MAKALAH
TAHSINUL QUR’AN
Tentang
“Tajwid”
Oleh :
Muhammad Imam
Ashari Rambe
1614040023
Dosen Pembimbing:
Ihsan Nuzula, S.Pd.I, M.Pd.I
JURUSAN TADRIS
MATEMATIKA A
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
TAHUN
AJARAN 2016/2017 M
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ilmu Tajwid
1.
Pengertian Ilmu Tajwid
Seseorang yang membaca Al-Qur’an,baik tanpa
lagu maupun dilagukan dengan indah dan merdu,tidak boleh terlepas dari
kaidah-kaidah tajwid. Tajwid(وىدتج) merupakan bentuk mashdar,dari fiil madhi
yang berarti membaguskan,menyempurnakan,memantapkan.[1]
Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui
bagimana cara memenuhkan/memberikan hak huruf dan mustahaqnya. Baik yang
berkaitan dengan sifat,mad dan sebagainya,seperti tarqiq dan tafkim dan selain
keduanya.
Yang dimaksud dengan haq huruf adalah sifat
asli yang selalu bersama,seperti sifat al-hams,al-jahr,al-istila,asy-syiddah
dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq huruf adalah sifat
yang tampak sewaktu-waktu seperti tafkhim,tarqiq,ikhfa,dan lain sebagainya.[2]
Ilmu Tajwid adalah pelajaran atau materi untuk
materi untuk memperbaiki bacaan Al-qurqn. Bahkan menurut sebagian besar ulama
ahli qiraat,bahwa ilmu tajwid itu adalah merupakan salah satu cabang ilmu yang
sangat penting untuk di pelajari,sebelum mempelajari ilmu Qiraat Al-Quran.
Karena didalam ilmu tajwid itu diajarkan bagaimana cara melafazhkan huruf yang berdiri sendiri,huruf yang di rangkaikan
dengan huruf yang lain,melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhrajnya,belajar
mengucapkan bunyi yang panjang dan yang pendek,cara menghilangkan bunyi huruf
dengan menggabungkan kepada huruf sesudahnya(idgham), berat dan ringan,berdesis
atau tidak, mempelajari tanda-tanda waqaf(berhenti) dalam bacaan dan lain
sebagainya.[3]
Jadi Ilmu Tajwid ini
sangat penting bagi para pembaca al-Qur’an sebagai pengantar membaca al-Qur’an
yang benar, karena tanpa ilmu tajwid orang membaca al-Qur’an akan seenaknya
sendiri seperti membaca bacaan yang lain semisal syair. Untuk menghindari kesalahan dalam membaca
al-Qur’an maka dibutuhkan pemahaman ilmu tajwid.[4]
2. Hukum
mempelajari Ilmu tajwid
Tentang hukum mempelajari ilmu tajwid dapatlah kita ketahui dan kita pahami sebagai berikut:
"Mempelajari ilmu
tajwid (hukumna) fardhu Kifayah dan mengamalkannya fardhu 'ain bagi
setiap pembaca al-Qur'an (qari') dari umat Islam. Sebagaimana firman
Allah swt.:'Dan bacalah al-Qur'an secara tartil' Dan sabda Nabi Muhammad
saw.:'Bacalah al-Qur'an dengan lagu orang-orang Arab dan janganlah
kamu melagukan seperti orang-orang fasik dan orang orang sombong, karena
sesungguhnya akan datang beberapa kaum (golongan) sesudah aku (nabi saw.) yang
suka mengulang-ngulang bacaan al-qur'an (seperti mengulang-ulang nyanyian
dengan bunyi-bunyian musik) sambil
meratap-ratap, mereka membaca al-Qur'an tidak melalui tenggorokan dan tidak
memikirkan artinya, hati mereka berpaling dari tujuan membaca al-Qur'an dan
hati orang yang heran (mengagumi tingkah laku mereka)."
Juga sebagaimana yang
dikatakan oleh asy-Syaik Ibnul Jazariy di dalam syairnya:
"Adapun menggunakan
tajwid adalah wajib hukumnya bagi setiap pembaca al-Qur'an, maka barang siapa
yang membaca al-Qur'an tanpa tajwid adalah berdosa, karena bahwasanya Allah
menurunkan al-Qur'an dengan tajwid. Demikianlah yang sampai kepada kita adalah
dari Allah (dengan secara murawttir)."[5]
Adapun keutamaan
mempelajari ilmu tajwid dapatlah dijelaskan sebagai berikut: "Sesungguhnya
(ilmu Tajwid) adalah ilmu yang paling utama dan paling mulia, berkaitan dengan
kitab yang paling mulia dan paling agung (Al-Qur'an)."
a.
Dasar hukum dan dalil mempelajari hukum tajwid
1.
Al-Qur'an, surah Al-Muzammil ayat 4:
وَرَتِّلِ
ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلاً
Artinya: Dan
bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan.
2.
Sabda Rasulullah saw.
"Baguskanlah
bacaan al-Qur'an, maka sesungguhnya membaguskan bacaan al-Qur'an itu
hiasan qira'at(bacaan)." [HR. Turmudzi]
3.
Dalam Sunan An-Nasa’i dan Ad-Darimi serta Al-Mustadrak Al-Hakim dari Barra’
r.a. berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
“Baguskanlah
Al-Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus menambah keindahan
Al-Qur’an.” [6]
3.
Adab Membaca
Al-quran
Dalam membaca Al-Quran harus disertai
adab-adabnya. Seorang hamba tidak akan dihitung sebagai pembaca Al-Quran yang
sebenarnya dan sempurna bacaannya sehingga mendapat tempat disisi Allah
melainkan terlebih dahulu harus melakukan hal-hal (adab-adab) sebagai berikut :
a.
disunahkan untuk
berwudlu dalam membaca al-Qur’an karena itu adalah dzikir yang paling utama.
Rasulullah saw membenci jika ada orang yang berdzikir epada Allah kecuali dalam
keadaan suci. Seperti yang telah ditetapkan dalam hadis
b.
disunahkan membaca
ditempat yang bersih lebih utamanya dimasjid, dan ada sekelompok ulama yang
memakruhkan membaca al-qur’an dikamar mandi dan dijalanan
c.
disunahkan untuk duduk
sambil menghadap kiblat dengan khusuk, tenang dan menunudukkan kepala
d.
disunahakan untuk bersiwak
sebagai bentuk pengagungan dan pensucian. Ibnu
Majah telah meriwayatkan dari Ali secara maukuf dan al-Bazar dengan sanad yang
baik secara merfuk. “sesungguhnya mulut-mulut kalian itu adalah jalan bagi
al-Qur’an, maka bersihkanlah dengan siwak”.
e.
disunahkan untuk
membaca tauwud sebelum membaca al-Qur’an. Seperti
firmanb Allah yang
artinya “jika kamu membaca al-Qur’an mintalah perlindungan dari Allah dari
godaan syetan yan terkutuk”
f.
disunahkan untuk
membaca al-Qur’an dengan tadabbur (merenungi dan memahami). Dan
ini adalah rtujuan yamng paling utama dan perintah yang paling penting dengan
demikian hati akan menjadi lapang dan bersinar. Seperti dalam firman Allah yang
artinya “kitab yang aku turunkan kepada mereka agar mereka merenungkan ayat-ayatnya”.
g. disunahkan untuk menangis ketika
membaca al-qur’an dan berusaha untuk menangis bagi orang yang tidak mampu
menangis, bersedih dan khusuk. Seperti firman Allah ويخرون للاذقان يبكون dalam
shohih Bhukhori Muslim ada hadis tentang bacaan Ibnu Mas’ud dari Rasulullah
SAW. Dan didalamnya disebutkan : maka tiba-tiba dari kedua matanya mengalir air
mata. Didalam Sya’b karya Baihaki dari Saad bin Malik seca marfuk “sesungguhnya
al-Qur’an itu diturunkan dengan kesedihan, maka jika kalian membacanya maka
menangislah, dan jika tidak bisa maka berpura-puralah menangislah.
h. disunahkan untuk menghiasi
al-Qur’an dengan suara yan bagus, karena hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban
dan yang liannya “hiasilah al-Qur’an itu dengan suara-suara kalian”. Dan
didalam lafadz ad-Daromi “perbaikilah al-Qur’an dengan suara-suara kalian
sesungguhnya suara yang baik itu akan menambah al-Qur’an itu menjadi baik”
i. isunahkan untuk membaca al-Qur’an
dengan tafhim, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Hakim نزل القران بالتفخيم al-Halimi
berkata “sesungguhnya maknanya al-Qur’an adalah dengan membacanya seperti suara
orang laki-laki, tidak melembutkannya seperti suara wanita. Dia berkata “tidak
termasuk kedalamn bagian ini adalah imlah yang dipilih oleh beberapa imam
qiraah. Dan boleh jadi al-Qur’an itu diturunkan dengan tafhim, kemudian setelah
itu datang ruhsoh untuk membacanya dengan imalah pada tempat-tempat yang layak
untuk dibaca dengan iamalah”.
j. disunahkan untuk mendengarkan
bacaan al-Qur’an dan meningalkan gurauan atau pembicaraan pada saat ada yang
membacanya. Allah berfirman: “jika al-Qur’an dibacakan maka dengarkanlah dan
diamlah semoga kalian diberi rahmat”.
k. disunahkan untuk mengucapkan
takbir mulai dari surat ad-Dukha sampaiakhir al-Qur’an inilah cara membaca
penduduk Makkah.
l. lebih utama adalah membaca
al-Qur’an seperti urutan dalam mushaf. Adapun membaca al-Qur’an dari akhir
keawal maka sepakat dilarang karena hal itu mengurangi beberapa kemu’jizatannya
dan menghilangkan hikamh urutan-urutannya. Adapun mencampur satu surat dengan
yang lainnya maka al-Halimi menganggap bahwa meninggalkan hal ini adalah adab.
m. disunahkan untuk melakukan sujud
ketika membaca ayat sajdah yang terdapat dalam empat belas surat: dalam surat
al-A’raf, al-Isra’, mariam dll. Adapun yang terdapat dalam surat Syad maka
dianjurkan maksudnya bukan detegaskan untuk melakukan sujud. Dan ada sebagian
ulama yang menambahkan akhir surat al-Khijr ini diriwayatkan oleh Ibnu Faris
dalam kitab Ahkamnya.
n. disunahkan untuk berrpuasa pada
hari khatam al-Qur’an ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dari beberapa
tasbi’in, dan juga disunahakan agar keluar4ga dan sahabat-sahabatnya hadir pada
waktu itu. Tabrani meriwayatkan dari Anas bahwa jika dia menghatamkan al-Qur’an
maka dia mengumpulkan keluarganya dan berdoa.
o. disunahkan untuk segera membaca
doa setelah khatam al-Qur’an, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani
dan yang lainnya dari Irbadl bin Sariah secara marfu’ : barang siapa yang
menghatamkan al-Qur’an maka baginya ada doa yang akan dikabulkan.
p. disunahkan ketika selesai
mengkhatamkan al-Qur’an untuk segara mengulangi membaca dari awal, karena ada
hadis yang diriwayatkan oleh Turmidzi dan yang lainnya: sebaik-baik amal disisi
Allah adalah yang samp[ai dan yang berangkay yaitu, yang membaca al-Qur’an dari
awalnya setelah hatam maka dia berangkat dari awal. [7]
a.
Hal-hal
yang dimakruhkan dan tidak diperbolehkan ketik
membaca al-Qur’an.
1.
tidak
boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain bahasaarab) secara mutlak
baik dia mampu bahasa arab atau tidak, baik diwaktu shalat atau diluar salat.
2.
tidak
diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qira’ah yang syad. Ibnu Abdil Barr
meriwayatkan ijma’ tentang hal itu tetapi Mauhub al-Jazari membolehkan pada
selain shalat, karena mengkiaskan riwayat hadis dengan makna
3.
dimakruhkan
untuk menjadikan al-Qur’an itu sumber rizki (ma’isyah) al-Ajuzi meriwayatkan
sebuah hadis dari Imron bin Husain secara marfu’ “barang siapa membaca al-Quran
maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya. Sesungguhnya akan datang suatu
kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta kepada manusia dengannya
4.
dimakruhkan
untuk mengatakan “aku lupa ayat ini” tetapi aku dilupakan tentang ayat ini”
karena ada hadis dari Bukhori Muslim yang lelarang tentang hal itu
5.
dimakruhkan
untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan orang lain al-Halimi berkata :
karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan oleh pembicaraan yang lainya. Ini
dikuatkan oleh Imam Baihaki dengan riwayat yang shahih: Ibnu Umar jika membaca
al-Qur’an dia tidak berbicara sampai selesai. Demikian juga makruh untuk
tertawa dan malakukan perbuatan atau memandan hal-hal yang remeh dan sia-sia. [8]
4. Praktek
Tahsinul Al Quran
Dalam mengetahui sejauh mana
hasil yang telah dicapai untuk meningkatkan keterampilan atau kemampuan membaca
al-Quran, ada beberapa komponen sebagai tingkat keberhasilan yang mengacu pada
aspek-aspek keterampilan atau kemampuan membaca al-Quran, sebagai berikut:
a. Aspek
pemahaman makhrajil huruf
b. Makharijul huruf adalah
tempat atau letak dari mana huruf-huruf itu dikeluarkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa orang yang dapat dikatakan berhasil dalam memahami makharijul
huruf adalah orang yang mampu melafalkan huruf-huruf yang digunakan dalam
al-Quran dengan fasih.
c. Aspek
pemahaman ilmu tajwid
Ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari
bagaimana cara mengeluarkan huruf dengan tepat serta ketentuan yang berkaitan
dengan membaca al-Quran baik dari segi lafaz maupun maknanya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa orang yang dapat dikatakan berhasil dalam memahami ilmu tajwid adalah
orang yang dapat menguasai kaidah-kaidah hukum bacaan tentang tata cara
atau bagaimana seharusnya membunyikan atau membaca huruf-huruf hijaiyah
dengan baik dan benar.
Ada beberapa hukum
tajwid
·
Hukum nun mati(sakin) atau tanwin
·
Hukum mim mati(sakin)
·
Hukum ra
·
Idgham
·
Qalqalah
d.
Aspek pemahaman ilmu tartil.
Tartil adalah membaca dengan
pelan-pelan, dan tenang. Sehingga yang dimaksud dengan aspek pemahaman
ini yaitu dapat membaca al-Quran dengan pelan dan indah (melagukan) tidak
terburu-buru dan tidak sembarangan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam mengolah suara dan nafas yang merupakan pokok penguasaan tartil
atau murrotal.
[3] Ridlo’I Ali,pelajaran tajwid praktis,(2011)hlm. 1
[4] Ahmad annuri,panduan tahsin tilawah al-qur’an ,(jakarta
timur:cipinang raya,2010)hlm. 17-18
[5] Ibid,hlm.18-20
[7] Ridlo’I Ali,pelajaran tajwid praktis,(2011)hlm. 4-7
[8] Ibid,hlm.8
No comments:
Post a Comment