
tidak berkembang
Hambatan lain
yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabkan kurang berkembangnya
proses inovasi itu sendiri. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi diantaranya,
pendapat yang rendah, faktor geografis, seperti tidak memahami faktor alam,
letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi
sehingga dapat menghambat pengiriman bahan-bahan finansial, kurangnya sarana
komunikasi, iklim dan cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.
4.
Masalah
finansial
Keberhasilan
pencapaian program inovasi sangat ditentukan oleh dana yang tersedia. Sering
terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan masalah finansial ini diantaranya, bantuan dana yang
sangat minim sehingga dapat mengganggu dalam operasional inovasi, kondisi
ekonomi masyarakat secara keseluruhan, penundaan bantuan dana.
5.
Penolakan
dari kelompok penentu
Ketidakberhasilan
inovasi dapat juga ditentukan oleh kesungguhan dan peran serta seluruh kelompok
masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang menentukan seperti golongan
elite, tokoh masyarakat dalam suatu sistem sosial. Manakala terjadi penolakan
dari kelompok tersebut terhadap suatu inovasi, maka proses inovasi akan
mengalami ganjalan. Penolakan inovasi sering ditunjukan oleh kelompok sosial
yang tradisional dan konservatif. Kelompok sosial yang demikian, biasanya
merasa puas dengan hasil yang telah dicapai, bagaimanapun hasil itu dirasakan
sangat minimal. Untuk itulah dalam upaya keberhasilan inovasi perlu dilakukan
sosialisasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.
6.
Kurang
adanya hubungan sosial
Faktor lainnya
yang dapat menghambat proses inovasi adalah kura adanya hubungan sosial yang
baik antara berbagai pihak khususnya antar anggota tim, sehingga terjadi
ketidakhamonisan dalam bekerja. Dengan demikian, adanya hubungan yang baik
harus diciptakan dengan melakukan pertukaran pikiran secara kontinu antara
sesama anggota tim.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Inovasi kurikulum merupakan pembaharuan dalam pemikiram maupun
praktik kurikulum. Adanya inovasi kurikulum ini ialah cara penyesuaian
pendidikan dengan tuntutan dan kebutuhan di lapangan serta menjawab berbagai
problematika pendidikan sendiri. Di Indonesia sendiri telah banyak terjadi
inovasi kurikulum yang memperhatikan faktor pendidik, peserta didik, program
pembelajaran, fasilitas dan lingkungan masyarakat.
Dalam pengimplementasian inovasi kurikulum tentunya ada
hambatan-hanbatan. Hambatan tersebut yaitu estimasi yang tidak tepat, konflik
dan lemanya motivasi, inovasi yang tidak berkembang, masalah finansial,
penolakan dari kelompok penentu, dan kurang adanya hubungan sosial.
B.
Kritik dan Saran
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tentunya memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang akan berguna dalan perbaikan penulisan dan penyusunan makalah pada
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan model pengembangan kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Rusdiana, A. 2014. Konsep Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Sa’ud, Udin Syaefudin. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
[1] A. Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan, (Bandung: Pustaka
Setia, 2014), h. 54.
[2] Udin Syaefudin
Sa’ud, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 2.
[3] Ibid., h.
2-3.
[4] Ibid., h.
5.
[5] A. Rusdiana, Op.
Cit., h. 54-55.
[6] Ibid., h.
175.
[7] Udin Syaefudin
Sa’ud, Op. Cit., h. 89.
[8]
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan:
Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), h. 150-152.
[9]
Wina Sanjaya, Kurikulum dan
Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta:
Kencana, 2008), h. 318-322.
[10] Zainal
Arifin, Konsep dan model pengembangan kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, h. 310
[11] Ibid., h.
310-311
[12] Ibid.
[13] Ibid., h.
311-312.
[14] Tim
Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h. 248.
[15] Ibid.
[16] Zainal Arifin Op.
cit., h. 325-327.
No comments:
Post a Comment